Mohon tunggu...
Merie Barus
Merie Barus Mohon Tunggu... Mengajar

Dosen Bahasa Indonesia yang juga aktif mengajar di sekolah swasta

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

TDK-4: Di Bawah Pohon Sumpah

13 September 2025   09:57 Diperbarui: 13 September 2025   09:57 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pohon Sumpah."

Dua kata itu menggantung di udara yang remang, terasa lebih dingin dari embusan angin malam. Semua sisa keberanian yang kupupuk selama ritual tadi seakan menguap, digantikan oleh rasa takut yang primal. Rasa takut yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui cerita-cerita pengantar tidur yang kelam.

"Tempat orang membuang sial..." ulangku, lebih seperti bisikan pada diri sendiri. "Apa maksudnya, Nde?"

Ibu menarik napas dalam-dalam, matanya menerawang. 

"Dulu, kalau ada orang yang merasa hidupnya terus-menerus sial, sakit-sakitan, atau merasa diikuti roh jahat, mereka akan datang ke pohon itu. Mereka membawa persembahan kecil, lalu 'memindahkan' kesialan mereka ke sana. Makanya, tempat itu energinya berat. Bukan tempat yang baik untuk roh yang tersesat seperti Tima."

Aku terdiam, mencerna kengerian dari informasi itu. Jadi, Tima tidak hanya terjebak di dasar jurang, ia terjebak di sebuah "terminal" energi negatif, dikelilingi arwah-arwah buangan. Dan petunjuknya mengarah tepat ke jantung kegelapan itu.

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Setiap kali aku memejamkan mata, aku melihat pohon raksasa dengan akar-akar yang menjalar seperti jari-jemari keriput, siap mencengkeram siapa saja yang mendekat.

Pagi datang membawa serta beban tanggung jawab. Kabut tipis masih menyelimuti kampung, tapi kami tidak bisa menunda lagi. Setelah berdebat singkat, kami sepakat. Kebenaran, sepahit apa pun, harus disampaikan. Aku, ditemani Ibu dan Bapak, berjalan menuju rumah Kepala Desa.

Pak Ginting, Kepala Desa kami, adalah orang yang agamais. Ia mendengarkan penjelasanku dengan saksama, dahinya berkerut dalam. Aku menceritakan semuanya, kecuali bagian ritual. Aku hanya berkata bahwa aku mendapat petunjuk ini dari "firasat kuat" setelah mengunjungi ibu Tima.

"Pohon Sumpah, katamu?" ujarnya skeptis. 

"Daerah di bawah Titi Dorek itu medannya sulit. Curam, licin. Terlalu berbahaya untuk menurunkan orang banyak hanya karena firasat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun