Mohon tunggu...
Meistra Budiasa
Meistra Budiasa Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Budaya dan Media

Dosen Komunikasi, Universitas Bung Karno, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kelas Menengah dan Konsumsi dalam Olahraga Lari Marathon

30 November 2017   09:43 Diperbarui: 30 November 2017   10:21 3107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thejakartamarathon.com

Lari Marathon antara hobi, gaya hidup, dan konsumsi kelas menengah

16 Desember 2016, sekitar 200 pelari berkumpul di salah satu pusat perbelanjaan di kota Cirebon, Jawa Barat. Mereka berkumpul dalam rangka berlari untuk amal dengan nama 'Nusantara Run Chapter 4' jarak yang ditempuh yakni 145 km dan berakhir di kota Purwokerto, Jawa Tengah. Para peserta ini terdiri dari beberapa komunitas lari yang mayoritas berasal dari Jakarta, dengan konsep beramal untuk membangun sekolah mereka namoak antusian mengikuti kegiatan ini. 

Event ini seperti arena para pecinta lari untuk berkumpul dan menjadi perlombaan terakhir di akhir tahun 2016. Lari untuk amal (charity) adalah event yang mendapat sambutan cukup luas dari para penggemar olahraga ini sekaligus membangkitkan rasa kemanusiaan sesama pelari. Bagi para Runners (sebutan para pecinta lari marathon) olahraga fisik yang mengandalkan ketahanan dan daya tahan tubuh ini telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan.

Sebagai sebuah hobi olahraga lari menjadi pilihan karena aktifitas ini tidak membutuhkan banyak biaya dan dapat dilakukan pada berbagai ruang. Para runners yang menekuni olahraga ini kemudian bergabung pada beberapa komunitas lari sebagai arena mereka bersosialisasi serta meningkatkan performa. 

Komunitas-komunitas lari kemudian mulai berkembang pesat khususnya di daerah perkotaan, para anggotanya sendiri banyak dari kalangan pekerja yang melakukan aktifitas di tengah kota. Berkumpul dalam komunitas sebagai tempat mereka menghabiskan waktu luang dari rutinitas tersebut dan melalui olahraga sebagai bentuk dari aktifitas yang menyehatkan. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada Oktober 2016 menunjukkan, enam dari sepuluh responden menyatakan berolahraga minimal seminggu sekali. Sementara itu, hampir sepertiga responden mengaku berolahraga beberapa kali dalam seminggu (Kompas, 2016). 

Sementara itu bentuk olahraga yang paling diminati oleh para masyaraka kota tersebut adalah sekitar 58% menyukai olahraga lari lebih tinggi disbanding senam, futsal, dan lain sebagainya. Sebagai bentuk ekspresi mereka menekuni olahraga lari dari hasil jajak pendapat banyak responden memilih berolahraga bersama-sama (75,3 persen) ketimbang melakukan sendiri (24,7 persen). Meski ini sangat bergantung kepada karakter individu dan preferensi jenis olahraganya, tampaknya berolahraga di dalam kelompok bisa menambah semangat. Maka, bergabung di komunitas olahraga yang disukai bisa menjadi pilihan bagi mereka yang gemar berolahraga dalam kelompok atau komunitas. Berbagai komunitas lari tersebut biasanya hadir untuk menampung para runners yang masih amatir dan ingin meningkatkan kemampuan berlarinya pada saat mengikuti perlombaan lari.

Berawal dari sebuah hobi kemudian ditekuni menjadi sebuah rutinitas kesehatan dengan mengasah kemampuan performa diri dalam perlombaan adalah fernomena yang kini banyak terjadi di masyarakat perkotaan. Merebaknya komunitas lari dari tingkatan yang paling kecil hingga besar telah menjadi ruang bagi masyarakat kota untuk berinteraksi untuk melepaskan diri dari padatnya aktivitas kota yang berjalan dengan logika industri. Dengan adanya komunitas ini maka kegiatsan hobi menjadi terinstitusionalisasi serta sebagai ruang bagi seorang runners untuk menunjukkan kemampuan berlarinya yang berbeda dari masyarakat umum. 

Kebutuhan akan komunitas juga diperkuat dengan banyaknya kegiatan lomba lari yang semenjak tahun 2009 terus meningkat jumlahnya bahkan pada masa kini setiap minggunya sejak awal tahun hingga akhir selalu ada lomba lari. Maraknya lomba dengan berkembangnya komunitas tersebut seperti sebuah kebutuhan lain yang difasilitasi oleh industri. Dengan demikian melahirkan sebuah wacana mengenai gaya hidup sehat sehingga masyarakat mempunyai pandangan bahwa kalau ingin sehat maka kita harus berolahraga. 

Setelah itu olahraga ternyata tidak hanya olahraga melainkan membutuhkan berbagai bentuk konsumsi di dalamnya seperti kebutuhan pakaian yang harus sesuai dengan performa lari, mengikuti perlombaan yang harganya bisa mencapai jutaan, sampai kepada jumlah perlombaan yang diikuti sehingga kita mendapatkan label sebagai seorang pelari sejati. Hal demikian bagi Chaney merupakan bagian dari gaya hidup yang kemudian melahirkan budaya konsumen dalam industri waktu luang pada khususnya.

Membahas lari marathon sebagai kajian konsumsi dan kelas sangat berkaitan dengan fenomena globalisasi yang saat ini sedang berjalan. Globalisasi sebagai sebuah bentuk yang berimplikasi pada hal metodologis sifatnya tidak hanya homogen namun juga heterogen ini sangat berkaitan dengan aktifitas olahraga marathon sekarang. Karena fenomena hobi lari marathon juga telah menjadi tren di seluruh dunia saat ini, lomba lari marathon seperti di kota London, Tokyo, New York, dan lain sebagainya selalu dipenuhi peserta dari seluruh dunia. 

Peserta tersebut tidak hanya seorang atlit profesional melainkan para penggemar olahraga lari jarak jauh yang setiap minggunya rutin berlatih pada berbagai komunitas di masing-masing negaranya. Dalam ranah globalisasi lari marathon menjadi sebuah simbol bagi kelompok kelas menengah perkotaan yang secara umum bekerja di daerah sentra bisnis. Simbol tersebut berkaitan dengan status mereka sebagai pekerja berkerah putih yang sehari-harinya bekerja dengan pola yang sama dengan hari libur sebagai waktu luang yang paling berharga. Kelas menengah menjadikan lari sebagai bentuk selera mereka untuk membedakan diri dengan para kelompok sosial lainnya khususnya kelas bawah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun