Buku yang viral, dibicarakan banyak orang, atau ditulis oleh figur publik cenderung lebih cepat terjual---tak peduli harganya. Sebaliknya, buku berkualitas dari penulis independen bisa saja tak dilirik meski diobral.
Popularitas sering menjadi "lampu sorot" yang memandu pembeli, meski kualitas seharusnya tetap menjadi penentu utama.
4. Minat Baca yang Memang Rendah
Kita hidup di tengah masyarakat yang lebih suka scrolling di ponsel daripada flipping pages di buku. Literasi menjadi persoalan budaya, bukan semata soal harga.
Di banyak rumah, rak buku kini lebih sering diisi dengan pajangan dan aksesori daripada deretan bacaan yang dibuka setiap hari.
Lalu Apa?
Bukan harga, tapi kesadaran dan kecintaan pada membaca yang menentukan. Buku bisa saja murah, bahkan gratis. Tapi jika minat membaca belum tumbuh, maka buku hanya akan jadi dekorasi, bukan jendela ilmu.
Maka tantangan kita sebagai penulis bukan sekadar menjual buku, tapi menyemai minat baca, membangun kelekatan emosional lewat tulisan, dan hadir bukan hanya sebagai penjual ide---tapi sebagai penutur makna.
Memegang Buku Saja Enggan, Apalagi Membacanya...
Di era digital seperti sekarang, kita menghadapi realitas yang tak mudah diterima oleh para pencinta buku. Bukan hanya minat membaca yang menurun. Minat sekadar menyentuh atau memegang buku pun mulai luntur.
Kini, segala sesuatu ada di layar: berita, cerpen, novel, bahkan buku pelajaran. Anak-anak dan remaja lebih akrab dengan scroll, swipe, dan tap daripada membuka halaman satu per satu. Masyarakat kita makin jauh dari aroma khas kertas cetak, dari desiran lembut saat membalik halaman, dari kebiasaan menandai paragraf penting dengan stabilo.
Mereka lebih memilih konten pendek, cepat, dan visual. Video berdurasi 30 detik lebih disukai daripada bab pembuka sebuah buku. Bahkan tak sedikit yang mengaku belum pernah membaca satu buku pun dalam setahun terakhir.
Maka jangan heran jika buku-buku di pameran tetap tertumpuk walau sudah diobral murah. Karena bukan hanya soal harga, tapi soal keterputusan dengan dunia membaca.
Mungkin, Sudah Saatnya...
"Mungkin sudah saatnya kita tak hanya menjual buku, tapi juga 'menjual' pengalaman membaca. Mengemas kembali literasi dalam format yang akrab, menyentuh, dan relevan di tengah dunia yang makin digital."