Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muslim Berkelana (Bag. 4): Berjilbab di Jepang

11 Maret 2018   21:57 Diperbarui: 12 Maret 2018   02:51 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjilbab di Jepang (sumber: worldbulletin.net)

Saat summer inilah, Muslim ditambah lagi dengan tantangan menggunakan outfit yang pas untuk menghadapi kelembaban dan kepanasan yang luar biasa. Selain itu juga umpatan orang yang melihat. Pertanyaan yang sering adalah: "Kamu ngga kepanasan?" dan orang yang bertanya biasanya pakai tank top tipis, celana di atas paha, rambut lepek, keringat bercucuran dan sambil mengayunkan kipas tangan ke kiri-kanan, depan-belakang. Sementara kita, berbaju lengkap dari ujung kaki ke ujung rambut tanpa terlihat begitu kepanasan.

Itu pertanyaan jebakan kalau buat saya. Dan, tidak akan pernah ada diskusi yang ideal dan memuaskan tentang “kepercayaan”, “belief”, “faith”, apalagi konteksnya sedang nunggu bis, di pinggir jalan dan orang hanya bertanya selewatan. 

Dengan panasnya udara dan cenderung orang lebih cepat emosi, kita banyak tersenyum saja dan bilang, "panas sih tapi ngga papa ini bahannya adem." 

Pertanyaan seperti itu masih termasuk sopan. Seorang teman saya ada yang diteriaki "Dasar GILA!" saat menyeberang jalan saat matahari sedang terik-teriknya, udara sedang lembab-lembabnya dan semua orang kegerahan. Bukan itu saja, ada juga teman berjilbab yang dibilang “hantu” oleh seorang anak kecil. 

Bukan fiktif, dan ini memang terjadi berulang kali. Makanya, saya lebih suka musim dingin saat semua orang "ubel-ubelan" syal, scarf, winter hat, jadi jilbab ngga aneh dipandang.

Jadi meskipun di kota besar di Jepang dimana Muslimah berjilbab sudah mulai banyak tinggal, hal-hal seperti itu masih terjadi, TERUTAMA karena dua hal tadi: satu, ketika ada pemberitaan negatif tentang Islam dan Muslim di media, atau dua, saat musim panas.


Bagaimana kalau di kota kecil? 

Di kota kecil kemungkinan besar orang-orangnya jarang melihat orang berjilbab. 

Suatu waktu, dari kota besar saya harus pindah ke suatu kota kuecil seluas 23 km persegi, yang populasinya cuma 16 ribu jiwa. Kota yang pernah terdampak tsunami tepat 7 tahun lalu.

Selama hampir setahun saya melakukan suatu penelitian di sana. Orang-orang di kota ini jarang sekali atau hampir ngga pernah melihat orang berjilbab. 

Orang Muslim itu layaknya "dongeng" yang jauh dari pandangan mereka dan hanya akan ditemui di negara-negara jauh yang mereka pandang hanya melalui layar kaca 21 inci. Orang Muslim Indonesia yang tinggal di situ dan memakai jilbab baru-baru ini ada, namun hanya migran temporer yang mungkin hanya sekitar 3 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun