Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sri Hayuni, Mendirikan Panti Rehabilitasi Setelah Anak Jadi Pecandu Narkoba

15 Agustus 2018   11:00 Diperbarui: 16 Agustus 2018   12:04 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Hayuni (depan) berbicara tentang pengalaman menangani anaknya yang menjadi pecandu narkoba. (Dok. Pribadi)

"Jika anak mulai sering mengurung diri di kamar, perilakunya aneh, hati-hatilah, jangan-jangan dia mulai kecanduan narkoba. Saran saya, jangan segan-segan  memerika kamar anak, bahkan sampai ke barang-barang pribadinya.."

Begitu pesan yang disampaikan Sri Hayuni, seorang ibu yang kini mengabdikan dirinya untuk menyelamatkan anak-anak korban narkoba, dengan mendirikan sebuah Panti Rehabilitasi Narkoba bernama Yayasan Harapan Permata Hati.

Sri berbicara di hadapan peserta Workshop Training of Trainers (ToT) yang diadakan oleh Inklusi Film bekerja sama dengan Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) dan Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbang Film) Kemendikbud, di Perpustakaan Kemendikbud, Jl. Jenderal Sudirman Jakarta, Selasa (14/8/2018).

Sri tidak berbicara berdasarkan teori-teori belaka. Ia mengalami sendiri bagaimana narkoba telah merusak hidup anaknya, sebelum ia turun tangan sendiri untuk menyelamatkan sang buah hati.

"Kita memang harus total menangani keluarga yang menjadi pecandu narkoba. Jangan mendengarkan kata orang lain. Orang waktu itu menghakimi saya, mereka katakan, pantas saja anaknya jadi pecandu narkoba, karena kedua orangtuanya sibuk sih. Waktu itu saya dan suami memang sama-sama bekerja," tuturnya.

Sri tidak memperdulikan kata orang. Dia harus menyelamatkan anaknya, bagaimana pun caranya. Mulailah ia banyak membaca tulisan-tulisan tentang narkoba, belajar mengenali ciri-ciri pemakai, dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

Cara pertama yang dilakukan adalah memeriksa kamar anaknya. Dia menemukan bungkusan narkoba di tempat yang tersembunyi. Dia panggil anaknya, diajak bicara. Semula anaknya tidak mengaku, tetapi dengan pendekatan lemah-lembut sebagai ibu, anaknya akhirnya mengaku, dan berjanji tidak akan menggunakan narkoba lagi.

Namun janji tinggalah janji, Sri masih menemukan bungkusan narkoba di tempat yang lebih tersembunyi. Dipanggil lagi anaknya, mengaku, dan bersumpah tidak akan memakai narkoba lagi. Tetapi sumpah itu pun berkali-kali dilanggar.

"Bagi pemakai narkoba, sumpah itu tidak ada artinya. Sehari sepuluh kali pun sumpah, dilakukan. Tapi jangan berharap sumpah itu bisa dijaga," kata Sri.

Yang terjadi selanjutnya adalah, sang anak semakin pintar menyembunyikan narkoba yang akan dikonsumsinya. Sri sudah memeriksa hampir semua bagian kamar atau rumahnya, ia nyaris tidak menemukan barang haram simpanan anaknya. Dia tidak mau menyerah. Alhirnya ia menemukan narkoba di lipatan gordijn (tirai) jendela kamar anaknya.

"Jadi pengguna narkoba itu orang yang sangat manipulatif, lihai berkamuflase. Kadang tutur katanya lembut, sangat sopan dan seperti orang penurut. Tetapi jika kita lengah, cepat terpengaruh dengan sikapnya, di situlah dia akan memanfaatkan kesempatan," kata Sri Hayuni.

Jika cara itu tidak berhasil, tahap berikutnya sang pecandu akan mencuri barang-barang yang bisa dijual, untuk memenuhi kebutuhannya akan narkoba.

Suami Sri Hayuni adalah seorang penggemar fotografi yang memiliki beberapa kamera di rumah. Barang-barang itu disusun rapih di lemari kaca, masih dalam bungkusnya. Suatu hari ketika suaminya memeriksa, ternyata semua kamera telah hilang, sementara bungkus dan posisinya di dalam lemari seperti tidak berubah.

"Itulah salah satu kemampuan pecandu narkoba dalam berkamuflase," ujar Sri.

Setelah habis barang yang bisa dicuri untuk dijual, anaknya mulai meminta uang terus terang kepada orangtuanya, ketika merasa sakau. Jika tak dituruti, ia akan memaksa dan menjadi beringas.

"Saya pernah dilempar dengan Al Qur'an ketika sedang shalat!," ungkapnya.

Narkoba ibarat sarang laba-laba bagi serangga. Dia akan menjerat dan tidak akan melepaskan korbannya sebelum mati.

"Jadi kalau ada yang coba-coba pakai narkoba, seperti artis supaya tahan melek, kuat dalam bekerja, itu salah. Tidak mungkin dia bisa melepaskan diri kalau sudah kecanduan," tandas Sri.

Menurutnya ada tiga kategori pemakai narkoba. Yang pertama user, orang yang masih coba-coba. Kategori ini masih bisa lepas. Kalau dia rasakan narkoba tidak membuatnya nyaman, akan dia tinggalkan. Tetapi bila merasa enak, akan diteruskan.

Tahap berikutnya adalah Penyalahguna narkoba atau obat-obatan terlarang. Tipe seperti ini mulai mengkonsumsi bila mendapatkan barang.

Dan yang terakhir adalah Pecandu, addict, ini yang sulit disembuhkan. Sebab seorang pengguna narkoba, di mana pun dia berada, dia akan selalu mencari narkoba. Apa pun caranya akan dilakukan, sekali pun dia harus mempertaruhkan nyawa. Pecandu narkoba selalu terobsesi menggunakan narkoba. Yang ada dalam pikirannya hanyalah memakai narkoba.

"Pernah dengar ada seorang lelaki yang menjaminkan adiknya kepada bandar narkoba? Jadi apa saja bisa dilakukan. Jendela rumah bisa dijual. Anak saya menjual burung dan kamera," kata Sri.

Sri sendiri baru berhasil membebaskan anaknya dari cengkeraman narkoba setelah 11 tahun berjuang. "Anak saya sudah bebas narkoba, tapi dia jadi anak pelupa. Sering kali dia lupa di mana meletakkan kunci mobil, sampai saya membuatkan tempat khusus."

Cara terbaik untuk mengatasi kecanduan narkoba adalah melalui rehabilitasi. Tetapi rehabilitasi seperti apa? Menurut Sri, tidak semua cara rehabilitasi bagus bagi pecandu narkoba. 

Ada rehabilitasi dengan cara menyuntikan obat-obatan tertentu kepada pecandu, itu akan menimbulkan dampak yang kurang baik. Pecandu akan menjadi bipolar, memiliki kepribadian ganda. Karena obat-obatan itu akan menyerang simpul saraf di otaknya.

Obat-obatan detox menurut Sri, akan merusak otak secara permanen, karena zat yang digunakan bekerja di otak. Anak sudah stabil, tapi jadi pelupa. Penyembuhan terbaik pecandu narkoba menurutnya adalah dengan pemulihan fisik, mental, emosional dan spritual.

Polisi gencar menangkapi pemakai narkoba, memasukan mereka ke penjara. Akibatnya yang terjadi bukan mengurangi jumlah pemakai narkoba, tetapi makin memperparah keadaan. Banyak napi narkoba yang berkenalan dengan jenis-jenis narkoba yang lebih berat di penjara.

"Anak yang ditangkap karena mengisap ganja, ke luar dari penjara malah jadi pecandu sabu-sabu, karena di penjara tidak sulit mendapatkan narkoba. Banyak bandar narkoba yang mengendalikan bisnisnya dari dalam penjara," kata Sri.

Pemberantasan narkoba sering disalahgunakan oleh oknum aparat untuk mencari uang. Aparat memeras pemakai narkoba dan memasukkan mereka ke penjara bila tidak bisa diajak damai. Akibatnya semakin sulit upaya pemberantasan narkoba di Indonesia, karena dengan memasukan pengguna narkoba ke penjara, bukannya pengguna sembuh, melainkan semakin akut.
Penjara adalah tempat pengguna narkoba belajar.

Untuk memulihkan pecandu narkoba, yang pertama-tama seluruh orang yang berada satu rumah dengan sang pecandu, harus dipulihkan dulu. Mereka harus punya pemahaman yang sama tentang bahaya narkoba dan upaya pencegahan maupun pentingnya rehabilitasi.

Untuk menyelamatkan anaknya, Sri memutuskan untuk berhenti bekerja, dan menangani anaknya secara langsung. Sri memiliki metode sendiri untuk melakukan rehabilitasi. Tidak dengan obat-obatan, tetapi dengan menyentuh simpul kognitif pecandu.

"Saya merehabilitasi pola pikir mereka, obsesi mereka. Dari obsesi akan narkoba, sampai terobsesi untuk berhenti. Banyak pecandu narkoba yang ingin berhenti, tetapi tidak mampu melepaskan obsesi tentang narkoba," papar Sri.

Sri Hayuni lalu bergabung di Yayasan Harapan Permatan Hati dan mendirikan  panti rehabilitasi bersama pengurus lainnya. Dari tempat rehabilitasinya di Ciawi, Bogor, pati rehabilitas ini menyembuhkan pecandu narkoba dengan metode yang dijalankan sendiri. Tidak menggunakan obat-obatan karena dia tahu itu akan menimbulkan dampak yang buruk juga. Saat ini ada 11 anak kecanduan narkoba yang menjalani rehabilitasi di tempatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun