Mohon tunggu...
mentas maning
mentas maning Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengenang 212 ala Wiero Sableng

18 Agustus 2018   17:37 Diperbarui: 18 Agustus 2018   18:05 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Matahari berada di titik tertingginya tanda saat itu tengah hari tepat. Angin dari barat bertiup keras, menggoyang dan melambai-lambaikan segala daun-daun pepohonan hingga menimbulkan suara gemerisik yang keras. Pendekar 212 Wiro Sableng berdiri di satu pedataran tinggi. Tak diperdulikannya keterikan sinar matahari. Tak diacuhkannya butir-butir keringat yang turun mendekati alis matanya yang tebal. Juga tak di perdulikannya hembusan angin yang keras. Seperti tak terdengar di telinganya suara gemerisik daun-daun pepohonan.

Sepasang mata dan perhatian Pendekar 212 tertuju lurus-lurus ke muka. Jauh di hadapannya menjulang sebuah bukit putih. Oi sebelah Timur kaki bukit putih tampak sebuah bangunan besar yang juga berwarna putih, dikelilingi oleh pagar tinggi putih. 

Wiro memandang lagi ke bukit putih itu. Dia tahu bukit itu kalau didekati bukan lain dari tumpukan tulang belulang dan tengkorak manusia yang jadi korban Datuk Sipatoka dan anak buahnya! Berapa ribukah manusia yang telah menjadi korban keganasan itu?! Berapa ribukah tulang belulang dan tengkorak manusia ditumpuk demikian rupa hingga kemudian menjadi sebuah bukit yang mengerikan? Bukit Tambun Tulang?!

Wiro memperhatikan baik-baik rumah besar dan sekitarnya. Rumah besar ini beratap seperti tanduk kerbau. Pada masing-masing ujung terdapat sebuah tangga sedang di bagian samping terdapat lagi empat buah tangga yang menghubungkan tanah dengan pintu rumah besar. Yang membuat Wiro Sableng merasa aneh ialah karena matanya tidak melihat seorang manusia pun baik di dalam atau di luar pagar putih yang tinggi itu! Kenapa suasana begini tenangnya di tempat yang dikabarkan paling mengerikan dan membawa maut?! Atau mungkin itu bukan bukit Tambun Tulang yang di hadapannya?!

Wiro tak mau membuang waktu lebih lama untuk tenggelam dalam Segala macam pikiran begitu rupa. Diperbaikinya letak Kapak Maut Naga Geni 212 yang tersisip di pingang di balik baju putihnya. Kemudian diambilnya buntalan yaag terletak dekat kakinya dan sekali berkelebat dia sudah melompat sejauh delapan tombak, terus lari laksana tiupan angia menuruni lereng pedataran tinggi.

Ketika dia sampai ke pagar putih itu suasana masih tenang-tenang saja seperti sediakala. Dan waktu memandang ke muka terkejutlah Wiro. Ternyata pagar putih itu terbuat dari susunan tulang belulang dan tengkorak manusia! Wiro tekaakaa telapak tangan kirinya ke pagar tulang belulang dan jeodareng. Astaga! Pagar itu kokoh luar biasa! Wiro lipat gandakan tenaga dalamnya! Tetap saja pagar itu tak bergerak apalagi bobol!

Wiro memandang berkeliling lalu mendongak ke atas. Menurut taksirannya pagar itu setinggi dua puluh tombak lebih. Bagian atasnya rata oleh susunan tengkorak kepala manusia. Wiro melompat ke cabang sebuah pohon besar. Dia melompat-lompat di atas cabang itu beberapa kali untuk menambah daya lenting cabang lalu dengah satu gerakan yang lebih keras maka tubuhnya terlempar melesat ke atas susunan tengkorak. Setelah meneliti beberapa saat lamanya baru Wiro melayang turun ke halaman dalam

Begitu kakinya menginjak tanah kembali dia meneliti keadaan sekitarnya. Rasa ngeri menyelinap di hati pendekar ini sewaktu mengetahui bahwa rumah besar yang terletak tiga puluh tombak di hadapannya ternyata dari tiang-tiang sampai ke atapnya terbuat dari tulang belulang dan tengkorak manusia!-------bersambung

Belum lagi Pendekar 212 sempat menindas rasa ngeri ini mendadak semua pintu dan jendela-jendela rumah besar terpentang lebar! Terdengar suara mengaum dahsyat laksana halilintar! Tanah yang dipijak Wiro Sableng bergetar hebat! Sekejap kemudian dari pintu-pintu dan jendela-jendela rumah besar berserabutan ke luar puluhan ekor harimau besar, mengaum memperlihatkan taringnya yang besar runcing lalu serempak menyerbu ke arah Wiro Sableng!

Wiro sadar kalau dia lelah masuk ke dalam perangkap kematian! Segera dia songsong serangan harimau itu sekaligus! dengan dua pukulan "Kunyuk Melempar Buah!" Belasan harimau terdorong dan terpelanting tapi sesaat kemudian dengan serempak mereka telah menyerang kembali! Dan sewaktu sekilas Wiro memandang berkeliling kejutnya bukan olah-olah! Seluruh halaman itu telah penuh dengan harimau! Dia merasa laksana berada di tengah lautan harimau! Dan kesemua binatang itu sama-sama menyerbu, bersirebut Cepat untuk merobek atau menerkam tubuhnya!

Melihat gelagat maut ini Wiro segera cabut Kapak Naga Geni 212. Kapak di tangan kanan dan Pukulan Sinar Matahari siap di tangan kiri maka Wiro Sableng mulai bergerak menghadapi puluhan harimau!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun