Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Transaksi di Pameran Buku; Bukan Soal Harga, tapi Soal Hati

8 Agustus 2025   21:09 Diperbarui: 9 Agustus 2025   08:28 2198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sebuah Pameran Buku Murah, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Buku yang viral, dibicarakan banyak orang, atau ditulis oleh figur publik cenderung lebih cepat terjual---tak peduli harganya. Sebaliknya, buku berkualitas dari penulis independen bisa saja tak dilirik meski diobral.

Popularitas sering menjadi "lampu sorot" yang memandu pembeli, meski kualitas seharusnya tetap menjadi penentu utama.

4. Minat Baca yang Memang Rendah

Kita hidup di tengah masyarakat yang lebih suka scrolling di ponsel daripada flipping pages di buku. Literasi menjadi persoalan budaya, bukan semata soal harga.
Di banyak rumah, rak buku kini lebih sering diisi dengan pajangan dan aksesori daripada deretan bacaan yang dibuka setiap hari.

Lalu Apa?

Bukan harga, tapi kesadaran dan kecintaan pada membaca yang menentukan. Buku bisa saja murah, bahkan gratis. Tapi jika minat membaca belum tumbuh, maka buku hanya akan jadi dekorasi, bukan jendela ilmu.

Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Maka tantangan kita sebagai penulis bukan sekadar menjual buku, tapi menyemai minat baca, membangun kelekatan emosional lewat tulisan, dan hadir bukan hanya sebagai penjual ide---tapi sebagai penutur makna.

Memegang Buku Saja Enggan, Apalagi Membacanya...

Di era digital seperti sekarang, kita menghadapi realitas yang tak mudah diterima oleh para pencinta buku. Bukan hanya minat membaca yang menurun. Minat sekadar menyentuh atau memegang buku pun mulai luntur.

Kini, segala sesuatu ada di layar: berita, cerpen, novel, bahkan buku pelajaran. Anak-anak dan remaja lebih akrab dengan scroll, swipe, dan tap daripada membuka halaman satu per satu. Masyarakat kita makin jauh dari aroma khas kertas cetak, dari desiran lembut saat membalik halaman, dari kebiasaan menandai paragraf penting dengan stabilo.

Mereka lebih memilih konten pendek, cepat, dan visual. Video berdurasi 30 detik lebih disukai daripada bab pembuka sebuah buku. Bahkan tak sedikit yang mengaku belum pernah membaca satu buku pun dalam setahun terakhir.

Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan ChatGPT.OpenAI 
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan ChatGPT.OpenAI 

Maka jangan heran jika buku-buku di pameran tetap tertumpuk walau sudah diobral murah. Karena bukan hanya soal harga, tapi soal keterputusan dengan dunia membaca.

Mungkin, Sudah Saatnya...

"Mungkin sudah saatnya kita tak hanya menjual buku, tapi juga 'menjual' pengalaman membaca. Mengemas kembali literasi dalam format yang akrab, menyentuh, dan relevan di tengah dunia yang makin digital."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun