Side B yang Membalik Waktu
Saya tertegun beberapa detik ketika menggulir media sosial dan menemukan sesuatu yang terasa begitu familiar sekaligus asing: sebuah kaset audio dengan tulisan tangan bertinta emas --- My Girl Side B.Â
Bukan kaset lawas dari gudang masa kecil, melainkan rilisan baru dari Nanon Korapat, aktor dan penyanyi muda berbakat asal Thailand. Saya pun tergerak mengeklik video yang memperdengarkan lagu dari kaset itu. Suaranya tak sebening Spotify, tapi justru di situlah letak keajaibannya.Â
Ada desis tipis, ada kehangatan analog yang tak tergantikan. Saya seperti dibawa kembali ke era di mana cinta dikemas dalam mixtape, dan pesan tersembunyi terselip di balik Side B.
Kaset dan Kenangan: Antara Pita Magnetik dan Potongan Hidup
Generasi saya tumbuh bersama suara kaset. Di akhir 70-an hingga 80-an, saya masih menenteng tape recorder besar dengan satu tangan, baterai besar di dalamnya membuat bobotnya seperti membawa radio pemancar.Â
Lalu muncul era boombox stereo: makin besar, makin keren --- karena bisa dipamerkan di lapangan saat kongko atau piknik.Â
Awal 90-an, walkman hadir seperti revolusi. Ukurannya kecil, bisa dikempit di pinggang atau diselipkan di tas kecil. Musik menjadi pribadi, seperti rahasia yang hanya kita dan earphone yang tahu.
Kemudian datang CD, lalu MP3, lalu iPod --- dan akhirnya segalanya menyatu dalam gawai di genggaman.Â
Musik menjadi begitu mudah diakses, tapi perlahan juga kehilangan ritualnya. Tidak lagi ada momen memutar ulang kaset pakai pensil, atau merekam pesan suara di ujung lagu untuk kekasih yang tak berani kita telepon langsung.
Kaset: Dari Kamar Masa Lalu ke Etalase Masa Kini
Siapa sangka, di tengah laju dunia digital yang nyaris tanpa jeda, kaset --- media yang sempat ditinggalkan --- kembali mencuri perhatian.Â
Nanon bukan satu-satunya. Ia justru mengikuti jejak beberapa musisi dunia yang telah lebih dulu memanfaatkan kaset bukan hanya sebagai medium nostalgia, melainkan sebagai bagian dari estetika artistik dan strategi komunikasi yang intim.
Taylor Swift, misalnya, merilis Folklore, Evermore, hingga Midnights dalam versi kaset berwarna. Olivia Rodrigo menyapa para Gen Z dengan album Guts dalam balutan pita magnetik, dan Billie Eilish menghadirkan suara gelapnya dalam format yang dulu digunakan oleh generasi orang tua para penggemarnya.Â
Bahkan musisi indie seperti Arctic Monkeys dan The 1975 rutin menyelipkan versi kaset dalam katalog album terbarunya.
Kenapa Kaset Kembali?
Kembalinya kaset bukan sekadar gimmick retro. Ada beberapa faktor yang membuatnya relevan kembali di era sekarang:
Sensasi Tak Tergantikan
Audio kaset memberikan pengalaman mendengarkan yang lebih "hangat" dan nyata. Sedikit noise atau desis justru memberi karakter, seperti aroma buku tua yang menghidupkan kenangan.Fisik dan Personal
Di era streaming yang serba instan dan tak berbekas, kaset menawarkan sesuatu yang bisa disentuh, disimpan, dan diwariskan. Ia bukan hanya media, tapi juga memorabilia.Eksklusivitas dan Kolektibilitas
Artis seperti Nanon dan Taylor Swift merilis kaset sebagai edisi terbatas, menjadikannya bagian dari strategi pemasaran berbasis kelangkaan dan kedekatan emosional.Estetika Visual dan Cerita Personal
Kaset membawa nilai sentimental. Ketika seorang artis menulis "Side B" --- seolah itu adalah sisi tersembunyi yang ingin dibagikan secara khusus --- kita tidak hanya mendengar lagu, tapi ikut masuk ke ruang pribadinya.
Dari Konsumsi ke Koneksi
Nanon Korapat melalui My Girl Side B tidak hanya merilis lagu, tapi juga menghadirkan pengalaman. Di YouTube, saya melihat penggemarnya memutar lagu dari walkman dengan ekspresi haru. Tidak ada fitur "skip". Tidak ada shuffle.Â
Hanya satu cara menikmati: mendengarkan dari awal hingga akhir, seperti membaca surat dari orang yang dicinta. Di situ musik menjadi lebih dari sekadar hiburan --- ia menjadi ritual.
Dan bagi saya pribadi, ini bukan sekadar kaset baru. Ini seperti undangan nostalgia dari masa muda yang kembali hadir dalam versi baru, lebih manis, lebih jujur. Side B bukan lagi hanya sisi pelengkap, tapi sisi yang menyimpan cerita sebenarnya.
Penutup: Masa Depan yang Menghidupkan Masa Lalu
Apakah kaset akan kembali menjadi format utama? Mungkin tidak. Tapi bukan itu intinya. Kembalinya kaset adalah simbol perlawanan terhadap kecepatan, terhadap keterputusan emosional di era streaming.Â
Ia membawa serta harapan akan koneksi yang lebih intim antara pencipta dan pendengar.
Saya tak pernah menyangka bahwa sebuah kaset bisa membuat saya begitu terhubung --- bukan hanya dengan musik Nanon, tapi juga dengan versi muda dari diri saya sendiri yang dulu pernah merekam suara hati ke dalam pita, berharap seseorang akan memutarnya dan mengerti.
Dan kini, di era digital, Side B kembali berbicara.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI