Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Nasi dan Narasi; Antara Tradisi, Krisis Iklim, dan Keberanian untuk Berubah

11 Agustus 2025   21:59 Diperbarui: 11 Agustus 2025   21:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi & Narasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Pendahuluan: Nasi Sebagai Narasi Kolektif

Bagi masyarakat Indonesia, nasi bukan sekadar makanan pokok. Ia adalah perwujudan ritual, kenangan, dan solidaritas sehari-hari. 

Dari ucapan "belum makan kalau belum makan nasi" hingga sajian kenduri kampung, nasi hadir sebagai benang pengikat budaya. 

Namun di tengah krisis iklim dan keresahan global, sebuah pertanyaan muncul secara berani: Haruskah kita mulai meninggalkan kebiasaan makan nasi?

Artikel BBC News Indonesia menjadi pemantik: produksi beras menyumbang 10% emisi gas rumah kaca pertanian global.

Sementara perubahan iklim---banjir, kekeringan, gelombang panas---mengancam stabilitas pangan dunia. Ketergantungan tunggal pada nasi terbukti rentan. Namun untuk masyarakat Asia, melepaskan nasi bukanlah keputusan teknis, melainkan pergeseran identitas.

Melacak Jejak: Sebelum Nasi Mendominasi

Indonesia tidak lahir sebagai bangsa pemakan nasi. Sebelum era 1970-an, banyak wilayah memiliki pangan pokok yang beragam dan adaptif terhadap ekosistem lokal:

  • - Sagu di Maluku dan Papua, bersanding dengan spiritualitas dan kearifan lokal.
  • - Tiwul, gaplek, hanjeli, dan jewawut di Jawa---menjadi makanan sehari-hari masyarakat pesisir dan pegunungan.
  • - Jagung dan ubi sebagai pilihan pokok di Nusa Tenggara dan sebagian Sulawesi.

Pangan lokal bukan sekadar gizi, melainkan narasi ekologis, spiritual, dan sosial. Namun Revolusi Hijau pada masa Orde Baru mengubah segalanya. Pemerintah mendorong swasembada beras melalui varietas unggul, pupuk kimia, dan ekspansi sawah besar-besaran. 

Nasi dipromosikan sebagai simbol kemakmuran dan modernitas. Akibatnya, keragaman pangan digantikan oleh satu norma nasional: makan nasi sebagai keniscayaan.

Dilema Hari Ini: Tradisi vs Emisi

Data BBC News menunjukkan bahwa sawah tergenang menghasilkan metana dalam jumlah besar. Di sisi lain, metode AWD (Alternate Wetting and Drying) terbukti dapat mengurangi emisi hingga 45%, menghemat air dan listrik, serta tetap meningkatkan hasil panen. Tetapi teknologi tidak cukup jika mentalitas konsumsi kita tetap stagnan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun