Bayangkan satu piring ayam goreng renyah yang Anda kenal sejak kecil sekarang terancam kalah pamor dari ayam geprek lokal yang pedas menggoda. Kentucky Fried Chicken (KFC Indonesia), waralaba global yang masuk ke Indonesia sejak 1979, kini menghadapi persaingan sengit bukan dari merek internasional, tetapi dari produk lokal yang menempel di hati konsumen Muslim dan pencinta kuliner pedas.
Suntikan modal dari Salim Group dan Haji Isam memberi harapan, tapi pertanyaannya: apakah cukup untuk memenangkan hati konsumen dan reputasi yang retak?
Babak Baru di Dapur Lama
Pada 24 Agustus 2025, Bisnis Indonesia Premium merilis artikel penuh optimisme: "Haji Isam's Investment and Salim-Gelael Group's KFC (FAST) on Track to Profit." Di tengah badai reputasi dan tekanan finansial, berita ini seperti secercah cahaya bagi PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola waralaba KFC di Indonesia.
Masuknya Haji Isam melalui PT Shankara Fortuna Nusantara ke anak usaha FAST, PT Jagonya Ayam Indonesia (JAI), disebut sebagai langkah strategis memperkuat rantai pasok.Â
Salim Group dan Gelael Pratama juga terus menyuntikkan modal melalui skema private placement. Harapannya jelas: FAST bisa kembali mencetak laba setelah bertahun-tahun terjerembab dalam kerugian.
Namun, apakah suntikan modal ini cukup untuk mengubah sejarah panjang FAST?
Angka Bicara: Optimisme yang Perlu Diuji
Data keuangan FAST semester I-2025 memang menunjukkan tren positif: kerugian turun dari Rp348,83 miliar menjadi Rp138,75 miliar. Tapi di sisi lain, pendapatan melemah 3,12% YoY, dari Rp2,48 triliun menjadi Rp2,40 triliun, sementara total liabilitas mencapai Rp3,97 triliun dan ekuitas tersisa hanya Rp129,95 miliar.
Dengan kata lain, penurunan kerugian bukan karena pertumbuhan, melainkan efisiensi dan pengurangan biaya. Pemulihan finansial sejati masih jauh dari kata selesai.