Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Dolar Menembus Rp17.000; Saatnya Pemerintah Bicara

7 April 2025   12:17 Diperbarui: 7 April 2025   18:59 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Di tengah masih riuhnya suasana Lebaran, sebuah kabar tak kalah menggetarkan datang dari pasar keuangan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat resmi menembus angka psikologis Rp17.000 per dolar. 

Angka ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal serius tentang kondisi ekonomi global dan domestik yang sedang tidak baik-baik saja.

Ironisnya, saat negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia mulai menunjukkan langkah konkret dan menyampaikan pernyataan resmi untuk meredam gejolak pasar, pemerintah Indonesia justru tampak sunyi senyap. 

Tidak ada pernyataan keras dari otoritas fiskal maupun moneter. Tidak ada sinyal intervensi. Tidak ada narasi yang dapat menenangkan publik.

Padahal, ini bukan waktu yang tepat untuk diam.

Pukulan Ganda: Dolar Naik, Minyak Anjlok

Pelemahan rupiah tidak berdiri sendiri. Dunia tengah dilanda gejolak ekonomi yang berasal dari tiga arah sekaligus:

  1. Tarif Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang impor dari berbagai negara, termasuk China.
  2. Tarif balasan dari China terhadap produk AS yang memperkeruh ketegangan perdagangan.
  3. Keputusan OPEC+ untuk tetap menahan produksi justru tidak direspons pasar seperti yang diharapkan, sehingga harga minyak mentah (WTI dan Brent) justru terus menurun.

Per awal April 2025, harga minyak Brent turun ke bawah USD 80 per barel, dari sebelumnya bertahan di kisaran USD 86--88. Bahkan West Texas Intermediate (WTI) sempat menyentuh level di bawah USD 75 per barel. Penurunan ini terjadi dalam waktu relatif singkat, membuat pasar energi global terguncang.

Meskipun ini bisa menguntungkan dari sisi biaya impor energi, bagi Indonesia justru menjadi ironi. Sebagai negara produsen dan konsumen minyak, penurunan harga minyak berarti berkurangnya penerimaan negara dari sektor migas dan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.

Pasar Saham Terancam Anjlok

Setelah libur panjang Lebaran, bursa saham Indonesia (IHSG) bersiap menghadapi gelombang tekanan:

  • Investor asing kemungkinan akan menarik dananya lebih lanjut.
  • Sektor-sektor sensitif seperti energi, keuangan, dan properti diprediksi terdampak langsung.
  • Minimnya sinyal dari pemerintah bisa memperburuk sentimen pasar.

Ketidakpastian global ditambah ketidakhadiran narasi penenang dari otoritas berisiko memicu koreksi tajam pada hari-hari awal perdagangan pasca-liburan.

Mengapa Pemerintah Harus Bicara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun