Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap dapat mengganggu layanan publik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Beberapa kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengalami pemotongan anggaran lebih dari 70% dan 50%, yang berpotensi menyebabkan pembatalan proyek infrastruktur dan penurunan investasi.
Bukan Sekadar Kurang Cinta Tanah Air
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyebut bahwa tren #KaburAjaDulu menandakan kurangnya rasa patriotisme dan cinta terhadap tanah air. Menurutnya, jika seseorang menghadapi masalah di negerinya, solusinya bukanlah melarikan diri, melainkan berjuang bersama untuk menyelesaikannya.Â
Namun, benarkah demikian? Atau justru fenomena ini menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa ada masalah serius yang perlu segera diperbaiki?
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan justru menanggapi fenomena ini dengan santai. Menurutnya, masyarakat bebas menentukan pilihannya, bahkan menyarankan agar mereka yang telah pergi tidak kembali lagi ke Indonesia.
Di sisi lain, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Najamudin menegaskan bahwa pemuda Indonesia tidak memiliki DNA gampang menyerah. Baginya, tagar ini lebih kepada ajakan untuk mencari pengalaman dan berkarier di luar negeri, bukan sekadar pelarian.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menekankan bahwa pemerintah tidak pernah melarang warganya merantau. Namun, ia mengingatkan agar masyarakat menaati prosedur yang berlaku di negara tujuan agar tidak menjadi pendatang ilegal.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menganggap tren ini sebagai tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang layak di dalam negeri. Ia juga menegaskan bahwa bekerja di luar negeri seharusnya menjadi ajang peningkatan keterampilan sebelum kembali membangun negeri sendiri.
Dari perspektif demografi, Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono menyatakan bahwa tren #KaburAjaDulu tidak akan berdampak signifikan pada penurunan populasi nasional. Ia melihat fenomena ini lebih sebagai luapan emosi sesaat daripada sebuah gerakan nyata dalam jumlah besar. (Sumber: Tempo, 18 Februari 2025)Â
Mengapa Banyak yang Ingin Pergi?
Ada beberapa faktor utama yang mendorong orang untuk mempertimbangkan tinggal di luar negeri:
- Peluang Ekonomi yang Lebih Baik: Gaji dan fasilitas kerja di luar negeri sering kali lebih menarik dibandingkan di Indonesia. Banyak profesional berbakat memilih bekerja di luar negeri karena merasa lebih dihargai secara finansial dan profesional.
- Ketidakpastian Politik dan Hukum:Â Perubahan kebijakan yang tiba-tiba, lemahnya penegakan hukum, serta ketidakstabilan politik menjadi faktor yang membuat banyak orang berpikir bahwa masa depan mereka lebih aman di luar negeri.
- Sistem Pendidikan dan Kesehatan yang Masih Tertinggal: Banyak keluarga memilih pindah demi mendapatkan akses pendidikan dan layanan kesehatan yang lebih berkualitas.
- Birokrasi yang Rumit dan Kurangnya Inovasi: Iklim usaha di Indonesia masih diwarnai birokrasi berbelit dan ketidakpastian regulasi. Hal ini membuat banyak pebisnis dan profesional merasa lebih mudah berkembang di negara lain.