3. Campurkan tumisan ke dalam bubur, aduk rata. Â
4. Sajikan hangat dengan taburan teri goreng, bawang goreng, dan daun bawang.
Penutup: Harapan yang Tak Pernah Padam
Meski Bubur Sanpan belum kembali hadir di meja sarapan saya, harapan itu belum padam. Saya percaya, rasa tak pernah benar-benar hilang, ia hanya bersembunyi di dapur yang tak terdokumentasi, di lidah masyarakat yang belum sempat menamai, atau di ingatan koki yang pernah menyajikannya dengan sepenuh hati.
Mungkin suatu hari, di sudut warung kecil di pesisir Bengkulu, atau di dapur rumah yang masih menyimpan tradisi laut, saya akan bertemu kembali dengan bubur itu. Entah dengan nama Sanpan, atau nama lain yang lebih akrab di telinga masyarakat setempat.Â
Yang penting bukan namanya, tapi rasa yang senada rasa yang membawa kembali memori tentang laut, tentang pagi yang hangat, dan tentang jejak rasa yang pernah singgah.
Jika tak ada yang menemukannya, mungkin tugas saya adalah menghidupkannya kembali. Bukan sekadar sebagai resep, tapi sebagai narasi tentang rasa yang layak diarsipkan, tentang kuliner hotelistik yang punya hak untuk dikenang.
Dan, tentang bagaimana satu mangkuk bubur bisa menjadi pengingat bahwa identitas kuliner Indonesia tak hanya hidup di buku, tapi juga di lidah yang tak pernah berhenti mencari.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara & Penjelajah Kuliner Nusantara)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI