Ada puluhan pedagang yang menjajakan berbagai menu seperti gohu, nasi kebuli, es buah, gorengan, dan minuman segar dengan harga terjangkau mulai dari Rp15 ribu. Suasana sore di Pantai Falajawa begitu meriah, penuh kehangatan dan kebersamaan menunggu suara adzan maghrib berkumandang, menandakan waktu berbuka telah tiba.
Berbuka puasa di Ternate tak lengkap tanpa mencicipi kuliner khasnya. Ikan Asap Cakalang menjadi pilihan pertama saya. Aroma ikan cakalang segar yang diasap begitu menggoda, apalagi saat dipadukan dengan sambal dabu-dabu yang pedas dan segar. Tak lupa nasi panas yang menyertainya membuat hidangan ini semakin nikmat.
Selanjutnya, saya mencoba Popeda, makanan berbahan dasar sagu dengan tekstur kenyal dan lembut. Menyantap Popeda dengan kuah ikan yang kaya rempah adalah pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Keunikan rasa dan cara makannya membuat saya merasa terhubung dengan tradisi masyarakat Maluku yang kaya budaya.
Sebagai penutup, saya memesan Air Guraka, minuman hangat yang terbuat dari jahe dan gula merah, disajikan dengan taburan kacang kenari di atasnya. Sensasi manis dan pedas dari minuman ini memberikan kehangatan di tengah malam yang sejuk, menjadi pelengkap sempurna setelah seharian menjelajahi keindahan Ternate.
Selain memesan Air Guraka, saya juga mencicipi Jus Gandaria yang segar dari buah gandaria asli yang banyak tumbuh di Kepulauan Maluku. Rasa manis-asamnya yang khas memberikan sensasi kesegaran yang tak terlupakan.
Paginya sebelum kembali ke Jakarta, kami menyempatkan diri setelah sahur di hotel shalat subuh di Masjid Sultan Ternate (Sigi Lamo), yang dikenal sebagai Sigi Lamo. Masjid ini didirikan pada abad ke-15 oleh Sultan Zainal Abidin sebagai tempat ibadah utama bagi masyarakat Ternate. Arsitekturnya yang unik mencerminkan perpaduan budaya Islam dan lokal, menjadikannya sebagai salah satu ikon penting di pulau ini.
Saat memasuki area masjid, saya merasakan ketenangan yang menyelimuti tempat ini. Masjid ini memiliki aturan unik yang membedakannya dari masjid lainnya. Saya melihat bahwa setiap pria wajib mengenakan celana panjang dan penutup kepala. Dalam hati saya bertanya-tanya, mengapa begitu ketat?
Imam masjid menjelaskan bahwa semua aturan ini berakar dari petuah leluhur, yang berusaha menjaga kesucian tempat ibadah. Sebagai seorang pengunjung, saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari tradisi ini, meskipun saya harus menghormati larangan bagi perempuan untuk beribadah di sini demi menjaga kekhusyukan.
Perjalanan ini bukan sekadar wisata, tetapi juga sebuah pelajaran sejarah dan budaya yang memperkaya jiwa. Ternate, dengan benteng-benteng bersejarah dan kuliner khasnya, adalah destinasi yang wajib dikunjungi, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah ini.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI