Setelah sempat membuat pasar keuangan gempar karena trading halt pada Selasa, 8 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup melemah pada perdagangan Rabu, 9 April 2025.Â
Penurunan IHSG yang mencapai 9,19% kemarin memang sempat pulih sebagian, tetapi hari ini tekanan jual kembali mendominasi. IHSG ditutup melemah 0,47% ke level 5.967, menandai bahwa guncangan belum benar-benar reda.Â
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih belum menunjukkan tanda-tanda penguatan, bertahan di kisaran Rp17.000 per dolar.
Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa pasar tidak sepenuhnya percaya pada narasi bahwa ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi badai eksternal.Â
Kenyataannya, tekanan eksternal seperti kebijakan tarif baru Presiden Donald Trump terhadap sejumlah produk asal Indonesia, ditambah sentimen negatif pasca-libur panjang Lebaran, telah memicu reaksi berantai yang nyata di pasar.
Trading Halt dan Kejutannya
Kejadian trading halt yang terjadi pada sesi pertama perdagangan Selasa lalu merupakan alarm keras bahwa sentimen global bisa membalik pasar dalam sekejap. Dalam 30 menit pertama perdagangan, IHSG langsung amblas lebih dari 8%, sehingga Bursa Efek Indonesia harus menghentikan perdagangan sementara selama 30 menit sesuai regulasi.Â
Kapitalisasi pasar menyusut drastis, dan mayoritas saham mengalami tekanan jual tajam. Ini menunjukkan betapa rentannya pasar terhadap faktor eksternal, bahkan ketika indikator makro dalam negeri sebelumnya diklaim stabil.
Rupiah Melemah dan Imbasnya
Nilai tukar rupiah yang masih tertahan di atas Rp17.000 per dolar AS menambah tekanan pada pasar modal dan ekonomi riil.Â
Melemahnya rupiah berarti naiknya biaya impor, berpotensi mendorong inflasi dan memperberat beban pelaku usaha, khususnya sektor yang tergantung bahan baku impor. Ini juga bisa memperlemah daya beli masyarakat dalam jangka menengah.
Efek Domino yang Tak Terhindarkan
Kebijakan tarif Trump bukan hanya soal angka perdagangan, tapi menyangkut kepercayaan investor global terhadap prospek Indonesia. Ketika ekspektasi terhadap ketahanan ekonomi nasional tidak sesuai kenyataan pasar, maka reaksi yang muncul adalah capital outflow, koreksi harga saham, serta tekanan pada kurs.