Suamiku melanjutkan sambil meremas lembut bahuku. Â Dia menatap kedalam mataku dan mengerjap sekali, perlahan dan kuat untuk meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku sudah menyampaikan padanya bahwa pagi itu, aku mendapati bercak-bercak merah di pakaian dalamku saat aku ke toilet.
Sesudah kami semua selesai berkemas, suamiku membawaku ke rumah sakit lengkap dengan koper jika saja aku sudah harus tinggal di rumah sakit. Â Seperti kata dokter kemarin. Â
Anak pertamaku juga ikut karena dia baru berusia 4 tahun dan di rumah hanyalah kami bertiga. Â Ibu dari suamiku atau mertuaku dan iparku tinggal di kota lain, jauh dari tempat kami.
Saat dalam perjalanan kesana, aku mulai merasakan kontraksi halus di perutku. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung diperiksa dokter kemudian dia tidak mengijinkan aku kembali ke rumah atau harus tinggal di rumah sakit.
"Biasanya persalinan ke-dua bisa datang dengan cepat." Dokter menjelaskan.Â
Aku mendapat kamar untuk satu orang. Hal ini cukup menyamankan sehingga aku bisa bebas bercerita dengan suami dan anakku.Â
Saat tengah hari, kontraksi kurasakan menjadi lebih terasa. Â Pada sore hari, aku sudah mulai merasa kesakitan. Â Dokter yang memeriksaku mengatakan bahwa, aku akan melahirkan bayi dengan bobot besar sehingga dia perlu ruang untuk bergerak. Â Mereka juga melihat sejarah kelahiran anakku yang pertama, seberat 4 kg 50 gr.
Malam sudah mulai turun dan suamiku pulang untuk mengantarkan anakku. Â Aku sangat beruntung mengenal beberapa ibu yang anak-anak mereka bersahabat dengan anakku di Taman Kanak-kanak. Kami bersahabat baik sekali meskipun aku baru mengenal mereka di sini. Â Suamiku akan membawa anakku untuk nginap malam ini ke salah satu dari mereka. Â Mereka juga sudah bilang, jika waktu bersalin datang, bel saja pintu rumah mereka, terserah jam berapa, mereka akan membukakan pintu. Diberkatilah mereka! Â Sampai saat ini aku dan mereka tetap bersahabat dekat dan sering menikmati kopi-teh sore bersama, jogging atau jalan-jalan sore di ladang, perkebunan apel, atau naik ke bukit perkebunan anggur di desa kami. Â Sebelum natal atau saat musim panas. Â Kami sering bikin acara kebun. Â Mereka suka sekali mie goreng dan perkedel jagung buatanku. Dulu aku sering membuat sate ayam, tapi kemudian tidak lagi. Â Sepertinya semua orang di Jerman sudah jadi Vegan.
Setelah kepergian suamiku, aku sendiri di kamarku. Â Aku mengerang sendiri tanpa suster di sampingku karena mereka juga harus mengontrol pasien-pasien lain.
Aku merasa lapar tapi seperti tidak ada yang bisa kutelan. Â Pada jam 8 malam, aku merasa tambah sakit, kontraksi semakin intens, berdekatan,dan cepat.