Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Noumenus (Babak 18)

28 Januari 2010   00:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

04:30, pagi hari yang dingin. Dalam perjalananannya pulang ke Bantul, Hartanto bertemu dengan Nandar yang sedang mengendarai Honda Pitung dengan pelan. Awalnya ia ragu kalau lelaki di depannya adalah Nandar namun setelah mulai mendekat, Hartanto yakin kalau lelaki di depannya memang benar-benar Nandar. Seketika tumbuh perasaan bersalah saat Hartanto melihat raut wajah Nandar yang pucat pasi dalam bias lampu penerang yang sudah dibekukan malam.

"Pagi-pagi begini kamu mau ke mana, Ndar?" tanya Hartanto yang terendam karena mengucapkannya sambil menahan dingin.

"Kebetulan sekali bisa bertemu kamu sepagi ini. Kamu baru pulang, Har?" tanya Nandar sambil tersenyum, merasa senang mempunyai kawan dalam perjalanannya yang sepi dan dingin. "Aku sudah lama tidak menghirup udara pagi di pantai. Terlalu lama hidup di tengah bising kota. Aku rindu masa lalu,"

Hartanto tidak berkomentar. Ia tahu kalau pembicaraan ini akan sampai pada masalah Noumenus kemudian masalah Rena, dan selalu saja akan kembali ke Rena. Dia tidak mau membahas tentang Noumenus, apalagi tentang Rena. Hartanto punya tetap diam sambil terus memacu sepeda motornya di samping Nandar.

"Temani aku, Har!" kata Nandar pelan saat ingat kalau pada persimpangan di depan mereka akan berpisah.

"Aku mau pulang," jawab Hartanto datar.

"Ayolah, masak kamu tega,"

"Aku mau pulang!" tegas Hartanto, "Lagi pula, dulu kamu sering ke sana sendiri, jadi tidak ada salahnya kalau sekarang kamu juga sendirian."

"Kamu boleh pulang." Sahut Nandar tidak bersemangat.

Nandar mengenang masa lalu itu, ketika saat apa pun dia harus menikmatinya sendiri. Di pantai Pandansari, Nandar dulu sering menghabiskan waktu selain di Noumenus. Karena terlalu seringnya Nandar berada di sana, masyarakat tidak lagi menganggapnya sebagai pendatang. Walau seringkali Nandar datang saat dini hari waktu orang-orang tertidur lelap dan harus rela terganggu saat suara biola mengalun di dalam keheningan bersama debur ombak. Dan di setiap hari senin dan Kamis, Nandar akan berada di sana sampai sore yang kemudian mengajar anak-anak mengaji. Dia menjadi warga desa yang tidak pernah berada di desa iu, tanpa KTP dan seorang guru tanpa gaji namun ia ikhlas menjalankan tugasnya.

"Mau apa kamu di rumah?" tanya Nandar berusaha merubah pikiran Hartanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun