Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rumah Si Pauper dan Si Dives

23 Januari 2021   06:28 Diperbarui: 23 Januari 2021   06:50 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.landfalltrust.org 

Lelaki miskin itu bernama Pauper, mencintai kerjanya sebagai pemulung, hidup dari sampah-sampah kota. Dari sampah-sampah jualah dia membangun rumahnya. Atap dari seng-seng bekas dan dinding dari kardus. Orang-orang menyebut rumah si Pauper sebagai gubuk, tapi baginya itu istana. 

Di puncak bukit nampak rumah si Dives, lelaki terkaya di kota itu, seorang konglomerat. Tak heran rumahnya bagaikan istana, selain megah juga kokoh. Orang-orang menyebut rumah itu istana, tapi baginya itu hanyalah rumah biasa, karena dia merindukan suatu saat akan berkuasa dan tinggal di istana negeri.

Kemarin hari yang malang bagi si Pauper. Banjir menghanyutkan rumahnya, tanpa bekas. Pauper hanya menatap tanpa meratap. Dia tersenyum saja. Sesudah banjir dia bisa membangun istananya lagi dari kayu yang dihentar banjir. Dia tersenyum bangga, karena membangun rumahnya tanpa bantuan negara. 

Si Dives hanya tersenyum menatap banjir yang melanda, sambil mengucap sepenggal kata, "kasihan...," tanpa aksi. Pikirnya, dia nyaman dan juga aman karena rumahnya dipuncak bukit. 

Seminggu kemudian, di kerumunan sampah, Si Pauper bingung menyaksikan seorang lelaki bukan pemulung sedang mengais sampah-sampah. Dia bertanya kepada lelaki itu. 

"Apa yang kau cari tuan?"

Jawab lelaki itu, "Aku mencari rumahku, aku mencari istanaku yang hilang."

Lelaki itu ternyata adalah si Dives, lelaki kaya yang tetiba gila karena rumahnya ambruk oleh gempa.  

"kasihan..."

Sang alam dan bencananya tak kenal si kaya dan si miskin, si Dives dan si Pauper.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun