Seorang perempuan kursinya diserobot oleh orang lain, saat dia meninggalkan sebentar ke luar. Dia sudah meninggalkan barang pribadinya sebagai penanda bahwa kursi itu sudah ditempati. Sang penyerobot dan temannya memindahkan barang pribadi itu ke bawah. Â Saat pemilik kursi kembali dia terkejut tempatnya sudah ditempati orang lain.Â
Teman penyerobot bilang "Oh ini barang ibu? Maaf kami tidak tahu. Ibu ini (menunjuk teman yang bersamanya) kasihan jauh dari luar Kota datang khusus acara ini. Kasihan kalau dapat kursi di belakang."
"Oh Baik", jawab ibu yang diserobot itu dengan sopan. Dia hanya tersenyum lalu pasrah mengambil barangnya dan berlalu mencari kursi yang lain.Â
Saya yang ikut mendengar percakapan itu sesungguhnya terusik. Ingin membantu, tapi tak ingin ikut campur. Saya yakin tamu-tamu lain di sekitar kursi itu juga berpikiran sama. Toh ibu yang menjadi korban langsung legowo mengikhlaskan kursinya.Â
Melihat Ibu yang pasrah itu, saya teringat pada diri saya yang lalu. Saya termasuk orang yang mudah mengalah, pasrah dan berkorban demi orang lain. Cenderung memiliki rasa tidak enak jika menolak, merepotkan orang lain atau harus membuat orang lain tidak nyaman. Meski tidak akan sepasrah ibu itu, ketika kursi saya diserobot.
Beberapa orang menyebut  sifat sabar dan pengalah ini sebagai sifat yang baik dan positif. Tapi ternyata itu salah besar. Sifat-sifat selalu mengorbankan diri sendiri adalah sifat yang merusak diri dan tidak mengormati diri sendiri.Â
Membiarkan diri kita dimanfaatkan dan menanggung beban demi kenyamanan orang lain, bukanlah hal yang mulia. Tapi justru bisa jadi adalah sikap pengecut. Apalagi jika dalam diri kita, sebenarnya ada rasa tidak rela, terpaksa, takut atau tidak sanggup. Artinya kita melakukan hal itu bukan dengan kesadaran diri. Melainkan karena dipengaruhi rasa takut. Takut tidak diterima, dibenci, tidak disukai, dianggap pelit, dianggap jahat dan anggapan buruk lainnya.Â
Lalu, kita berulang kali mengatakan kepada diri : "Biar Allah yang membalas", "Semoga Allah memberikan keadilan", atau "Kita serahkan saja pada Allah".
Kenapa kita harus menyerahkan pada Allah untuk urusan-urusan yang seharusnya bisa kita tangani sendiri?Â
Allah telah memberi kita akal, tenaga, dan keberanian untuk menyelesaikan masalah kita sendiri.