Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Ketiga)

26 Juli 2021   04:19 Diperbarui: 26 Juli 2021   06:49 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Di lain sisi, ia tumbuh dalam keluarga patriarki dimana peran ayahnya sangat dominan dalam kehidupan personalnya Atas pengalamannya ini, Sushi Das melihat bagaimana perempuan-perempuan lain berusaha mendapatkan keberanian, faktor yang sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan diri, bertindak untuk mendapatkan kesetaraan, 

Selanjutnya, ia menekankan bahwa perempuan perlu memiliki kemampuan dalam mengatasi diskriminasi yang dialami di lingkungan kerja.  Salah satu contoh adalah ketika pertama kali ia masuk dalam forum redaksi, dan ia merupakan satu-satunya pejabat perempuan. Sebagaimana biasa Sushi mengalami semacam 'pelecehan' dalam arti kehadirannya seperti tidak diperhitungkan. 

Ia sadar bahwa ia memiliki multi 'minority', sebagai perempuan dan pendatang asal India. Lingkungan media merupakan salah satu profesi yang terhitung keras, umumnya masih dikuasai pekerja pria, meski kemajuan jaman saat ini banyak peran perempuan diperlukan dalam bisnis media. Apa yang dialami Sushi tentu saja memerlukan perjuangan guna dapat diakui dalam lingkungan kerjanya di media.

Menurut Sushi, perempuan harus menunjukkan keberanian dan kerja terbaik untuk menaklukan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan dalam pekerjaan. Perempuan juga harus mampu menggunakan emotional intelligence dan bisa bernegosiasi agar bisa mendapatkan hak setara dengan laki-laki. Berdiplomasi dengan kemarahan dan tangisan hanya akan menunjukkan kelemahan perempuan.

Perempuan di Parlemen

Sebagaimana yang dikemukakan oleh mentor kami, Rebecca Barlow dalam perkuliahan tentang Women Think and Act Politically, selama menjabat Julia Gillard menunjukkan upaya keras untuk meningkatkan kesetaraan perempuan. Misalnya, Gillard mengembangkan kebijakan yang meningkatkan angka partisipasi angkatan kerja perempuan, diantaranya di kalangan pengungsi perempuan dan mendirikan Emily's List, kelompok yang mengumpulkan dana untuk membantu perempuan dari partai buruh untuk terpilih. 

Pada 2010, 122 anggota parlemen dari partai buruh secara bulat dan tanpa pertentangan memilih Julia Gillard, yang notabene adalah perempuan, sebagai Ketua ALP sekaligus PM Australia. Keberanian Gillard untuk berkompetisi dengan Rudd dalam konvensi Partai Buruh yang membuahkan kemenangan baginya menunjukkan adanya perubahan karakteristik perempuan kelas menengah (middle-class women) di Australia. 

Sebagai politisi perempuan yang dapat dikatakan termasuk dalam kategori tersebut, Gillard telah berani menunjukkan sikapnya untuk bersedia dipilih sebagai pengganti Kevin Rudd.

Menariknya lagi, kemunculan Gillard, yang berstatus perempuan single (tidak menikah) dan tidak memiliki anak, dalam pentas politik Australia juga mampu mendobrak asumsi yang berkembang tentang "motherhood" seorang pejabat publik. 

Secara umum, terdapat ekspektasi sosial bahwa perempuan yang menikah lebih dapat diterima oleh publik daripada perempuan yang belum pernah atau gagal menunjukkan peran kewanitaannya sebagai seorang istri dan ibu. Meskipun telah terjadi perubahan jaman, asumsi akan lebih dihargainya status perempuan menikah dalam perannya sebagai pejabat publik masih melekat dan menjadi perdebatan di kalangan masyarakat Australia.

Australia juga memiliki tantangan yang sama dengan Indonesia dalam upaya meningkatkan keterlibatan perempuan di parlemen. Masih belum banyak perempuan yang tertarik masuk dalam ranah politik. Walau mayoritas perempuan tidak ingin masuk sebagai kandidat dalam pemilihan umum serta perempuan dianggap tidak cukup memiliki kapabilitas sebagaimana laki -- laki, menariknya dalam sejarah Australia mencatat tahun 1891 muncul gerakan perempuan menandatangi petisi menuntut hak pemungutan suara bagi perempuan. Dalam petisi ini terkumpul hampir 30.000 tanda tangan. Petisi ini percaya "Women should Vote on Equal terms with Men".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun