SAMPANG - Puluhan aparatur dari delapan desa di Kabupaten Sampang mengadukan nasibnya ke DPRD pada Senin (6/10/2025). Mereka melaporkan pemecatan massal yang diduga sepihak dan non-prosedural oleh penjabat (Pj) kepala desa yang baru dilantik, memicu polemik serius terkait tata kelola pemerintahan desa.
Aduan Serentak dari Tiga Kecamatan
Laporan pengaduan tersebut secara resmi diterima oleh pimpinan DPRD Sampang, mencakup aparatur desa yang diberhentikan serentak pasca-pelantikan Pj Kades di wilayah mereka. Wakil Ketua DPRD Sampang, Moh. Iqbal Fatoni, mengonfirmasi bahwa keluhan tersebut datang dari basis massa yang signifikan.
"Surat yang masuk ke DPRD Sampang dari 8 desa tersebut rata-rata berisi aspirasi yang sama. Mereka melaporkan terkait pemecatan serentak aparat desa yang non-prosedural dan sepihak, yang diusulkan oleh penjabat kepala desa setempat," jelas politisi yang akrab disapa Bung Fafan itu.
Berdasarkan data yang diterima dewan, desa-desa yang terdampak meliputi:
Kecamatan Kedungdung:
Desa Plenggiyan
Desa Komis
Desa Pajeruan
Kecamatan Banyuates:
Desa Tlagah
Desa Olor
Desa Tolang
Desa Tapaan
Kecamatan Terjun:
Desa Kodek
Lebih dari Sekadar Pemecatan: Dugaan Pelanggaran Anggaran
Polemik ini tidak berhenti pada pemberhentian aparatur. Kasus di Desa Plenggiyan, Kecamatan Kedungdung, merembet ke dugaan maladministrasi serius terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES) tahun anggaran 2025.
Abdha Alif Zaini, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Plenggiyan, mengungkapkan kejanggalan tersebut saat audiensi di gedung DPRD. Ia mempertanyakan dasar hukum pemecatan massal sekaligus mengungkap penetapan APBDES 2025 yang dinilai cacat prosedur.
"Selain pemecatan besar-besaran aparatur desa, khusus Desa Plenggiyan, saya selaku ketua BPD hingga saat ini tidak pernah menerima undangan musyawarah desa. Tapi, APBDES TA 2025 sudah ditetapkan," ungkap Abdha.
Ia menegaskan bahwa proses tersebut melanggar mekanisme yang ada, di mana penetapan APBDES memerlukan persetujuan dan tanda tangan ketua BPD. "Padahal, penetapan tersebut harus ditandatangani Ketua BPD. Jika itu benar, kami menduga ada pemalsuan tanda tangan dan stempel BPD," ucapnya dengan tegas.
Respons Pejabat dan Kelanjutan Proses
Menanggapi tudingan tersebut, Camat Kedungdung, Mohammad Sulhan, yang turut hadir dalam forum, menyatakan ketidaktahuannya perihal dokumen APBDES yang dipersoalkan. Ia juga mengaku kesulitan berkoordinasi dengan Pj Kades Plenggiyan.
"Saya tidak mengetahui dokumen APBDES yang ditanyakan BPD tersebut," ujar Sulhan singkat. Ia melanjutkan, "Tidak bisa menghubungi Pj kepala Desa Plenggiyan."
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan baru mengenai efektivitas koordinasi dan pengawasan di tingkat kecamatan. DPRD Sampang berkomitmen untuk menindaklanjuti seluruh aduan ini dengan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk para Pj Kades dan dinas terkait, guna mencari titik terang atas pemecatan massal perangkat desa dan dugaan pelanggaran prosedur anggaran. Publik kini menanti langkah konkret dewan untuk memastikan supremasi hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik di tingkat desa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI