Beras yang Menghilang: dari Dapur Rumah ke Isu Stabilitas Negeri
Ahad sore kemarin, saya sekeluarga pulang dari Bandung. Setibanya di rumah, baru sadar persediaan beras di dapur tinggal cukup untuk sekali masak. Tak ada yang istimewa, hanya rutinitas biasa: begitu habis, beli di minimarket dekat rumah. Namun kali ini, yang saya temui adalah rak kosong.
"Stok habis, Pak," ujar kasir sambil mengangkat bahu.
Tidak menyerah, saya beralih ke toko daring: Astro, Alfa, Tokopedia. Hasilnya sama: sold out. Seakan beras tiba-tiba lenyap dari negeri yang dikenal sebagai lumbung padi.
Keesokan paginya, anak saya berkeliling sejak subuh, menyusuri pasar tradisional. Hasilnya nihil. Dari minimarket, kios beras, hingga pedagang di pasar, semua menjawab serupa: "Tidak ada stok." Saat itulah saya benar-benar merasakan keresahan yang jauh lebih dalam.Â
Jika keluarga saya masih bisa mencari alternatif makanan lain, bagaimana dengan jutaan rakyat yang menggantungkan hidupnya sepenuhnya pada nasi sebagai sumber utama energi?
Bukan Sekadar Perut, Tapi Stabilitas Bangsa
Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Sejarah menunjukkan, ketika beras langka atau harganya melonjak, keresahan sosial mudah tersulut. Hari ini, keresahan itu bukan lagi ancaman abstrak, melainkan nyata dirasakan rakyat di meja makan.
Media melaporkan kontradiksi yang menyakitkan. Bisnis Indonesia menulis: "Stok beras nasional berada di level tertinggi sepanjang sejarah, yakni 4,2 juta ton. Namun harga justru melonjak dan stok di pasaran menghilang." (ekonomi.bisnis.com, 26/8/2025).
Sementara Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui, distribusi beras program SPHP lambat: "Realisasi penyaluran baru 70.519 ton atau 5,35% dari target 1,31 juta ton Juli-Desember." (CNN Indonesia, 22/8/2025). Padahal SPHP adalah jalur utama rakyat kecil untuk bisa membeli beras dengan harga terjangkau.
Di lapangan, Kompas melaporkan kondisi nyata: rak minimarket dan supermarket di Jakarta kosong, bahkan program SPHP Bulog pun tidak terlihat di gerai yang dipantau. (Kompas, 22/8/2025).
Antara Data dan Realita
Di atas kertas, pejabat menegaskan kondisi aman. Bulog menyebut stok cadangan beras pemerintah (CBP) berada di angka aman. Namun realitanya, rakyat berkeliling dari subuh mencari beras, dan tetap pulang dengan tangan hampa.
Rakyat tidak kenyang oleh klaim stok nasional, mereka hanya tenang ketika beras ada di pasar, mudah diakses, dan terjangkau harganya.
Krisis hari ini menunjukkan satu hal penting: masalah pangan bukan semata soal ketersediaan, tetapi soal distribusi, transparansi, dan kecepatan respon.