Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Data BPS Dibawa CELIOS ke PBB

9 Agustus 2025   21:23 Diperbarui: 9 Agustus 2025   21:23 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Bayang-bayang Gugatan Internasional atas Angka Pertumbuhan Ekonomi 5,12%

Preseden berbahaya: dari kritik dalam negeri menjadi potensi badai gugatan internasional atas data ekonomi Indonesia

Semuanya bermula dari sebuah angka: 5,12%.
Di atas kertas, angka ini terdengar indah --- bak kabar gembira bahwa roda ekonomi Indonesia berputar kencang di tengah gejolak global. 

Namun, bagi sebagian kalangan, justru di situlah masalahnya. Terlalu rapi, terlalu optimis, terlalu jauh dari denyut yang terasa di pasar, di warung kopi, di pabrik, bahkan di dapur rumah tangga.

Kemudian, langkah tak biasa terjadi. CELIOS --- sebuah lembaga riset ekonomi nasional --- memutuskan untuk mengadukan Badan Pusat Statistik (BPS) ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka meminta audit resmi atas angka pertumbuhan ekonomi tersebut. 

Langkah ini jarang, berani, dan sarat risiko. Bukan hanya kritik di media sosial atau debat di seminar, tetapi membawa persoalan ke forum global yang memegang standar integritas statistik dunia.

Bayangkan jika preseden ini diikuti oleh pihak lain. Lembaga riset, asosiasi industri, LSM internasional, atau bahkan koalisi akademisi bisa saja melakukan hal serupa. Aduan demi aduan dapat mengalir ke PBB (United Nations), IMF, World Bank, atau OECD, mengundang sorotan tajam terhadap kredibilitas data ekonomi Indonesia. 

Yang dipertaruhkan bukan sekadar angka, melainkan reputasi negara, kepercayaan investor, dan arah kebijakan publik.

Seperti yang diulas oleh Pak Dr. Amidi dalam artikelnya "Mengapa Publikasi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 BPS Diragukan?", serta artikel saya sebelumnya, masalah ini tidak sesederhana perbedaan tafsir statistik. 

Ini tentang sinkronisasi antara data dan realitas: kontraksi Purchasing Managers' Index (PMI), konsumsi rumah tangga yang melemah, dan stagnasi sektor manufaktur.

Risikonya jelas: jika pemerintah terlalu percaya pada angka PDB, mereka bisa menunda stimulus untuk UMKM, pekerja sektor informal, atau program bantuan sosial yang sebenarnya sangat mendesak. 

Kebijakan berbasis data yang tidak akurat adalah seperti kapal yang berlayar dengan peta palsu --- indah di atas kertas, tetapi menyesatkan di laut lepas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun