Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Impian Naya

17 September 2021   12:23 Diperbarui: 17 September 2021   12:27 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olah canva (Koleksi pribadi)

"Ibu tahu, Nak. Cita-citamu begitu tinggi. Menjadi seorang guru itu mulia, tetapi Ibu belum bisa membantumu," ungkap Bu Risma, ibu angkat Naya.

Kilasan peristiwa yang menyedihkan kembali teringat oleh Naya. Seketika wajahnya berubah murung. Dia tidak ingin menyusahkan keluarga bu Risma yang telah banyak membantunya.

Bu Risma adalah guru honorer di SDN 1 Desa Merona. Suaminya pun honorer penjaga sekolah di sana. Naya sudah 9  tahun tinggal bersama dengan keluarga bu Risma, setelah dia kehilangan kedua orang tuanya akibat kebakaran rumah.

Rumahnya terbakar karena  racun nyamuk menyulut gordeng pintu kamar ayah dan ibunya. Kebakaran itu menyebabkan seluruh rumahnya habis dimakan api. Beruntung, Naya masih bisa diselamatkan oleh bu Risma, tetangga sekaligus sahabat guru ibunya.

Malam itu bu Risma hendak mengantarkan surat tugas yang dititipkan kepala sekolah untuk ibunya Naya. Dia baru ingat bahwa surat itu harus dibawa ibu Naya waktu ujian besok di kota. Setelah salat Isya, bu Risma berangkat ke rumah ibunya Naya.

Belum sampai di rumah Naya, bu Risma terkejut saat melihat api sudah berkobar dan memakan separuh bangunan rumah papan itu. Segera saja beliau berteriak meminta tolong.

"Naya! Naya! Aku akan selamatkan Naya!" ucap bu Risma tegas sambil masuk ke bagian rumah yang belum terbakar. Bu Risma tahu persis di mana letak kamar Naya. Dia sering main ke rumah itu. Rumah itu sudah dianggapnya seperti rumah saudaranya sendiri.

Kamar Naya belum tersentuh api, segera saja bu Risma masuk ke kamar itu. Dilihatnya Naya sedang menangis dengan tangan merangkul kedua lututnya. Napasnya tersengal karena asap yang mulai masuk ke hidungnya.

Dengan sekuat tenaga, bu Risma menggendong gadis berusia 8 tahun itu. Naya selamat. Namun, tidak ada yang bersisa dari rumah itu. Kedua orang tuanya tidak bisa diselamatkan. Mereka meninggal ketika akan dibawa ke rumah sakit. Tinggallah Naya sebatang kara. Kedua orang tuanya adalah perantau. Ibunya bekerja sebagai guru honorer di desa itu.

Naya terpaku mengingat kejadian yang sering masuk dalam mimpinya. Meskipun dia merasakan sedih, dia harus bisa menjalani hidup tanpa kedua orang tuanya. Kemandirian Naya sering diuji berkali-kali.

"Naya, Ibu pikir kamu bisa mewujudkan keinginanmu, Nak!" ujar bu Risma, yang tiba-tiba mengejutkannya.

"Maksud, Ibu?" Naya mencoba meredakan rasa kagetnya.

"Ya, kamu bisa, Naya! Ibu yakin jika kamu berusaha sungguh-sungguh, maka impianmu akan terwujud!" ucap bu Risma bersemangat.

Naya belum begitu mengerti maksud perkataan bu Risma. Pikirannya belum terbuka. Mungkin karena perasaan dan pikirannya saat ini masih tertuju kepada kebakaran rumahnya dulu.

"Bagaimana caranya, Bu?" tanya Naya penasaran.

"Kamu ikut tes masuk perguruan tinggi negeri. Sekarang kamu masih kelas 2 SMA. Ibu lihat nilaimu cukup bagus. Bila nanti ada kesempatan masuk universitas negeri tanpa tes, kamu ikut ya," ucap bu Risma tersenyum.

Naya ikut menarikkan kedua sudut bibirnya ke atas. Sekarang dia tahu bahwa ada satu jalan yang bisa dia lakukan, yaitu bersungguh-sungguh dalam belajar. Man jadda wa jadda, siapa yang bersungguh-sungguh dia pasti mendapatkannya. Itulah semangat yang sering ayahnya katakan dulu ketika beliau mengajar gaji di mushola.

"Baik, Bu. Naya akan berusaha belajar lebih giat lagi. Naya ingin seperti bu Risma, ayah Naya, dan ibunya Naya," tekad Naya kuat.

"Nah, gitu dong. Sekarang, Naya harus lebih bersemangat ya. Ayah dan ibunya Naya pasti bangga dengan Naya. Ibu juga bangga dengan Naya," ungkap bu Risma.

Sejak saat itu, Naya mengisi hari-harinya dengan belajar. Tiada hari tanpa belajar. Kadang dia lupa waktu. Makannya sering terlambat. Bu Risma selalu mengingatkan tentang hal itu, tetapi Naya terlalu memikirkan tentang impiannya.

"Sungguh-sungguh itu harus, Naya, tetapi kamu harus menjaga kesehatanmu ya," ucap bu Risma. Begitulah nasihat yang selalu diucapkan bu Risma kepada Naya.

***
"Naya, setelah ini datang ke kantor Bapak ya. Ada yang mau Bapak mau bicarakan sama kamu,"  ucap pak Zaidi ketika bel pelajaran berakhir.

"Baik, Pak," ucap Naya sambil membereskan alat tulisnya ke dalam tas.

Setelahnya, Naya langsung ke kantor. Pak Zaili menyambut kedatangan Naya dengan penuh senyuman. Naya menjadi bingung karenanya.

"Naya, kamu mau kuliah, kan?" tanya pak Zaili.

Pak Zaili adalah wali kelas Naya. Beliau juga teman bu Risma. Beliau lumayan akrab dengan bu Risma.

Pasti bu Risma yang menceritakannya kepada pak Zaili. Kok beliau tahu impianku, pikir Naya.

"Iya, Pak," jawab Naya singkat dan menunduk malu.

"Setelah Bapak lihat raportmu, Bapak mengajukan kamu untuk masuk perguruan tinggi tanpa tes ...." Pak Zaili menghentikan ucapannya.

Naya merasa tidak percaya mendengar ucapan pak Zaili yang tiba-tiba itu. Dia tidak menyangka impiannya menjadi guru akan menjadi kenyataan.

"Apa kamu tidak suka, Naya?" tanya pak Zaili.

"Suka, Pak. Naya hanya tidak menyangka saja," jawab Naya dengan suara terdengar sendu.

Air matanya sudah mengalir dari sudut matanya. Dia benar-benar tidak menyangka semua perkataan pak Zaili.

"Bapak hanya bisa membantumu sampai di sini. Setelah ini, kamu harus berjuang lagi untuk mendapatkan beasiswa," tambah pak Zaili kembali.

"Iya, Pak," jawab Naya singkat.

Naya segera keluar dari kantor. Dia ingin sekali memberitahu bu Risma akan berita baik ini. Bu Risma pasti senang mendengarnya.

Setelah jam pelajaran terakhir berbunyi, Naya bergegas pulang. Tas ransel yang digendongnya tadi segera dia letakkan di kursi tamu. Naya mencari bu Risma ke dapur.

"Bu, hari ini Naya pulang membawa berita baik untuk Ibu!" ucap Naya dengan sedikit berteriak dan senyuman yang merekah.

"Wah, apa itu, Naya?" tanya bu Risma penasaran. Bu Risma yang tadi sedang mengiris bawang, mendadak menghentikan kegiatannya.

"Naya bisa masuk universitas negeri tanpa tes, Bu!" pekik Naya pelan.

"Masya Allah, benarkah itu, Naya?" tanya bu Risma tak percaya.

Naya pun menceritakan semuanya kepada bu Risma. Setelah mendengar cerita Naya, bu Risma langsung mendekati Naya, lalu memeluknya.

"Man Jadda wa jadda, Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya," ucap bu Risma sambil menangis menahan haru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun