Bulan Ramadan selalu menghadirkan kisah-kisah unik yang menghangatkan hati. Dari tahun ke tahun, dua fenomena yang meramaikan suasana puasa di Indonesia adalah War Takjil dan Berbagi Takjil.
Meski sama-sama berpusat pada makanan khas berbuka, keduanya menyimpan makna dan semangat yang berbeda.
War Takjil: Antusiasme yang Jadi Hiburan
War Takjil adalah istilah yang ramai di media sosial untuk menggambarkan "perang" dalam membeli takjil menjelang berbuka puasa. Sebutan "war" muncul karena pembeli sering kali harus berjuang mendapatkan takjil favorit di tengah antrean panjang dan stok yang cepat habis.
Fenomena ini makin menarik ketika pembeli tak hanya datang dari mereka yang berpuasa, tapi juga masyarakat Non-Muslim yang ingin ikut menikmati sajian khas Ramadan.
Tak jarang, konten kreator dan influencer pun ikut memeriahkan War Takjil. Ada yang menyamar menjadi Muslim agar tak dibelakangkan oleh penjual, ada juga yang membuat video perjuangan mereka mendapatkan takjil favorit. Lucu? Iya. Menghibur? Banget.
Akan tetapi, di balik kelucuannya, ada ironi ketika mereka yang berpuasa justru tak kebagian takjil karena sudah ludes diborong. Padahal, tujuan awal penjual takjil adalah menyediakan hidangan berbuka bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa.
Kini, mereka yang berpuasa sering kali harus gigit jari karena takjil favorit mereka habis lebih awal, dibeli oleh mereka yang tidak berpuasa, baik Muslim maupun Non-Muslim. Fenomena ini memunculkan pertanyaan: apakah semangat Ramadan tetap terjaga jika esensinya, yakni mendahulukan mereka yang berpuasa, justru terpinggirkan?
Berbagi Takjil: Spirit Ramadan yang Menghangatkan
Di sisi lain, ada tradisi Berbagi Takjil yang tak kalah menarik dan lebih sarat makna. Berawal dari semangat berbagi, masyarakat, komunitas, dan individu berlomba membagikan takjil gratis menjelang waktu berbuka.
Tradisi Berbagi Takjil ini benar-benar salah satu wajah indah toleransi dan semangat kebersamaan di Indonesia. Kalau War Takjil menggambarkan antusiasme dalam menikmati suasana Ramadan, Berbagi Takjil justru menunjukkan esensi Ramadan yang sesungguhnya: berbagi dan peduli terhadap sesama.
Yang bikin tradisi ini makin spesial adalah keterlibatan masyarakat lintas agama. Kita sering lihat komunitas Kristen, Hindu, Budha, bahkan kelompok lintas iman, ikut turun ke jalan membagikan takjil. Ini bukan cuma soal makanan, tapi simbol dukungan dan solidaritas.
Ada juga yang membuat kegiatan ini lebih kreatif dan bermakna:
- Takjil on the road --- membagikan takjil di jalan untuk pengendara yang terjebak macet menjelang berbuka.
- Berbagi di panti asuhan atau pesantren --- berbagi takjil sambil mengadakan buka bersama.
- Inisiatif individu --- kadang ada yang membagikan takjil di depan rumah atau kantor, mengajak tetangga dan rekan kerja ikut berpartisipasi.
Tradisi ini juga mengingatkan kita bahwa Ramadan bukan hanya tentang puasa, tapi juga tentang mempererat hubungan sosial dan menanamkan nilai-nilai toleransi. Mungkin tradisi ini bisa terus dikembangkan jadi gerakan nasional yang lebih terorganisir, atau bahkan dijadikan agenda rutin lintas komunitas.
Dua Sisi Ramadan, Satu Semangat Kebaikan
Meski terkesan berlawanan, War Takjil dan Berbagi Takjil sama-sama menjadi bagian dari dinamika Ramadan di Indonesia. War Takjil menunjukkan antusiasme dan semaraknya suasana puasa, sementara Berbagi Takjil mengingatkan kita pada esensi Ramadan: berbagi, peduli, dan mempererat hubungan sosial.
Namun, akan lebih indah jika antusiasme dalam berburu takjil bisa diimbangi dengan semangat berbagi.
Kita bisa mengajak influencer dan kreator konten untuk mengemas pesan ini dengan cara yang kreatif dan menghibur. Misalnya, membuat tantangan "Berbagi Takjil Challenge" atau konten inspiratif tentang mereka yang mendahulukan kepentingan orang lain.
Penutup: Ramadan, Momentum Toleransi dan Kepedulian
Fenomena War Takjil dan Berbagi Takjil adalah cerminan keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Keduanya menunjukkan bagaimana Ramadan menjadi momen yang dinantikan dan diramaikan oleh semua kalangan.
Namun demikian, jangan sampai keseruan berburu takjil membuat kita lupa pada mereka yang berpuasa dan membutuhkan.
Jadi, kenapa harus memilih salah satu? Mari kita jadikan Ramadan ini lebih bermakna dengan menyeimbangkan semangat berburu dan semangat berbagi.
Karena pada akhirnya, kemenangan sejati di bulan Ramadan bukan hanya soal mendapatkan takjil favorit, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberi dan menyebarkan kebaikan.
Siapa takut berbagi? Yuk, kita mulai dari sekarang!
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI