Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Ketiga)

26 Juli 2021   04:19 Diperbarui: 26 Juli 2021   06:49 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembicara lainnya  adalah Cr Emilia Lisa Sterjova, Whittlesea City Council dan Cr Stephanie Amir, Derebin City Council.  Mereka telah membuka wacana komunitas lokal dalam hal kelestarian lingkungan dan layanan bagi kaum muda. 

Mereka berbagi pengalaman dalam hal keterampilan bernegosiasi dan memengaruhi perubahan di bidang yang didominasi kaum pria. 

Mereka juga membahas tentang pentingnya keragaman dan iklusi dalam kepemimpinan, serta bagaimana cara dewan lokal di Victoria bekerja untuk mendukung dan mempromosikan mutikulturalisme dan pluralism agama.

Emilia L. Sterjova karena usianya begitu muda ketika maju  menjadi anggota dewan, sehingga banyak orang tidak percaya atas kemampuannya. "Waktu saya mau mencalonkan diri sebagai konselor, orang-orang mengatakan seharusnya ayah saya (yang dicalonkan), bukan saya", katanya. Ia menjadi salah satu perempuan councillor (anggota dewan) kota Whittlesea yang terpilih dalam usia yang sangat muda yaitu 19 tahun.  Saat pertemuan kami di Deakin Unviersity, ia masih berstatus sebagai mahasiswa di La Trobe University.

Sepak terjang Emilia berawal dari keikutsertaannya sebagai relawan di sebuah komunitas lokal di Australia. Ia mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan sosial diantaranya berkaitan dengan seni, budaya dan olahraga bagi pemuda. 

Bagi Emilia,  mencontohkan dirinya sebagai seorang perempuan muda adalah hal penting untuk menyuarakan kepentingan anak muda yang selama ini tidak terwakili. "Saya punya keterampilan unik untuk mewakili yang sebelumnya tidak terwakili, dan saya sangat bersemangat untuk membuat perubahan", ungkapnya.

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam berbagai komunitas di Australia atau di pemerintahan selama ini didominasi oleh laki-laki. Sebagian besar councillor lokal adalah laki-laki dan sudah tua, "Padahal kita butuh diversitas dalam kepemimpinan" imbuhnya. Karena latar belakang tersebut Emilia merasa perlu berkontribusi di dunia politik untuk membawa ide-ide baru, walaupun upayanya tidak mudah karena banyak yang tidak menerima perubahan. Untuk menghadapi keadaan seperti ini Emilia belajar keterampilan bernegosiasi dan memengaruhi lingkungannya.

Saat ini di Melbourne, Victoria, telah memiliki keterwakilan perempuan di parlemen. Ada dua partai yang mendominasi di Victoria yaitu Partai Buruh dan Partai Liberal. 

Berbagai permasalahan mengenai keterwakilan perempuan hingga saat ini masih banyak terjadi di Australia. Misalnya tentang stigma bahwa perempuan tidak perlu bersekolah di sekolah yang layak seperti laki-laki, perempuan juga selayaknya tidak menjadi anggota parlemen tetapi hanya laki-laki. 

Namun demikian, banyak pandangan yang menyakini bahwa peran perempuan sangat penting dalam parlemen, misalnya perempuan dipandang lebih  mementingkan aspek-aspek keamanan, kenyamanan dan keseimbangan dalam setiap keputusan yang diambil.

Coral Ross, menegaskan agar perempuan menjadi agen perubahan dunia. Menurutnya kaum perempuan berkemampuan untuk memberdayakan dunia di sekelilingnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun