Tak banyak lagu yang mampu bertahan dari generasi ke generasi tanpa kehilangan pesonanya.Â
Salah satunya adalah Soleram, sebuah lagu daerah asal Riau yang lembut, sederhana, namun mengandung nasihat mendalam tentang cinta, sopan santun, dan kasih sayang.
Bagi sebagian orang, Soleram hanyalah pengantar tidur biasa. Namun bagi saya, ia adalah bagian dari kenangan masa kecil, warisan lisan yang mengikat lintas generasi dalam pelukan kasih keluarga.Â
Lagu ini bukan sekadar alunan untuk menidurkan, melainkan bisikan penuh makna yang tumbuh bersama ingatan masa kanak-kanak saya.
Kenangan yang Melekat
Saya masih ingat betul, ketika kecil, nenek saya kerap menyanyikan Soleram saat menimang adik-adik dan sepupu-sepupu saya.Â
Suaranya lembut, tidak keras, tetapi cukup untuk membuat kami terbuai. Ada kelembutan dalam setiap nadanya, seolah doa yang dilantunkan penuh kasih dari hati yang tulus.
Saat saya beranjak remaja, pemandangan serupa saya dapati dari ibu saya. Dengan penuh kesabaran, beliau mendendangkan Soleram untuk cucu-cucunya, sambil memangku dan mengusap kepala mereka hingga tertidur pulas.
Waktu pun berputar. Ketika saya menjadi orangtua, giliran saya yang mewarisi kebiasaan itu. Saya sering menyanyikan Soleram untuk anak-anak saya, terutama ketika mereka masih balita.Â
Di samping lagu Nina Bobok, kadang saya mengganti kata "Nina" dengan nama anak saya agar terasa lebih personal dan hangat.Â
Senyum kecil di wajah mereka sebelum tertidur adalah hadiah tak ternilai, dan lagu-lagu itu menjadi pengikat batin antara generasi.
Kini, setiap kali saya mendengar atau sekadar mengingat alunan Soleram, hati saya seolah dibawa kembali ke ruang sederhana penuh cinta kasih, tempat nenek dan ibu menanamkan kelembutan melalui syair-syair sederhana.