Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semangat Mengejar Cinta Pemuda Tampan

16 Maret 2023   20:12 Diperbarui: 1 Juni 2023   08:55 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Hari ini, sebanyak tiga puluh paket buku telah dipersiapkan, rencananya aku gunakan jasa  ekspedisi si motor oren.
Iyaa paket buku! Aku adalah seorang penulis novel di beberapa platform berbayar. Penggemarku sangat banyaaak, tersebar di Nusantara. Nyombong dikit boleh doong.


Kuraih gawai, kucari kontak petugas ekspedisi oren, untuk menanyakan harga ongkir tiap tujuan. Aku biasa menanyakan kepada petugas langsung, karna terdapat perbedaan harga lebih murah daripada cek di aplikasi. Yaaa...  meski beda tipis-tipis!


[Salam Mbak, aku mau kirim paket tiga puluh buah, dengan tujuan yang berbeda. Boleh saya tahu info ongkir ya ?] Ku Kirim pesan lewat aplikasi hijau.


Ting!
Gawaiku berbunyi pertanda ada balasan dari pihak ekspedisi.
[ Boleh Mbak, salahkan kirimkan alamat nya!]
Segera ku kirimkan satu persatu alamat tujuan.


Ting !
Ting !
Ting !
 Gawai ku terus berbunyi dan kami saling berkirim pesan.


[ Posisi Mbak di mana ? Nanti akan ada Kurir yang jemput paket Mbak, kami terima jasa, ambil langsung paket ke rumah konsumen!]
[Oh, oke aku kirim alamat ya ]
Segera ku share lokasi rumah serta informasi lengkap sebagai patokan posisi rumah.
"Lumayan paket dijemput kurir, jadi ga usah capek-capek keluar" aku bermonolog.


Sambil menunggu pihak kurir datang, ku rapihkan semua paket agar siap angkut.
Ting!
[ Mbak. Posisiku di sini, rumah Mbak sebelah mana ?] Kurir mengirimkan foto yang menunjukkan posisi dia berada.
[ Oke aku keluar]

Segera aku keluar rumah dan mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari sosok petugas berjaket atau motor warna Oren.

" Ah itu dia" segera ku lambaikan tangan memberi tanda. Motor itu pun mendekat.
"Mas tunggu ya aku ambil paketnya," ku suruh kurir menunggu di luar pagar, karna di rumah memang sedang sepi dan aku tidak terbiasa terima tamu masuk rumah.


"Baik Mbak! Oya Mbak, tadi sudah diberitahukan pembayaran juga kan ya ?" Mas kurir bertanya sambil dia lepas helm.
Jreng....!
Kulihat wajah dibalik helm, begitu putih dan bersih, tanpa jerawat, sekilas senyum tipis yang membuat aku terkesima.


"Mbak?"
"Oh...! iya iya, sudah kok. Sebentar Mas saya ambil paketnya. Oh silakan masuk Mas, tunggu di teras aja, lumayan neduh," segera ku geser pagar agar mas kurir dan motornya bisa masuk.


Bungkusan paket yang kusiapkan tiga puluh buah, akhirnya ku sisakan sepuluh buah. 

"Ah dua puluh paket aja yang dikirim, sepuluh lagi menyusul" pikirku, biar ada alasan ketemu mas Kurir ganteng lagi. Hehe.
"Ini Mas, ada dua puluh paket, dan ini total pembayaran ongkirnya! sesuai rincian dari Mbak yang tadi kan ?" Aku tunjukan chat yang dikirim Mbak petugas.


"Ini kembalinya Mbak."
"Oh ga usah, uang bensin aja ga apa. Oh iya saya  masih ada, sepuluh paket lagi, bisa kan Mas, dua hari ke depan ambil sepuluh paket ke sini?  Baru siap dua hari lagi soalnya."


"Ooh siap Mbak, besok saya ambil."


"Yes....! Mas nya bakal  dateng lagi."
****


1 bulan berlalu, sejak  pertemuan pertama dengan kurir tampan, sering sekali, aku mengirimkan paket, karna memang orderan novelku lumayan laris. Kalo bukan dia yang datang mengambil paket, tentu saja aku yang datang ke kantor pos.


 Seperti hari ini, dengan penampilan sempurna, sedikit polesan sederhana dan secukupnya parfum, aku datang ke kantor pos. Dengan semangat dan hati penuh harap bertemu dengan pujaan hati.


 "Siang Mbak Eva!" Sapaku, pada petugas pos yang biasa aku japri untuk urusan pengiriman barang. 

Begitu kaki ini memasuki pintu kantor pos, hatiku menclos, tak kudapati batang hidung mancung kurir ganteng yang belakangan ku tahu namanya Satria.


"Hey Dek, ayok masuk!  cari siap sih ?"
Mba Eva bertanya setelah melihat gelagatku yang clingak clinguk.


"Eh Mbak, Satria ga ada ? tanyaku kepo.
"Lagi ambil cuti dia, kabarnya mau nikah. Nih ada undangan jug buat kamu!" Mbak Eva menyerahkan satu surat undangan berhiaskan nama Satria.


"Huaaaa..! Sialan, Satria udah mau nikah aja, hik hik...! Aku patah hati lagi...! Jomblo lagi." Ucapku berbisik.
"Nih Mbak aku kirim tiga paket buku, tujuan Malang, Makassar dan Bandung ya!"   Sambil menyerahkan bungkusan.


Dengan cekatan mbak Eva, mencatat dan menyerahkan resi. Seraya berbisik.
"Kamu patah hati ya tahu Satria nikah ?
"AIsssssh... Mbak Eva, bikin aku keki deh !"
"Dah Mbak, aku balik ya."


Bug..!  Aaaw!
Sebuah tubuh menabrak tubuhku saat berbalik ke arah pintu. Sontak ku tengadahkan Kepala untuk mengetahui siapa gerangan.  


"Melati?" Seru suara di depan.
"Arjuna.... " Pekik ku girang.
Ternyata aku bertemu mantan terindah saat SMA.
"Wow  kok kamu tambah ganteng sih Juna ? Tanya ku jujur .
Kamu juga tambah cantik," pujinya. Terang aja aku tersipu malu.
Btw ke mana aja nih ? Lama ga ketemu.
Hemmm... gimana kalo kita jalan aja sekarang.  Ya anggap aja nostalgia. Ajakku.

"Oke ayook!Aku dan Juna keluar bersama. "Hidup itu harus penuh semangat dan dinikmati dengan baik. Tidak ada kurir tampan, eeh mantan terindah tampan pun datang. Semangat raih masa depan" aku bermonog menyemangati diri. Buatlah hidup seindah kisah novel... Semangat. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun