Mohon tunggu...
Maulidya Adzkya
Maulidya Adzkya Mohon Tunggu... Freelancer - Hallo Panggil aja KYA

Menulis sebagai teman penamu. Salam kenal yaa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepercayaan Lebih Rapuh dari Perasaan Cinta

16 November 2020   15:48 Diperbarui: 17 November 2020   13:00 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pinterest.com/megibram.com

Hari ini mendung disertai udara panas. Benar, udarnya panas, sama sekali tidak menunjukan tanda bahwa air langit akan turun dari atas sana meski langit sudah berwarna gelap. 

Sudah hampir 20 menit kami duduk berhadapan bersama kesunyian. Minuman dari masing-masing gelas tak tersentuh sedikit pun. 

"Haaah.." Sebuah hembusan nafas tak tenanglah dari sang lawan bicara yang pertama kali memecah keheningan.

"Jadi, aku ingin membicarakan soal hubungan kita An.." Ucapnya lirih disertai suara penuh penyesalan.

"Haha." Aku membalasnya dengan tawa yang begitu dipaksakan ke udara. Tidak tahu kerasukan apa pria di depan ku ini dengan tiba-tiba membahas hubungan.

"Hubungan? Kita bahkan tidak memiliki hubungan Bin." Benar, kita sama sekali tidak memiliki hubungan apapun sejak dua minggu lalu kamu yang memilih memutuskan hubungan kita dengan berselingkuh. 

"Maksudku, aku mau kita pisah baik-baik dan tetap menjalin hubungan pertemanan. Aku benar-benar merasa sangat bersalah berpisah dengan tidak baik-baik seperti sekarang." Pria itu benar-benar mengucapkannya tanpa tahu malu, ya, menurutku dia berkata seperti itu bukan atas dasar menyesal, melainkan untuk keegoisannya sendiri agar merasa tenang, karena takut dianggap manusia yang jelek. 

"Hahahaha."Kali ini tawa ku meledak menggema di seluruh ruangan cafe. 

"Wahh, Kamu benar-benar jadi pelawak ya sekarang. Aku sampai tertawa mendengar ucapanmu itu."Aku mengeraskan ekspresi wajahku, menahan kesal.

"An. Aku serius. Bisa-bisanya kamu tertawa di saat seperti ini". Sorot mata pria itu kini terlihat marah, tidak sekhawatir sebelumnya.

"Saat seperti ini? Bukankah sudah telat untuk membahas sesuatu yang serius sekarang? Aku bahkan tidak tahu harus merespon seperti apa, melihat kamu yang datang tiba-tiba setelah berselingkuh!" Kesabaranku sudah tidak bersisa. Emosi yang memuncak di kepala, membuat mataku seperti akan berair. 

"Maaf." Pria itu mengucapkan kata itu terdengar seolah karena terdesak, bukan karena penyesalan agar wanita di depannya tidak menangis.

"Simpan kata maaf mu itu Bin. Aku tidak bisa menerimanya. Bagiku itu tidak mengubah fakta bahwa kamu telah menyakiti aku. Dan aku benar-benar bukan manusia yang lapang menerima kesalahan mu, apalagi memaafkanmu".  Kalau memang itu sebuah penyesalan, harusnya dia katakan setelah melakukan perselingkuhan yang jelas-jelas diketahui olehku. 

Aku mengaduk-aduk minuman yang tidak bersalah dengan sedikit kasar. Kini kita kembali diam, ucapanku tidak segera dia balas. Ya, karena memang benar, dia mengakui bahwa fakta membuat aku terluka tidak mudah di obati dan dianggap angin lalu oleh kata maaf. 

Aku yang sudah merasa sesak, memutuskan untuk beranjak dari bangku cafe dan bergegas pulang. Sampai sesaat kemudian dia memanggilku dengan nama lengkap.

"Reyhujana Mahnura.. Apakah kau sudah tidak mencintaiku? Aku tau aku salah, kelakuanku kemarin telah melukaimu, tapi aku tidak pernah berniat sedikitpun melukaimu, itu benar-benar di luar kendaliku. Aku mohon kita kembali menjadi sepasang kekasih lagi, aku masih mencintaimu."

Ucapan pria itu kini terdengar tulus, dan bersungguh-sungguh. Dan An tau itu. Tapi itu semua sudah tidak berarti lagi untuknya. Apalagi dia sempat menghilang selama seminggu seolah memutuskan hubungan secara sepihak setelah ketahuan selingkuh.

"Bintang Estha. Rasa kepercayaanku sudah hilang dibanding rasa cintaku, dan aku tidak bisa melanjutkan hubungan sepasang kekasih dengan berpura-pura baik-baik saja setelah di selingkuhi. Mungkin akan berat bagiku melupakan perasaan ini, tapi aku yakin aku lebih mampu melaluinya sendiri daripada menjalin hubungan karena perasaanku masih ada. Aku harap kamu belajar dari kejadian ini."

Aku pun mengucapkannya sambil berdiri untuk berlalu pergi, tidak ingin duduk bersama lagi dalam waktu yang lama, karena kepercayaan ku lebih rapuh dari perasaaan cintaku. 

Kini hanya tinggal Bintang yang ada di meja tersebut. Benar, dia mengakui bahwa rasa percaya Hujan untuknya sudah tidak bersisa sama sekali. Hanya tinggal penyesalan dan rasa cinta Bintang yang menguap di cafe itu bersamaan dengan langkah Hujan yang sudah memilih meninggalkannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun