Nanon bukan satu-satunya. Ia justru mengikuti jejak beberapa musisi dunia yang telah lebih dulu memanfaatkan kaset bukan hanya sebagai medium nostalgia, melainkan sebagai bagian dari estetika artistik dan strategi komunikasi yang intim.
Taylor Swift, misalnya, merilis Folklore, Evermore, hingga Midnights dalam versi kaset berwarna. Olivia Rodrigo menyapa para Gen Z dengan album Guts dalam balutan pita magnetik, dan Billie Eilish menghadirkan suara gelapnya dalam format yang dulu digunakan oleh generasi orang tua para penggemarnya.Â
Bahkan musisi indie seperti Arctic Monkeys dan The 1975 rutin menyelipkan versi kaset dalam katalog album terbarunya.
Kenapa Kaset Kembali?
Kembalinya kaset bukan sekadar gimmick retro. Ada beberapa faktor yang membuatnya relevan kembali di era sekarang:
Sensasi Tak Tergantikan
Audio kaset memberikan pengalaman mendengarkan yang lebih "hangat" dan nyata. Sedikit noise atau desis justru memberi karakter, seperti aroma buku tua yang menghidupkan kenangan.Fisik dan Personal
Di era streaming yang serba instan dan tak berbekas, kaset menawarkan sesuatu yang bisa disentuh, disimpan, dan diwariskan. Ia bukan hanya media, tapi juga memorabilia.Eksklusivitas dan Kolektibilitas
Artis seperti Nanon dan Taylor Swift merilis kaset sebagai edisi terbatas, menjadikannya bagian dari strategi pemasaran berbasis kelangkaan dan kedekatan emosional.Estetika Visual dan Cerita Personal
Kaset membawa nilai sentimental. Ketika seorang artis menulis "Side B" --- seolah itu adalah sisi tersembunyi yang ingin dibagikan secara khusus --- kita tidak hanya mendengar lagu, tapi ikut masuk ke ruang pribadinya.
Dari Konsumsi ke Koneksi