Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tiga Hari Berada di Kampung Pandemik, Puluhan Warga Beruntun Dimakamkan

27 Juni 2021   22:11 Diperbarui: 27 Juni 2021   23:27 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi virus Covid-19 (tribunnews.com/diunduh)

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah meninggal dunia bapak M, warga kampung Kidul Sedayulawas," demikian pengumuman kematian yang disiarkan melalui pengeras suara masjid desa setempat, di Sedayulawas Kecamatan Brondong, Jumat (25/6/2021), pukul 09.59 WIB.

Kepulangan mendiang bapak M ini terhitung jenazah yang ke-14, yang harus dikebumikan warga Desa Sedayulawas dalam waktu tiga hari terakhir. Berselang dua hari sekembali saya ke tempat tinggal di Malang, informasi warga meninggal di kampung ini terus bertambah sebanyak 10 (sepuluh) orang. Ini belum termasuk yang berasal dari daerah lain di sekitar desa ini.

Kematian beruntun ini rata-rata disebabkan sakit mendadak yang dialami para almarhum, atau yang sebelumnya sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Rata-rata gejala berat pada sakit yang dialami adalah 5-7 hari hingga sampai waktu ajalnya.

Kedatangan saya ke desa yang berada di wilayah pesisir utara Kabupaten Lamongan Jawa Timur ini sejak Selasa (22/6/2021) malam. Kebetulan, keluarga penulis juga harus dikebumikan malam itu setelah tiga hari mengalami sakit yang menyebabkan kesehatan almarhum turun drastis begitu cepat. Namun, belum sempat mengalami pemeriksaan atau perawatan intensif di faskes.

Kehilangan anggota keluarga paling memprihatinkan dialami keluarga D, yang kebetulan aparat pemangku pemerintah desa setempat. Dalam waktu yang tak berselang lama, harus kehilangan ibu kandung, disusul istrinya untuk selama-lamanya. Pemakaman kedua jenazah ini dilakukan dengan protokol kesehatan, karena meninggal saat masih dalam perawatan di dua faskes yang berbeda. 

Sementara, beberapa warga meninggal lainnya punya riwayat dimana anggota keluarganya juga sempat sakit atau mendapatkan penanganan rawat inap rumah sakit beberapa hari sebelumnya. Ini menjadikan dugaan awal, bahwa setidaknya warga yang sudah meninggal ini pasien tanpa gejala (OTG), atau bahkan sebenarnya suspect karena mungkin kontak anggota keluarga lain atau tetangga yang sempat terserang Covid-19.

Apa yang terjadi di kampung kecil saya ini, Desa Sedayulawas, kabarnya juga dialami beberapa daerah tetangga di kecamatan lain. Seperti Desa Jompong, Dengok dan Brondong, juga Blimbing dan Paciran. Kebetulan, semua daerah ini berada di sepanjang kawasan pesisir utara (pantura) Lamongan, yang pusat aktivitas perekonomian hasil perikanan di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Jalur sepanjang kawasan pantura Lamongan ini terdapat sejumlah titik pelabuhan, juga industri pengolahan hasil perikanan. Keberadaan pelabuhan dan TPI ini tentunya menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pintu masuk peredaran berbagai bahan dan hasil perikanan atau lainnya dari berbagai daerah. Pusat kerumunan dan aktivitas ekonomi warga ini memang sangat sulit dibatasi, karena menjadi salah satu mata pencaharian dan sumber penghasilan utama masyarakat setempat dan sekitarnya.

Banyaknya kasus warga terpapar sakit dan kematian beruntun yang terjadi Desa Sedayulawas dan Brondong dan sekitarnya ini, jelas telah mengubah sejumlah daerah sepanjang pantura Lamongan ini menjadi kampung pandemik. Terlebih, dalam waktu bersamaan, di Kabupaten Lamongan dan sejumlah daerah terdekat seperti Gresik, Surabaya dan Bangkalan Madura, didapati menjadi daerah dengan kasus terkonfirmasi covid-19 sangat tinggi. Peningkatan kasus secara signifikan ini terjadi setelah liburan Hari Raya pertengahan Mei 2021 lalu.

Pihak rumah sakit rujukan yang ada di Lamongan, Gresik dan Surabaya pun, sudah sangat kewalahan menghadapi lonjakan warga terpapar sakit ini. Seperti, RS Muhammadiyah Lamongan dan RSUD dr Soegiri Lamongan, sudah tidak lagi memadai dan bisa menampung pasien terpapar sakit dengan gejala mengkhawatirkan yang dialami.

Dari perbincangan nonformal penulis bersama sejumlah warga Sedayulawas, beberapa faskes rujukan ini bahkan menolak lebih awal pasien yang dibawa keluarganya, dengan berbagai alasan. Paling utama, adalah penuhnya ruang rawat inap dan keterbatasan alat, atau banyaknya pasien berat yang harus ditangani, namun tak sebanding jumlah tenaga kesehatan yang ada.

Bahkan, ada rekan kerja kerabat yang tidak jelas nasibnya, karena kondisi lonjakan penyakit pandemik yang harus ditangani kini. Setelah didapati reaktif, yang bersangkutan tidak bisa menemukan faskes yang bisa menerima, mulai Gresik, Surabaya dan Lamongan. Alasan penolakan dari faskes harus diterimanya karena lonjakan kasus pandemi saat ini.

Bahkan, yang bersangkutan sempat diminta pindah paksa dari kos atau rumah kontrakannya, karena pemilik kontrakan khawatir terjadi penularan dan berakibat muncul cluster covid-19 di lingkungannya. Miris memang!

Covid-19, Kasus Pandemik yang Masih Disangsikan?

Fakta angka kematian di sejumlah daerah bagian utara Kabupaten Lamongan ini, muncul bersamaan dengan kemunculan penyakit tiba-tiba yang banyak dialami warga setempat. Banyak warga secara bergantian mengeluhkan sakit dan sangat mengganggu mereka, baik di rumah maupun untuk bisa beraktivitas kerja.

Berdasarkan pengakuan dan saling cerita dari mulut ke mulut warga yang kebetulan terpapar sakit, sama-sama merasakan gejala yang mirip. Yakni, badan mudah lelah, pusing hebat, demam (panas dingin) tiba-tiba, mual, serta sebagian disertai pilek dan rasa sakit pencernaan, di lambung ataupun tenggorokan.

Apa yang jamak dialami warga kampung ini memang lebih banyak disangkut-pautkan dengan perubahan cuaca di wilayah tersebut. Sebagian meyakini sebagai gejala tifus (tipes) biasa. Dan, yang diserang lebih banyak kelompok usia dewasa dan lansia.

Akan tetapi, dalam waktu bersamaan, di Kabupaten Lamongan dan sejumlah daerah terdekat seperti Gresik, Kota Surabaya dan Bangkalan Madura, didapati menjadi daerah dengan kasus terkonfirmasi covid-19 dan penularan sangat tinggi.

Dibanding kemunculan pandemi covid-19 pada 2020 lalu, yang dialami warga Sedayulawas Brondong dan sekitarnya ini memang sangat memprihatinkan. Karena itu, perlu penyadaran lebih dan kewaspadaan lebih tinggi agar kasus penyakit akibat penularan virus ini tidak semakin meluas.

Selama tiga hari saya berada di kampung pandemik ini, terkesan tidak ada pemberlakukan ketat soal protokol kesehatan dan pembatasan jarak dan kerumunan untuk menghindari penularan virus SARS-Cov2 penyebab Covid-19. Bahkan, warga mengaku ini tidak dialami bahkan sudah beberapa bulan terakhir.

Dalam satu kesempatan ibadah salat berjamaah atau salat Jumat di masjid misalnya, mungkin tidak sampai 10 persen jamaah yang ada mengenakan masker. Sementara, untuk tempat publik seperti kedai kopi, cukup bebas dengan jam buka hingga larut malam. Padahal, situasi saat itu sudah dialami cuaca kurang bersahabat selama beberapa pekan dan sudah banyak warga terpapar sakit.

Ada fakta cukup memprihatinkan juga, bahwa vaksinasi covid-19 di daerah ini tidak begitu diminati warga. Data cakupan vaksinasi yang sempat penulis dapatkan, tercatat baru 112 lansia yang mau divaksin, dari total sasaran 16.784 warga untuk desa Sedayulawas.

Informasinya, warga setempat terkesan enggan untuk mengikuti vaksinasi ini. Meski pihak satgas covid-19 dan pemerintah setempat sudah menyediakan tempat dan jadwal pelaksanaan vaksin dan menghimbau berkali-kali, mayoritas warga tidak mau datang dan meminta divaksin.

Dalam satu wilayah kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan sendiri, ada 10 desa/kelurahan dengan jumlah populasi terbanyak ada di desa Sedayulawas dan Brengkok, serta kelurahan Brondong. Cakupan vaksinasi periode pertama terbanyak disusul kelurahan Brondong, yakni lebih dari 14 ribu dan sudah tervaksin tercatat 348 orang. Sementara, cakupan vaksin di desa Brengkok sejumlah 13 ribu lebih, dan tercatat sudah tervaksin baru sejumlah 194 orang.

Kondisi ini cukup ironis dengan yang terjadi di wilayah perkotaan. Di Kota dan Kabupaten Malang misalnya, informasi soal vaksinasi sangat ditunggu warga. Sebagian bahkan antusias untuk bisa mendaftar secara daring, karena khawatir tak kebagian vaksin yang jumlahnya masih terbatas.

Lonjakan kasus warga terpapar sakit dan mengalami kematian ini memunculkan pertanyaan: apakah warga masih menyangsikan adanya pandemi corona, atau memang karena ketidakcukupan literasi dan pemahaman yang bisa memunculkan kesadaran terhadap ancaman Covid-19?

Melihat fenomena perilaku keseharian masyarakat yang ada, warga seperti tidak terlalu merisaukan kasus pandemik ini. Tetap banyak di rumah, dan memperhatikan pencegahan dan menjaga diri tidak tertular, dan konsumsi bagi imunitas tubuh, tidak terlalu diperhatikan. Belum lagi, mobilitas warga yang banyak keluar-masuk daerah pandemi karena kepentingan ekonomi.

Belakangan, tepatnya Jumat (25/6/2021) lalu, sudah dilakukan koordinasi pihak Muspika setempat terkait masalah ini. Disimpulkan, kasus pandemi sangat tinggi di wilayah kecamatan Brondong ini bersumber dari virus varian baru yang lebih ganas. Tingginya kasus penularan ini sesuai juga penelitian pihak otoritas kesehatan dari sampel TPI Brondong dan pasar.

Meski belum ada penetapan resmi, tiga desa di kawasan kecamatan Brondong Lamongan kini disebut-sebut bisa masuk kategori waspada (zona merah) Covid-19, yaitu desa Sedayulawas, kelurahan Brondong dan desa Sumberagung.

Akan tetapi, data zonasi sebaran dari laman resmi Satgas COVID-19 Nasional per 25 Juni 2021 pukul 16.00 WIB menyebutkan, ada 3 daerah di Jawa Timur yang saat ini masih dinyatakan zona merah, yakni Bangkalan, Ngawi dan Ponorogo. Sementara, Kota Surabaya, Gresik dan Lamongan masih kategori zona oranye.

Lebih dari itu, WHO juga telah mendeklarasikan Indonesia sebagai negara A1 High Risk. Kondisi kategori ini sama dengan yang dialami India, Pakistan, Brasil, Filipina, dan sejumlah negara Afrika. Kondisi ini juga sudah terpublikasi dalam Indonesian situation report-60 yang dikeluarkan WHO pada 23 Juni 2021 lalu (sumber laman www.who.int/indonesia).

Dalam laporan WHO ini, jumlah infeksi varian Covid-19 meningkat drastis dalam sebulan terakhir, terutama di daerah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Melalui report ini, sangat disarankan bagi semua orang untuk tetap terkurung dan menahan diri dari berkumpul dengan publik untuk menghindari penyebaran virus lebih lanjut.

Ada yang menarik juga dari kasus pandemi dengan gejala covid-19 ini. Ahli peneliti menyebutkan, selain cepat mati karena cairan disinfektan anti-lemak (larutan pencuci atau sabun), sifat virus jenis SARS-Cov2 sebenarnya punya kelemahan rentan atau tidak tahan panas panas dan terkena salitasi (air garam/air laut).

Akan tetapi, virus penyebab Covid-19 ini diteliti mudah sekali menempel pada rongga hidung dan mulut manusia. Di dua rongga organ ini, sekali terpapar bisa ada 100 partikel virus yang menempel. Jika terlalu lama dan banyak terkena virus ini, maka kita bisa terinfeksi karena virus masuk ke saluran pernapasan (reseptor) dan pencernaan dalam. Yakni, paru-paru, jantung, usus halus dan ginjal. Ketika terinfeksi ini, maka gejala dan rasa sakit mulai bisa dirasakan pengidap virus ini.

Konteks pemahaman soal ancaman terpapar atau infeksi dan penularan virus ini lah yang perlu terus menerus dipahamkan pada masyarakat. Jika warga yang tinggal di kawasan pesisir saja bisa mudah terinfeksi, artinya virus penyebab covid-19 ini tidak bisa diremehkan apalagi disangsikan. Tidak ada yang bisa merasa kebal dari virus ini. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun