Pendahuluan: Nasi Sebagai Narasi Kolektif
Bagi masyarakat Indonesia, nasi bukan sekadar makanan pokok. Ia adalah perwujudan ritual, kenangan, dan solidaritas sehari-hari.Â
Dari ucapan "belum makan kalau belum makan nasi" hingga sajian kenduri kampung, nasi hadir sebagai benang pengikat budaya.Â
Namun di tengah krisis iklim dan keresahan global, sebuah pertanyaan muncul secara berani: Haruskah kita mulai meninggalkan kebiasaan makan nasi?
Artikel BBC News Indonesia menjadi pemantik: produksi beras menyumbang 10% emisi gas rumah kaca pertanian global.
Sementara perubahan iklim---banjir, kekeringan, gelombang panas---mengancam stabilitas pangan dunia. Ketergantungan tunggal pada nasi terbukti rentan. Namun untuk masyarakat Asia, melepaskan nasi bukanlah keputusan teknis, melainkan pergeseran identitas.
Melacak Jejak: Sebelum Nasi Mendominasi
Indonesia tidak lahir sebagai bangsa pemakan nasi. Sebelum era 1970-an, banyak wilayah memiliki pangan pokok yang beragam dan adaptif terhadap ekosistem lokal:
- - Sagu di Maluku dan Papua, bersanding dengan spiritualitas dan kearifan lokal.
- - Tiwul, gaplek, hanjeli, dan jewawut di Jawa---menjadi makanan sehari-hari masyarakat pesisir dan pegunungan.
- - Jagung dan ubi sebagai pilihan pokok di Nusa Tenggara dan sebagian Sulawesi.
Pangan lokal bukan sekadar gizi, melainkan narasi ekologis, spiritual, dan sosial. Namun Revolusi Hijau pada masa Orde Baru mengubah segalanya. Pemerintah mendorong swasembada beras melalui varietas unggul, pupuk kimia, dan ekspansi sawah besar-besaran.Â
Nasi dipromosikan sebagai simbol kemakmuran dan modernitas. Akibatnya, keragaman pangan digantikan oleh satu norma nasional: makan nasi sebagai keniscayaan.
Dilema Hari Ini: Tradisi vs Emisi
Data BBC News menunjukkan bahwa sawah tergenang menghasilkan metana dalam jumlah besar. Di sisi lain, metode AWD (Alternate Wetting and Drying) terbukti dapat mengurangi emisi hingga 45%, menghemat air dan listrik, serta tetap meningkatkan hasil panen. Tetapi teknologi tidak cukup jika mentalitas konsumsi kita tetap stagnan.