Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Muslim Indonesia Lebih Rajin Salat daripada Muslim Turki

21 Agustus 2025   07:23 Diperbarui: 21 Agustus 2025   07:23 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Akan tetapi sejak reformasi sekular oleh Mustafa Kemal Atatrk, wajah Turki berubah drastis. Islam dipisahkan dari negara. Aksara Arab diganti Latin. Azan sempat diterjemahkan ke bahasa Turki. Bahkan mengenakan jilbab di institusi publik sempat dilarang.

Transformasi ini bukan sekadar kebijakan, tapi rekayasa identitas nasional. Islam yang dulunya menjadi ruh kekuasaan, direduksi menjadi ekspresi privat. 

Generasi muda Turki tumbuh dalam sistem pendidikan yang menekankan rasionalisme dan nasionalisme, bukan spiritualitas. Maka tak heran jika praktik salat harian menurun drastis, meski simbol-simbol Islam tetap berdiri megah.

Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Indonesia, sebaliknya, menerima Islam bukan melalui penaklukan, tapi melalui dakwah yang lembut. Ia berbaur dengan tradisi lokal, membentuk ekspresi keislaman yang membumi. 

Salat lima waktu bukan hanya ritual, tapi bagian dari ritme sosial. Di warung kopi, di kantor pemerintahan, di desa terpencil, bahkan di pusat kota, salat menjadi bagian dari kehidupan harian.

Lebih menarik lagi, Indonesia tidak memiliki sistem negara Islam. Tapi justru dalam ruang demokrasi dan pluralisme, praktik keagamaan tumbuh subur. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa spiritualitas tidak selalu bergantung pada sistem politik atau warisan sejarah, melainkan pada kesadaran kolektif dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Salat lima waktu adalah ibadah yang sunyi. Ia tidak spektakuler. Tidak viral. Tidak bisa dipamerkan. Justru karena itu, ia menjadi indikator paling jujur dari kedalaman spiritual seseorang. 

Dan, ketika mayoritas Muslim Indonesia melakukannya secara konsisten, itu menunjukkan bahwa ada ruh keimanan yang hidup di tengah masyarakat, meski sering tak terlihat oleh sorotan media.

Di Indonesia, salat bukan hanya urusan pribadi dengan Tuhan. Ia menjadi penanda sosial, bahkan identitas komunitas. Di banyak lingkungan, tidak salat bisa menimbulkan rasa malu atau pertanyaan dari tetangga. 

Mushola dan masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi juga ruang sosial, tempat anak-anak belajar, ibu-ibu berkumpul, dan masyarakat berdialog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun