Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Taman Sejarah, Memesona dan Sarat Akan Nilai Sejarah

24 Maret 2021   10:50 Diperbarui: 25 Maret 2021   15:01 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut Taman Sejarah berlatar belakang Gedung Internatio (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang telah dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia, tak serta merta membuat penjajah (Jepang) secepatnya hengkang dari bumi pertiwi tercinta ini.  

Kondisi dalam negeri sendiri masih terbilang panas. Malahan muncul keinginan dari pihak Belanda, Inggris, dan sekutunya untuk menguasai kembali tanah air ini.  

Petugas kebersihan Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Petugas kebersihan Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Taman Sejarah dulunya menjadi ajang perang 10 November 1945

Perang Surabaya pada dasarnya merupakan rangkaian yang cukup panjang, yang tidak terjadi pada 10 November 1945 saja melainkan pada September dan Oktober 1945 sudah mulai meletus perang dan puncaknya pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran yang terjadi di antara kedua belah pihak memang tidak seimbang. Arek-arek Suroboyo, segenap rakyat Surabaya dan berbagai elemen lainnya kala itu hanya bersenjatakan alat-alat perang hasil rampasan dan senjata milik sendiri tapi ala kadarnya


Pengunjung yang sedang asik bercengkrama di Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pengunjung yang sedang asik bercengkrama di Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bahkan menurut catatan sejarah, ada di antara para pejuang Surabaya itu yang menggunakan senjata tajam dan takeari (bambu runcing) untuk menghadapi pasukan Inggris dan sekutunya secara frontal.  

Dari sisi logika, apa yang dilakukan para pejuang Surabaya itu, terkesan konyol dan "setor nyowo" (menyerahkan nyawa begitu saja). Namun sejatinya mereka itu memegang prinsip, "lebih baik mati (hancur) berkalang tanah daripada hidup dijajah bangsa asing, rawe-rawe rantas malang-malang putung".

Rajin menyirami air agar tanaman tetap sehat dan tumbuh subur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Rajin menyirami air agar tanaman tetap sehat dan tumbuh subur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pertempuran Surabaya yang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu itu dikabarkan sedikitnya menelan korban 20.000 orang dari pihak rakyat Surabaya. Surabaya dibombardir dari segala penjuru, mulai darat, laut dan udara. 

Tercatat dalam sejarah bahwa pertempuran yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 itu merupakan salah satu perang yang paling sengit (dahsyat) pada masa itu.  

Kawasan Kembang Jepun (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kawasan Kembang Jepun (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sebelum tersulut dan akhirnya meletus perang 10 November, pada tanggal 30 Oktober 1945 sempat terjadi konflik bersenjata yang akhirnya menewaskan Brigadir Jenderal AWS Mallaby. 

Peristiwa tewasnya Mallaby ini terjadi di sekitar Jembatan Merah, Gedung Internatio (Internationale Crediten Handelvereeniging), Gedung Cerutu, dan Jalan Garuda (heerenstraat).  

Gedung Internatio (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Gedung Internatio (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Taman Sejarah dulunya bernama willemsplein

Selain Jembatan Merah dan bangunan-bangunan tua berarsitektur menawan, ada sebuah lapangan (alun-alun) yang kala itu masih bernama Willemsplein yang menjadi saksi bisu tewasnya AWS Mallaby.  

Roda sejarah terus berputar. Alun-alun yang di masa revolusi masih bernama Willemsplein kini oleh pemerintah kota (pemkot) Surabaya dibenahi dan dikelola secara cermat hingga menjadi sebuah taman yang apik dan ciamik. Namanya kemudian diganti menjadi Taman Sejarah yang sebelumnya bernama Taman Jayengrono.  

Bagian depan Jembatan Merah Plaza dari Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bagian depan Jembatan Merah Plaza dari Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sekadar untuk diketahui, penamaan Alun-alun Willemsplein karena pengaruh kolonialisme Belanda sangat kuat kala itu. Sedangkan kata "willem" diadopsi dari nama Willem sebagai raja (penguasa Belanda) pada kurun waktu 1800 an. 

Sementara nama Jayengrono (Jayengrana, ada yang menyebut Jangrana ada juga Jengrana) diambil dari nama seorang tumenggung (adipati) Surabaya kala itu.  

Belakangan nama Taman Jayengrono diubah lagi dengan nama Taman Sejarah dengan alasan karena di kawasan (lapangan atau alun-alun) itu dulunya pernah terjadi peristiwa bersejarah yaitu baku tembak antara Arek-arek Suroboyo dan segenap rakyat Surabaya lainnya dengan pasukan yang dipimpin oleh Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby dari Inggris.  

Duduk santai menikmati lalu-lalang kendaraan bermotor (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Duduk santai menikmati lalu-lalang kendaraan bermotor (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Konflik bersenjata itu hingga menyebabkan tewasnya sang Brigadir Jenderal tersebut. Sampai saat ini, apa dan siapa penyebab kematian Brigadir Jenderal AWS. Mallaby masih menjadi misteri yang tak terpecahkan.  

Berbagai versi beredar di dunia maya dan nyata. Ada pendapat yang mengatakan karena ketika terjadi konflik bersenjata itu Mallaby sedang berada di dalam mobilnya. Saat sebuah granat meledak, tubuhnya hangus terbakar sehingga jenazahnya nyaris susah dikenali lagi. 

Petugas kebersihan Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Petugas kebersihan Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pendapat lain mengatakan kalau beliau ditembak oleh salah satu Arek Suroboyo berusia sekitar 20 tahunan tapi tidak jelas siapa pemuda itu dan beragam versi lainnya.  

Saya sendiri secara pribadi mengatakan kalau pemberian nama Taman Sejarah itu lebih mengena dan mudah diingat (dihafal) orang. Selain itu lebih bersifat universal dan tak mengandung unsur kesukuan. 

Bak sampah di Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bak sampah di Taman Sejarah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Terlepas dari berbagai pendapat (pro dan kontra) seputar sejarah taman, yang penting masyarakat Surabaya dan sekitarnya bisa dengan maksimal memanfaatkan Taman Sejarah itu.  

Taman kota, apapun namanya tak terkecuali Taman Sejarah yang berada di Jalan Jayengrono Surabaya itu setidaknya harus memenuhi aspek keindahan (estetika). 

Taman Sejarah dikunjungi beragam kalangan (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Taman Sejarah dikunjungi beragam kalangan (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Beragam tanaman hias dan pohon peneduh ditata sedemikian rupa hingga nyaman dilihat dan menghadirkan suasana (udara) segar bila berada di dalamnya.  

Tidak sekadar sebagai tempat berfotoria dan kongkow, keberadaan Taman Sejarah, setidaknya dapat memperbaiki lingkungan alam (aspek ekologi dalam skala kecil) di kawasan itu.  

Duduk santai dengan latar belakang Gedung Cerutu (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Duduk santai dengan latar belakang Gedung Cerutu (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Lokasi Taman Sejarah sangat strategis

Selain beragam fasilitas yang ada di dalamnya. Taman Sejarah termasuk salah satu taman kota yang begitu spesial, mengapa? Karena berada persis di depan kompleks pertokoan Jembatan Merah Plaza atau warga Surabaya biasa menyebutnya JMP. 

Taman Sejarah berada tidak jauh dari kawasan bisnis (pertokoan) Kembang Jepun, kantor-kantor besar dan hotel yang masih memfungsikan bangunan cagar budaya warisan Belanda yang terletak di kawasan sepanjang Jalan Rajawali Surabaya.  

Taman Sejarah, indah dan tertata rapi (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Taman Sejarah, indah dan tertata rapi (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Tidak jauh dari Taman Sejarah terdapat Pasar Pabean yang berlokasi di Jalan Pabean Cantikan Surabaya. 

Pasar tradisional modern ini selain menyediakan beragam kebutuhan pangan, ikan, daging dan bahan-bahan lainnya bagi warga Surabaya dan sekitarnya juga dicanangkan sebagai pasar cagar budaya yang keberadaannya dilindungi undang-undang.  

Taman nampak indah dan menyegarkan mata (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Taman nampak indah dan menyegarkan mata (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Memang tidak berlebihan bila dinamakan Taman Sejarah karena selain berada di lokasi terjadinya rangkaian peristiwa heroik 10 November 1945 juga berada tak jauh dari kompleks Wisata Religi Sunan Ampel yang terletak di kawasan Jalan Sasak-KH. Mas Mansyur Surabaya.  

Tak ubahnya puluhan taman cantik lainnya, Taman Sejarah yang luasnya kurang lebih 5300 meter persegi itu didisain seindah dan semenarik mungkin. 

Jembatan Merah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Jembatan Merah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Di dalamnya terdapat air mancur, jalur relaksasi, area khusus untuk panggung (pentas) seni, teknologi lampu hias berwarna-warni dan pastinya taman bunga dengan tanaman hias beraneka warna.  

Berselfie ria di Jembatan Merah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Berselfie ria di Jembatan Merah (Dokumentasi Mawan Sidarta)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun