Mohon tunggu...
Melky Pandapotan
Melky Pandapotan Mohon Tunggu... Sales - A story of a melancolic man

Musik, Menulis, Film, Public Speaking, Kids, Storyteller

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menemukan Makna Hidup melalui Pendakian Gunung Pertamaku

20 November 2019   02:37 Diperbarui: 20 November 2019   17:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Aku keluar dari tenda kecilku. Langit masih gelap, sunyi dan damai, kabut dan udara yang dingin menusuk tulangku. Aku melihat para pecandu alam siap-siap menuju puncak yang sama tuk melihat terbitnya sang surya di ufuk timur.Aku mulai melangkahkan kakiku. Aku bisa mendengar dengan jelas suara detak jantungku yang berusaha bernafas dengan oksigen seadanya. Hatiku sudah tak sabar untuk menyaksikan indahnya lukisan Sang Pencipta di atas sana. Aku mulai mendaki di antara pohon-pohon yang berembun. Aku seperti mendaki tangga menunggu surga. Tap..tap...tap... pelan-pelan aku mulai melihat secercah cahaya di hadapanku.Aku sampai.Aku sudah sampai di dataran tertinggi yang pernah aku pijak selama aku hidup di bumi pertiwi. Sang mentari telah keluar dari persembunyiannya, sinarnya menghangati tubuhku yang hampir membeku. Mataku langsung tertuju pada gunung dihadapanku seolah tersenyum kepadaku. Birunya dan luasnya cakrawala di atas kepalaku juga telah memikat hatiku. Alam semesta menyambutku pagi itu. Tak heran mengapa mereka rela menyiksa dirinya untuk melihat betapa eloknya rupamu.Akhirnya aku bisa menaklukkanmu.
Sejenak aku tersadar bahwa sebenarnya aku telah menaklukkan diriku sendiri.
Aku akan merindukanmu gunung pertamaku. Trimakasih sudah mengajariku untuk tidak mudah menyerah pada keadaan. Sampai jumpa di lain waktu.
Hari sudah mulai siang, mentari semakin terang, aku tidak bisa memaksanya untuk terus diam di hadapanku. Aku sadar dia tidak bersinar untukku saja. Jiwa-jiwa lain sedang menunggu kehadirannya di puncak gunung lainnya. Aku harap aku bisa melihatmu sedekat ini lagi.
Sejenak aku duduk dibibir tebing menikmati panorama di hadapanku.  Kawah belerang terbentang di hadapanku.
Aku harap aku bisa melihat mahakaryaMu setiap hari. Tapi aku harus kembali melanjutkan kehidupanku. Setidaknya aku sudah menyimpan gambarmu yang mungkin bisa mengobati rinduku padamu nanti.
Aku siap untuk pulang. Selagi menunggu sang pemandu membongkar tenda kami, aku dan sahabatku merebahkan tubuh kami di atas savana Surya Kencana yang terbentang dengan luas sambil menikmati indahnya alam semesta dihadapan kami.
Aku bisa melihat hamparan Edelweis tumbuh menghiasi savana.
Selama ini aku hanya tahu namamu dan keabadianmu, bahkan orang membuat lagu tentangmu tapi hai... akhirnya aku bisa melihatmu dan menyentuhmu. Andai saja aku juga bisa melihat bungamu. Semoga aku bisa melihatnya suatu hari nanti.
Aku bangkit dari rebahku ketika aku melihat sang pemandu sudah selesai dan siap untuk pergi.
Hari itu langit begitu biru dan cerah. Setelah beberapa meter melangkah dan mulai memasuki hutan aku mulai merasakan rasa sakit di lutut kiriku yang membuatku sulit untuk berjalan. Langit mulai gelap. Pikiranku mulai kacau. Aku berpikir perlananan pulang pasti lebih menyenangkan, ternyata aku salah. Tapi disitulah aku menemukan pelajaran terakhir dalam perjalananku.
Perjalanan panjang masih menanti di depanku. Aku harus terus berjalan dan menahan sakitku. Aku berusaha dengan sekuat tenaga berjalan selangkah demi selangkah. Tetapi semakin lama lutut kiriku semakin sakit dan mulai kaku. Aku hanya bisa menyeretnya.
Aku berhenti sejenak untuk meluruskan kakiku yang sudah membawaku sejauh ini. Andai saja ia punya mulut, dia pasti sudah teriak kesakitan. Terimakasih sudah bekerja dengan sangat keras dalam perjalananku ini.
Aku terus melanjutkan perjalananku dengan tenaga yang tersisa.  Arrgh...kenapa harus seperti ini. Dalam hati aku berdoa kepada Sang Ilahi.  Namun  sesuatu tidak terjadi. Hmm.. dalam hatiku berkata mungkin Ia sedang sibuk.
Namun dari tempat aku berdiri, aku melihat sebuah ranting pohon tergeletak dan cukup kokoh untuk membantuku berjalan. Aku meminta pemanduku untuk mengambilnya untukku tapi ia justru memberikan tracking pool miliknya kepadaku.
Tracking pool yang akan selalu aku ingat.
Semangatku mulai tumbuh lagi meskipun aku tidak bisa berjalan secepat ketika aku mendaki. Sepanjang perjalanan, aku sangat bersyukur karena aku masih mempunyai satu kaki yang masih kuat untuk menopang tubuhku. Bahkan aku terlalu takut untuk membayangkan apa yang terjadi apabila keduanya cedera.
Namun perjuanganku belum selesai. Hari itu hal yang membuat teman kami membatalkan pendakiannya menjadi kenyataan. Hujan.
Merasakan hujan dialam bebas membawaku pada kenangan masa kecilku. Bermain dan berlarian saat hujan saja sudah cukup membuatku bahagia waktu itu.
Tetapi disaat yang sama hujan membuat perjalanan pulangku semakin berat. Jalanan berubah menjadi aliran sungai kecil yang cukup deras. Aku bisa saja dengan mudah jatuh tapi aku tidak mengalami itu semua berkat seorang sahabatku Sonya yang ada untuk menolongku  mencapai garis akhir.
Tanpa terasa pos demi pos telah aku lewati. Akhirnya aku tiba di ujung dari perjalanan panjangku.
Sebuah perjalanan yang penuh dengan cerita dan nilai-nilai kehidupan. Terimakasih sudah mengajariku banyak hal.
Dari pengalaman ini aku mendapat suatu pembelajaran bahwa sama halnya dalam hidup, ketika kita  melewati tantangan hidup, seringkali kita berdoa agar Tuhan mengubah keadaan kita secara instan seperti yang kita mau. Tetapi terkadang Tuhan punya cara lain, Ia ingin kita melewati sebuah proses, karena banyak hal yang mau Ia singkapkan kepada kita di sepanjang proses itu. Dia bisa memakai apapun dan siapapun untuk menolong kita. Nikmati prosesNya :) 

'Cause what if your blessings come through raindrops
What if Your healing comes through tears
What if a thousand sleepless nights are what it takes to know You're near
What if trials of this life are Your mercies in disguise.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun