Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pandemi Mewabah pada Kualitas Pelayanan?

2 Maret 2021   19:19 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:56 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Google Image/FreePik/Vector

BRAND, IMAGE, REPUTATION DI MASA SULIT

Kemarin saya mengantar putera kami untuk test PCR sebelum keberangkatannya ke luar kota. Dikarenakan hari Minggu tak banyak klinik membuka pelayanan test PCR, maka pilihan kami pada Bandara yang pastinya melayani kebutuhan ini sebagai prasyarat bagi calon penumpang. 

Setelah memperoleh informasi dari internet, kami datang ke Bandara Halim Perdanakusuma dengan pertimbangan lokasi lebih dekat. Di lantai dua ada 2 counter pelayanan test PCR. Ketika masuk di counter satu pada pk. 14.30 seorang petugas pria yang sudah mulai berbenah mengatakan counter sudah tutup. 

Ketika kami utarakan bahwa informasi di internet menyebutkan pelayanan di Halim hingga pk.18.00, iapun menginformasikan bahwa counter yang di sebelah masih buka. Lalu kami berjalan menelusuri lorong panjang ke counter yang ditunjuk.

Sampai di sana, seorang wanita muda tampak sedang melayani dua pelanggan. Saat giliran kami, ia mengatakan tidak menerima pelayanan test lagi karena sudah tutup. Kami katakan, informasi yang kami dapat pelayanan hingga pk.18.00. 

Petugas pun balas menjawab dengan nada sedikit tinggi (mungkin ia lelah ya), "di sini hanya counter pembantu, yang buka hingga pk.18.00 counter utama di tengah sana" (maksudnya counter yang pertama kami kunjungi). 

Merasa dioper-oper tidak jelas, akhirnya kami memutuskan untuk segera ke Bandara Soekarno Hatta. Sebelum beranjak, tampak di depan pintu counter tadi ada banner besar bertulisan pelayanan hari Minggu hingga pk. 17.00 dan saat itu jam belum menunjukkan pk. 16.00.

Atas nama Efisiensi

Pandemi memang memerlukan permakluman dan toleransi yang cukup besar. Artinya begini, tak ada usaha yang ingin mengurangi tenaga kerjanya, tak ada pula orang yang ingin kehilangan pekerjaan. 

Kalaupun jalan menunju bandara atau penerangan di dalam Bandara sedikit berkurang dibanding masa normal, pastinya masyarakat memahami karena efisiensi. Tokh, penumpang juga tak sebanyak sebelumnya. 

Demikian pula ketika kita memasuki toilet, tak semua kotak sabun cuci tangan terisi bahkan ditulis dengan begitu sopan kira-kira seperti ini "mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda karena kami perlu mengurangi beberapa fasilitas". Beberapa tempat makan juga tampak lengang bahkan ada yang ditutup. Semua pengurangan dan ketidaknyamanan dilakukan atas nama EFISIENSI dimasa yang masih memperihatinkan karena pandemi. Semua orang pasti memahaminya.

The greatest danger in times of turbulence is not the turbulence; it is to act with yesterday's logic - Peter Drucker

Satu hal yang tak dapat dipangkas dan seharusnya tak ada kaitannya dengan situasi pandemi adalah pelayanan. Karena jika kita bicara tentang pelayanan maka hal ini meyangkut manusianya, bukan melulu pada mesin, produk yang kita jual tetapi yang utama adalah hubungan, interaksi dan komunikasi yang terjalin antara petugas (atau perwakilan usaha) dengan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah semua aspek yang terkait dengan product knowledge,  SOP (Standar Operasional Prosedur). Tak ada alasan bahwa karena adanya pemangkasan di beberapa aspek, lalu pelayanan petugas kemudian terkikis.

Pandemi Covid 19 yang membawa sekian banyak perubahan masyarakat seyogyanya menjadi masa dimana kita berbenah diri. Kesempatan yang hadir saat tak banyak pelanggan, adalah waktu yang cukup untuk memberi yang terbaik bagi tamu yang terbatas.

Jika pada masa normal saja kita dituntut untuk memberi pelayanan terbaik, maka saat ini ketika situasi lengang adalah waktu untuk me-recharge energi positif dan tata laksana pelayanan lebih baik. 

Berkurangnya tenaga kerja disebabkan PHK seharusnya membuat kita yang tetap bekerja memberi yang terbaik. Tak perlu terbawa suasana lesu atas ketidakpastian tuntasnya pandemi ini. Atau ketakutan karena tamu akan membawa virus bagi kita, sekiranya kita telah mengikuti standar kesehatan 3M. 

Orang yang datang ke Bandara, atau mereka yang masuk toko kita untuk belanja, pun mereka yang menggunakan produk layanan kita tentu datang dengan pertimbangan tertentu. Artinya, jika tidak sangat terpaksa mereka akan memilih lebih baik tidak bepergian, tidak keluar rumah atau belanja online saja. Sehingga pelayanan yang berkesan akan sangat memberi dampak positif, demikian sebaliknya mencoreng nama perusahaan.

Bill Gates mengatakan "Your most unhappy customers are your greatest source of learning". Dalam teknik pelayanan, pelanggan yang kritis adalah pelanggan yang masih ingin datang kembali kepada kita. Sebaliknya, mereka yang bersungut, wajah kecut tapi tidak mengatakan sesuatu, keburu kesal, akhirnya memutuskan untuk berpindah ke 'lain hati'. Mereka diam karena menganggap sudah tak  ada sesuatu yang dapat diharapkan dari kita.

Kembali pada insiden yang kami alami di Bandara Halim saat akan melakukan test PCR, meskipun hal tersebut hanya terjadi pada counter yang menyediakan jasa pemeriksaan, tetapi memengaruhi gambaran atau 'image' bagi pelayanan di Bandara keseluruhan. Kita paham Bandara merupakan salah satu pintu gerbang bagi sebuah kota atau negara, tempat lalu lalangnya para tamu.

Dengan adanya pengurangan beberapa fasilitas yang pada saat normal tak terjadi, misalnya pengurangan tenaga sangat mungkin sebagai penyebab antrian panjang di counter check in terlebih dikarenakan penambahan pemeriksaan dokumen. Pemeriksanaan yang biasanya hanya sekian menit menjadi lebih lama. 

Akibatnya ada saja penumpang yang kemudian batal naik pesawat dan tiketnyapun hangus. Adalah kewajiban penumpang untuk datang lebih awal dan mengantisipasi segala kendala, namun juga kewajiban perusahaan penerbangan dan bandara guna memberi informasi serta arahan yang baik terhadap perubahan-perubahan mekanisme yang terpaksa terjadi. Sekali lagi karena ini kondisi darurat dan khusus.

Komunikasi Efektif

A service culture doesn't happen by accident. The company is always a reflection of the person at the helm. Their attitude, their values, and their commitment to service excellence will drive the actions of others in the organization. Always has...always will. - Mac Anderson

Komunikasi yang efektif adalah kuncinya - Sama seperti hubungan apa pun, komunikasi langsung, jelas, dan tepat waktu adalah dasar untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan Anda dengan pelanggan. Hal ini memang membutuhkan perpaduan unik antara layanan dan kepedulian terhadap orang lain. Kita harus menjaga agar perusahaan tetap bertahan sambil menggali jauh ke sisi kemanusiaan itu sendiri.

Perlu ada terobosan baru untuk menyediakan jenis layanan yang unik di masa krisis ini. Terutama pada saat dibutuhkan, konsumen ingin sebuah brand menunjukkan empati dan dukungan. Bahkan ketika saat brand Anda berjuang untuk memenuhi permintaan layanan pelanggan, perubahan kebijakan massal dan tindakan filantropi dapat membantu menyeimbangkan frustrasi dari interaksi individu. Berikut saya kutip dua contoh perusahaan atau lembaga yang mengedepankan langkah terbaik mereka:

  • JetBlue menjadi maskapai penerbangan pertama yang mengesampingkan perubahan dan pembatalan biaya untuk masalah terkait virus corona
  • AT&T menangguhkan batas data broadband dari pelanggan internet rumah untuk mendukung pekerjaan dan pembelajaran dari rumah
  • Beberapa channel TV berlangganan memberi discount khusus atau bonus sebagai hiburan bagi masyarakat yang diharuskan beraktifitas di rumah.

Empati tidak pernah ketinggalan zaman! Tindakan ini mengarah pada loyalitas pelanggan jangka panjang untuk brand yang melakukannya dengan benar. Tak hanya organisasi yang bersifat profit making, untuk organisasi-organisasi sosial atau kemasyarakatan adalah waktu yang tepat saat pandemi guna menunjukkan eksistensi pelayanan mereka. 

Sebuah Ormas berbasis agama misalnya, Wanita Katolik RI cabang Pejompongan terus bergerak meski beraksi dari dalam rumah, mulai dari tukar menukar bibit tanaman untuk memenuhi halaman rumah, apotik hidup, mengembangkan usaha kecil sebagai tambahan pemasukan bagi anggotanya, dan pembagian vitamin C gratis secara berkala bagi kaum lansia.

Ormas mandiri semacam ini mencari dana sendiri untuk operasionalisasi selain iuran anggota atau dana hibah.  Dalam kondisi seperti ini sangat baik jika dipertimbangkan keringanan pembayaran iuran anggota yang diimbangi program-program pengembangan kapasitas internal organisasi serta kemasyarakatan terintegrasi dengan dewan pengurus pusatnya. Pun terbuka untuk kegiatan bersama lintas organisasi yang memungkinkan cakupan lebih luas. 

Panyandang dana tentu akan melihat bagaimana upaya organisasi dalam meningkatkan kapasitas pelayanannya meski di masa pandemi. Organisasi Srikandi Lintas Iman yang berpusat di Yogya, justru di masa sulit ini memperoleh dukungan dana dari yayasan-yayasan internasional dikarenakan kiprah dan eksistensi program-program mereka. Brand Image organisasi juga memberi dampak bagi para pengurusnya untuk didaulat menjadi narasumber, berbagi pengalaman mereka dalam forum-forum nasional maupun internasional.

Corporate Branding

A brand for a company is like a reputation for a person. You earn reputation by trying to do hard things well. - Jeff Bezos, the founder and CEO of Amazon 

Brand atau nama sebuah Perusahaan, Organisasi dan Bandara seperti juga sebuah produk dan layanan yang dijual, tak jauh beda dengan arti sebuah nama yang kita miliki. Setiap orangtua ingin memberi nama terindah bagi anak-anaknya dimana terkandung didalamnya harapan. Contoh nama Melati, tentu orangtua ingin puterinya kelak akan membawa nama harum keluarga dan bangsanya seperti bunga melati.  

Nama adalah nama, tak bermakna lebih selain di'hidupi' .. dijiwai oleh yang memiliki nama itu sendiri. Demikian halnya dengan brand. Seringkali saya mengatakan kepada penjual di warung membeli Aqua, dan ketika ia mengatakan kami tidak menjual Aqua melainkan merk lain bagi saya tak masalah. Karena sebetulnya saya ingin membeli air mineral untuk diminum, namun karena nama brand tersebut sudah identik dengan air mineral di benak saya sebagai top of mind, maka saya menyebutnya demikian.

Corporate branding merupakan segala aspek perusahaan mulai dari produk atau jasa yang ditawarkan hingga kontribusi karyawan di mata pelanggan atau masyarakatnya. Corporate branding sangat penting untuk mengembangkan reputasi perusahaan di pasar dan atau mempertahankannya di masa krisis.

Saya terbiasa dan merasa nyaman menumpang sebuah taxi dengan corporate colour biru (mohon maaf ini bukannya diskriminasi ya), sehingga jika tidak terpaksa saya tak akan menumpang taxi lain. Jika kita ingat, dahulu ada  sebuah perusahaan taxi mengalami krisis kepercayaan karena seringkali terjadi insiden kekerasan penumpang mulai dari perampokan hingga penculikan. 

Kemudian, manajemennya sempat mengubah identitas warna taxi menjadi biru semata untuk menghapus 'image' buruknya, namun tetap saja tak dapat memperbaiki kondisi perusahan transportasi tersebut. Karena reputasi perusahaan  sudah telanjur buruk.

Sebuah pertokoan atau rumah makan, perlu terus menjaga kualitas pelayanannya. Meskipun pelanggan sangat berkurang di masa ini, tidaklah menjadi alasan untuk membuat suasana semakin lesu. 

Para pramuniaganya ngobrol di pojokan, atau asyik dengan hp nya dan tidak menyadari jika ada pelanggan masuk, sehingga perlu dipanggil atau dihampiri oleh pelanggan yang menyanyakan suatu produk. Situasinya menjadi terbalik, bukan pramuniaga yang sigap menghampiri pelanggan tetapi pelanggan yang mencari petugasnya. 

Begitu pula dalam sebuah rumah makan, tamu yang hanya terbatas justru tidak mendapat perhatian, karena petugas seakan 'sibuk' menunggu pelanggan datang dan membelakangi tamu yang sedang menyantap makanan. 

Corporate Reputation

It takes 20 years to build a reputation and five minutes to ruin it. If you think about that, you'll do things differently. -  Warren Buffett, CEO of Berkshire Hathaway 

Di sini kita bicara tentang Corporate Reputation yaitu sebuah langkah atau tindakan yang dilakukan suatu perusahaan atau organisasi dalam upaya membentuk image yang baik secara internal maupun terhadap para stakeholders-nya. Komunikasi proaktif adalah kunci sukses corporate reputation. Tujuannya adalah membangun dan memelihara hubungan dengan semua kalangan guna memastikan kestabilan lingkungan dengan organisasi. 

Kemajuan teknologi sangat membantu dalam menjembatani perusahaan/organisasi dengan para pelanggan atau pemangku kepentingan. Hanya diperlukan mekanisme dan cara tepat dalam memilih media sebagai sarana menyampaikan informasi, juga konsistensi antara konten pesan dengan pelaksanaannya. Ini mengacu salah satunya pada kasus layanan test PCR di Bandara Halim tadi, antara informasi, petugas dan pelaksanaannya tak selaras.

Reputasi merupakan hasil dari bagaimana semua itu dibumikan atau diimplementasikan dalam tindakan dan perilaku sepanjang organisasi berjalan. Tak sedikit organisasi dan perusahaan yang terus berinovasi saat pandemi. Ijinkan saya menyebut beberapa yang saya kenal, sekali lagi tidak dimaksud untuk promosi.

  • Australia Awards Indonesia (AAI) sebuah Lembaga Pendidikan yang menyediakan berbagai program beasiswa mulai dari Short-term Course, jenjang S2 dan S3 di universitas-universitas terkemuka di Australia. Meski saat ini pemerintah Australia masih menutup masuknya warga asing diperkirakan hingga akhir 2021, namun AAI tidak mengurangi sedikitpun program-programnya. Saat ini sudah ada beberapa Angkatan yang terseleksi dari berbagai bidang menunggu keberangkatan studi di Australia. Para alumninya didukung dan diberi kesempatan tampil dalam webinar-webinar nasional maupun internasional guna berbagi program dan inisiatif sesuai keahlian mereka.
  • Universitas Multimedia Nusantara memperkenalkan apa yang disebut UMN Digital Learning bagi mereka yang sudah bekerja atau memiliki keterbatasan waktu untuk mengikuti kuliah di kampus. Selain itu pengembangan Kampus Merdeka yaitu program pertukaran dimana mahasiswa berkesempatan mengenyam studi di universitas lain baik dalam kota, luar kota bahkan luar negeri.
  • Lintas Shuttle sebuah perusahaan transportasi, pengiriman barang dan rental dengan tim Direksi yang relatif muda, di masa pandemi justru memberi pelatihan intensif bagi para karyawan terkait personal branding dan service excellence. Meski diakui, angka penumpang sangat berkurang. Alasannya, manajemen perlu mempersiapkan karyawan untuk menghadapi kompetisi yang semakin besar dan karyawan perlu berjalan selaras dengan visi misi perusahaan.

Greatest Asset

"Employees are a company's greatest asset -- they're your competitive advantage. You want to attract and retain the best; provide them with encouragement, stimulus and make them feel that they are an integral part of the company's mission." -- Anne M. Mulcahy, former CEO and chairwoman of Xerox Corporation
Apa yang dilakukan oleh Lintas Shuttle bagi saya sebuah langkah tepat karena masa pandemi yang boleh dibilang 'berjalan di tempat', adalah saat tepat untuk mengisinya dengan pembekalan bagi karyawan. Saat masa normal tidak mudah menyertakan karyawan dalam sebuah pelatihan, bahkan seringkali diperlukan tenaga ekstra guna memenuhi pelayanan garda depan. Apa yang saya temui, seringkali karyawan yang dikirim untuk mengikuti pelatihan malah tak bisa fokus karena modar-mandir menerima telepon dari sang bos. Bahkan dipanggil ke kantor meninggalkan pelatihan untuk mengerjakan sesuatu yang urgent.

Dengan demikian mengoptimalkan masa vakum pandemi sebetulnya juga selain kesempatan  memperkuat kinerja dan pelayanan tim kerja, adalah juga upaya perusahaan maupun organisasi bagai memberi vaksinasi internal. 

Sehingga saatnya memasuki normal baru (saya percaya Tuhan akan mengijinkan kita melewati masa sulit ini), setiap jenjang siap untuk berlari dan memberi pelayanan super prima kepada pelanggan dan stakeholders (pemangku kepentingan)nya. Keberadaan perusahaan perlu terus dirasakan oleh pelanggan, jangan biarkan mereka pergi.  Karyawan adalah unsur yang tak dapat diabaikan dalam membangun kekuatan Brand, Image, Reputation karena merekalah jiwa sebuah brand.

Jakarta, 2 Maret 2021

Mathilda AMW Birowo

 

Bahan Referensi:

  • Jerald Greenberg and Robert A. Baron, Behavior in Organization, Eighth Edition, (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2003)
  • Mathilda AMW Birowo dan Indah Sukotjo. Brand Yourself, (Jakarta: Grasindo, 2016)
  • Mathilda AMW Birowo. Melati di Taman Keberagaman -- Praktik Kepemimpinan Inklusif di Indonesia dan Australia, (Jakarta: Grasindo, 2019)
  • Mathilda AMW Birowo., Mengembangkan KOMPETENSI ETIS di Lingkungan Kita, (Jakarta: Grasindo, 2017) 
  • Stephen P. Robbins and Timothy A. Judge, Organizational Behavior, Twelfth Edition, (New Jersey: Person Education, Inc., 2007)
  • Artikel2 terkait dari Google a.l. Leading with Service during the COVID-19 Pandemic by Jeff Eilertsen; Maintaining Customer Service Excellence in the midst of an Emergency by Priyanka Tiwari specializes in product and content marketing

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun