Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pandemi Mewabah pada Kualitas Pelayanan?

2 Maret 2021   19:19 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:56 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Google Image/FreePik/Vector

Demikian pula ketika kita memasuki toilet, tak semua kotak sabun cuci tangan terisi bahkan ditulis dengan begitu sopan kira-kira seperti ini "mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda karena kami perlu mengurangi beberapa fasilitas". Beberapa tempat makan juga tampak lengang bahkan ada yang ditutup. Semua pengurangan dan ketidaknyamanan dilakukan atas nama EFISIENSI dimasa yang masih memperihatinkan karena pandemi. Semua orang pasti memahaminya.

The greatest danger in times of turbulence is not the turbulence; it is to act with yesterday's logic - Peter Drucker

Satu hal yang tak dapat dipangkas dan seharusnya tak ada kaitannya dengan situasi pandemi adalah pelayanan. Karena jika kita bicara tentang pelayanan maka hal ini meyangkut manusianya, bukan melulu pada mesin, produk yang kita jual tetapi yang utama adalah hubungan, interaksi dan komunikasi yang terjalin antara petugas (atau perwakilan usaha) dengan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah semua aspek yang terkait dengan product knowledge,  SOP (Standar Operasional Prosedur). Tak ada alasan bahwa karena adanya pemangkasan di beberapa aspek, lalu pelayanan petugas kemudian terkikis.

Pandemi Covid 19 yang membawa sekian banyak perubahan masyarakat seyogyanya menjadi masa dimana kita berbenah diri. Kesempatan yang hadir saat tak banyak pelanggan, adalah waktu yang cukup untuk memberi yang terbaik bagi tamu yang terbatas.

Jika pada masa normal saja kita dituntut untuk memberi pelayanan terbaik, maka saat ini ketika situasi lengang adalah waktu untuk me-recharge energi positif dan tata laksana pelayanan lebih baik. 

Berkurangnya tenaga kerja disebabkan PHK seharusnya membuat kita yang tetap bekerja memberi yang terbaik. Tak perlu terbawa suasana lesu atas ketidakpastian tuntasnya pandemi ini. Atau ketakutan karena tamu akan membawa virus bagi kita, sekiranya kita telah mengikuti standar kesehatan 3M. 

Orang yang datang ke Bandara, atau mereka yang masuk toko kita untuk belanja, pun mereka yang menggunakan produk layanan kita tentu datang dengan pertimbangan tertentu. Artinya, jika tidak sangat terpaksa mereka akan memilih lebih baik tidak bepergian, tidak keluar rumah atau belanja online saja. Sehingga pelayanan yang berkesan akan sangat memberi dampak positif, demikian sebaliknya mencoreng nama perusahaan.

Bill Gates mengatakan "Your most unhappy customers are your greatest source of learning". Dalam teknik pelayanan, pelanggan yang kritis adalah pelanggan yang masih ingin datang kembali kepada kita. Sebaliknya, mereka yang bersungut, wajah kecut tapi tidak mengatakan sesuatu, keburu kesal, akhirnya memutuskan untuk berpindah ke 'lain hati'. Mereka diam karena menganggap sudah tak  ada sesuatu yang dapat diharapkan dari kita.

Kembali pada insiden yang kami alami di Bandara Halim saat akan melakukan test PCR, meskipun hal tersebut hanya terjadi pada counter yang menyediakan jasa pemeriksaan, tetapi memengaruhi gambaran atau 'image' bagi pelayanan di Bandara keseluruhan. Kita paham Bandara merupakan salah satu pintu gerbang bagi sebuah kota atau negara, tempat lalu lalangnya para tamu.

Dengan adanya pengurangan beberapa fasilitas yang pada saat normal tak terjadi, misalnya pengurangan tenaga sangat mungkin sebagai penyebab antrian panjang di counter check in terlebih dikarenakan penambahan pemeriksaan dokumen. Pemeriksanaan yang biasanya hanya sekian menit menjadi lebih lama. 

Akibatnya ada saja penumpang yang kemudian batal naik pesawat dan tiketnyapun hangus. Adalah kewajiban penumpang untuk datang lebih awal dan mengantisipasi segala kendala, namun juga kewajiban perusahaan penerbangan dan bandara guna memberi informasi serta arahan yang baik terhadap perubahan-perubahan mekanisme yang terpaksa terjadi. Sekali lagi karena ini kondisi darurat dan khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun