Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membaca Karakter Lain dari Puteri Dyah Pitaloka Citraresmi dalam "Pitaloka (Cahaya)"

15 Juni 2019   17:00 Diperbarui: 15 Juni 2019   22:16 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, Yaksapurusa menyusupkan anak buahnya untuk mengobrak-abrik padepokan Candrabhaga dan berusaha mendapatkan ilmu Pedang Tanpa Nama, ilmu tertinggi di padepokan itu.

Padepokan Candrabhaga sebenarnya tidak memiliki masalah dengan siapapun. Ketua padepokan ini bernama Candrabhaga adalah seorang bijak berkemampuan tinggi yang datang dari Pase, negeri jauh tetangga Malaka.

Sayangnya, karena dituding menyebarkan ajaran baru yang menyimpang dari ajaran nenek moyang, Candrabhaga yang dulu sempat membangun padepokan di Kawali diusir oleh Raja Linggabhuwana dan menepi ke lereng Gunung Pangrango.

Mungkin, ini adalah cerita awal ketika agama Islam masuk ke tanah Sunda. Memang dalam novel ini ajaran Candrabhaga tidak disebut secara gamblang. Namun kita tahu, siapa yang ketika bersembahyang berkomat-kamit menghadap ke barat, berdiri, membungkuk, lantas menempelkan kening ke bumi.

Karena merasa berutang budi dengan Candrabhaga yang sudah mengajari ilmu kanuragan, Pitaloka berusaha melindungi padepokan Candrabhaga dari ayahnya yang ingin mengusirnya sekali lagi maupun dari Yaksapurusa yang ingin enghancurkan padepokan Candrabhaga.

Dalam perjalanannya, Pitaloka belajar untuk memahami karakter orang-orang di sekitarnya. Mana yang betul-betul kawan dan mana yang penghianat.

Yang menarik dari buku ini adalah pemilihan kata penulisnya ketika dia sedang mendeskripsikan suasana. Aku cuplikan kalimat pembuka pada Bab 1.

"Sore terlalu jelita untuk diusik. Gemericik air sebening kaca memunculkan rasa romantis siapa pun yang menatap kehidupan dengan cinta...."

Kalimat semacam ini menumbuhkan imajinasi tersendiri bagi pembaca sepertiku.

Karakter Pitaloka adalah yang paling menarik dari novel ini. Seperti disebutkan di paragraf awal, penulis ingin menunjukkan sisi pendekar dari Pitaloka.

Penulis ingin menunjukkan bahwa Dyah Pitaloka bukanlah puteri yang lemah. Sebagai anak raja, Pitaloka memiliki bawaan sifat yang angkuh dan keras kepala. Dia harus mendapatkan apa yang dia mau dan tidak bisa merendahkan dirinya secara sembarangan pada orang lain. Bahkan dengan gurunya, dia hanya menundukkan sedikit kepalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun