Kebusukan Manusia
Dalam diri kita masing-masing, terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan sebagai manusia normal. Untuk itu, lewat berbagai cara kita berusaha untuk membangun dan menciptakan atap, tembok, dinding, dan pintu untuk menutup dan mengunci diri dengan rapat agar seluruh keberadaan kita yang lemah, rapuh, dan bahkan busuk itu tidak diketahui oleh orang lain.
Sadar atau tidak kita bangsa manusia terkadang bahkan kerap menemukan diri kita bagai toilet. Ada kelemahan, keterbatasan, bahkan kebusukan yang dalam diri yang berusaha untuk kita bungkus atau sembunyikan dari orang lain karena malu.
Membungkus dan Menutup Diri
Manusia memang pandai bermain sandiwara dengan dirinya sendiri. Apa yang ditampilkan dalam panggung kehidupan, lebih sering bukanlah diri yang sesungguhnya tapi suatu skenario ciptaan belaka.Â
Kita membungkus diri dengan pakaian yang mewah agar tidak ketahuan bahwa kita sebenarnya untuk makan dan minum saja sulit.Â
Kita membangun benteng pertahanan diri dengan kata-kata yang begitu kudus, suci dan meyakinkan, untuk membentengi diri dari kekurangan. Dengan berhiaskan senyum dan tawa ria di bibir, kita berusaha untuk menutupi suasana hati yang sebenarnya lagi kacau, galau, dan sedih, dan lain sebagainya.
Yang lebih parah dan memalukan adalah dengan pakaian yang panjang, status, gelar, dan nama besar yang kita miliki, kita menutup diri agar kedok, ambisi, dan niat-niat busuk dalam diri kita tidak diketahui oleh orang lain.Â
Akan tetapi, yang namanya kebusukan, tersimpan rapi dan serapat apapun, tetaplah akan tercium juga. Maka, belajarlah untuk terbuka. Kalau ada yang busuk dan melekat dalam diri, mari kita cebo.
***
Tulisan ini lahir dari sebuah refleksi konyol dari seorang penulis. Jika menyimpang, dengan senang hati, menerima masukan untuk menyempurnakannya.
Selamat Hari Toilet Sedunia.