Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika Marketplace Guru: Mau Jadi Guru? Check Out Dulu!

4 Juni 2023   00:45 Diperbarui: 4 Juni 2023   01:01 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Animasi dari Pixabay, Gambar dibuat penulis

Permasalahan finansial para pendidik itulah yang ingin diselesaikan oleh menteri pendidikan kita, bapak Nadiem Makarim, melalui Marketplace Guru. Namun benarkah itu bisa menjadi solusi? Jika itu memang solusi, lalu mengapa hal ini menjadi permasalahan? Pertanyaan ini akan mengantarkan kita pada bab berikutnya;

Mengapa Marketplace Guru Menjadi Masalah?

Tiada angin tiada hujan, sebenarnya Marketplace Guru menjadi masalah bagi kita semua karena dua hal, pertama, Mengapa namanya Marketplace Guru? Kedua, Bagaimana cara kerja sistem Marketplace Guru?

Penggunaan nama Marketplace Guru dinilai masyarakat Indonesia sebagai objektifikasi guru menjadi sebuah barang yang diperjual-belikan. Padahal guru merupakan pekerjaan mulia yang dimana pada profesi itulah peradaban dibangun, dan bahkan sama seperti dokter, guru merupakan profesi sehingga mereka yang mendapatkan gelar 'guru' tentulah memiliki kebanggan, dan nama Marketplace Guru yang membuat guru seolah menjadi barang, adalah masalah.

Yang ditakutkan jikalau pak mentri ngotot menggunakan nama Marketplace Guru, maka kedepannya stigma guru bukanlah menjadi orang yang dimuliakan, melainkan hanya sekedar barang. Para peserta didik maupun orang-orang akan dengan mudah mengatakan 'kamu disini karena kamu dibayar' bukan lagi tentang 'kamu disini karena kamu dibutuhkan'.

Padahal, guru mestilah dijunjung baik secara gaji maupun profesi, sebab di pundak dan tangan merekalah peradaban di titipkan. Kualitas SDM Indonesia ditentukan oleh seberapa berkualitas guru mereka, itulah mengapa jika yang menempati profesi keguruan adalah mereka yang tidak pedulian, dzalim, dan hanya menerima gaji buta, maka peradaban suatu bangsa akan terancam; hal itu dikarenakan guru tidak dapat melahirkan output yang berkualitas, dan bahkan melahirkan generasi yang menghancurkan bangsanya sendiri. Tetapi jika seorang guru memiliki kualitas yang unggul baik dari segi intelegensi dan mental, maka manusia-manusia sekelas Helen Keller masih bisa dibentuk oleh mereka.

Dan dalam hal ini, atas kemuliaan tersebut nama guru yang disamakan seperti ikan tongkol di Shopee jelas membuat para guru dan calon guru menjadi murka.


Pemilihan diksi yang salah menjadi masalah, sebab nama marketplace guru merendahkan identitas seorang guru. Jika kita menalar pak Nadiem Makarim yang memang memiliki latar belakang pebisnis, tentu nama marketplace merupakan nama yang keren bagi beliau, tapi saya percaya 100% bahwa nama Ruang Guru jauh lebih keren dari nama yang beliau tawarkan.

Itulah mengapa nama Marketplace Guru sebaiknya diganti, dan ada beberapa tawaran nama yang belakangan ini mencuat, misalnya Ruang Talenta. Akan tetapi nama Ruang Guru menurut saya jauh lebih keren walau pak Nadiem akan mengalami masalah copyright (hak cipta) dengan pemilik Ruang Guru itu sendiri.

Jadi saya rasa, sudah saatnya mahasiswa maupun anak-anak zaman now yang kece dengan pemilihan bahasa yang keren dan wadidaw muncul ke publik dengan nama-nama baru untuk menggantikan nama Marketplace Guru. Dan jika pak Nadiem kesusahan mencari nama, beliau mesti sowan ke Jaksel (Jakarta Selatan), konon bahasa umat manusia terlahir dari sana.

Kemudian, masalah yang lebih urgent; Bagaimana sih cara kerja Marketplace Guru?

Hal ini sebenarnya yang menjadi permasalahan Marketplace Guru, karena bapak Nadiem Makarim belum menjelaskan secara gamblang mengenai bagaimana sistem itu bekerja, persyaratannya, serta bagaimana bentuk serta model dari Marketplace guru itu sendiri. Sehingga hal ini kemudian menjadi pertanyaan besar dari kalangan bawah seperti saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun