Mohon tunggu...
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup adalah kesempatan jadi berkat

Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan. Tuhan ingin kita kembali istimewa. Melayani : Psikoterapi berbasis Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Konseling Anak/Remaja/Keluarga/Pasutri Training/Workshop Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Resensi Buku Call : 085700745872 (WA/Line) Instagram (@matheusgiovanniputragana) Rumah & Kantor : Jalan Cindelaras Gang Randu No 1 RT 07 RW 05 Kepuhsari Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

A Common Word Beetwen Us and You, Kristen

18 Mei 2020   00:58 Diperbarui: 18 Mei 2020   00:53 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul Kata Bersama

Judul         : Kata Bersama antara Muslim dan Kristen

Editor       : Waleed El-Ansary, David K. Linnan, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Paripurna P., Sugarda, dan Harkristuti Harkrisnowo

Penerbit  : Gadjah Mada University Press, Yogyakarta - Agustus 2019

Tebal        : 574 halaman

Muslim dan Kristen merupakan dua entitas agama terbesar di dunia. Jumlahnya lebih dari setengah populasi dunia. Persentase jumlah tersebut jauh lebih kecil apabila dibandingkan Indonesia. Di Indonesia, jumlah kedua entitas agama ini adalah 97 persen (https://www.indonesia.go.id/profil/agama) dari populasi Indonesia. 

Fakta ini menandakan kedua entitas agama tersebut memiliki tanggung jawab besar dalam menentukan arah kehidupan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita kemerdekaan. Meskipun di sisi lain, kita tidak bisa menampik bahwa entitas agama maupun aliran kepercayaan lain juga ikut berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Ketika rajutan sosial, budaya, politik, ekonomi, pertahanan, dan keamanan kita dalam berbangsa dan bernegera mulai terkoyak, kita memerlukan Kalimatun Sawa atau A Common Word sebagai jarum rajut (hakpen).

Hakpen tersebut akan merajut bagian-bagian yang terkoyak agar sebuah rajutan yang luar biasa indah yang bernama Indonesia itu tetap eksis dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaannya. Namun, apa daya, harus kita akui bersama bahwa masih sedikit dari kita yang mengetahui, memahami, apalagi menginternalisasikan A Common Word dalam kehidupannya berbangsa dan bernegara.

Untuk dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan maka bangsa Indonesia harus percaya kepada sesuatu yang mengandung nilai moral guna melandasi seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Terutama nilai moral yang melandasi relasi dan kerjasama antara kaum Muslim dan kaum Kristen di Indonesia. 

Semuanya itu juga dapat tercapai ketika Indonesia memiliki suatu dokumen yang serupa dengan A Common Word, selain Pancasila tentunya. Dapat dibayangkan apabila tidak ada A Common Word di antara kedua entitas agama ini, Indonesia akan chaos dan akhirnya musnah. Meskipun demikian kemusnahan suatu negara tidak serta-merta hanya ditandai dengan pertikaian di masyarakat yang berbeda entitas saja. Ada banyak faktor yang dapat menjadikan suatu negara itu musnah.

Harus diakui bahwa sudah terlalu banyak kajian dan renungan yang dibuat oleh kedua entitas besar ini sehingga membuat mereka lupa untuk menyatakan kembali kesepakatan bersama terkait ajaran dasar yang sama-sama dimiliki kedua entitas agama tersebut. 

Melalui A Common Word, 138 cendekiawan, ulama, dan intelektual Muslim, yang mewakili semua denominasi dan kelompok pemikiran Islam di dunia, termasuk Indonesia yakni yang diwakili oleh Prof. Nasaruddin Umar, seorang Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta sekaligus mantan Wamen Agama RI 2011-2014, telah mencontohkan kepada Indonesia untuk kembali dengan suara bulat bersepakat dalam menyatakan dasar ajaran keagamaan yang sama antara Kristianitas dan Islam. 

Kesepakatan yang dibuat di Indonesia nanti pada akhirnya bisa juga ditujukan kepada dunia internasional sebagai respon terhadap A Common Word yang dipublikasikan pada bulan Oktober 2007 silam.

Meskipun Islam dan Kristianitas jelas-jelas merupakan agama yang berbeda dan adalah suatu kemustahilan untuk memperkecil beberapa perbedaan formal yang ada di antara kedua agama ini, tetapi adalah suatu keniscayaan bahwa akan sampailah kedua agama ini pada suatu persamaan yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. A Common Word secara tegas menasihati kaum Muslim, khususnya kaum Muslim Indonesia yang mencapai 87,2 persen dari populasi Indonesia, untuk tidak memerangi siapapun, termasuk kaum Kristen Indonesia yang terdiri dari 9,8 persen populasi Indonesia. Mengapa demikian? Karena fakta di Indonesia kaum Kristen tidak berperang melawan kaum Muslim karena ajaran agama Islam, apalagi menindas dan akhirnya mengusir kaum Muslim meninggalkan rumahnya. Ketegasan tersebut dilandasi ayat dari Al Qur'an, yakni Al-Mumtahinah, 60: 8 dan Ali Imran 3: 113-115. Nasihat yang sama juga diserukan oleh 138 cendekiawan Muslim tersebut kepada kaum Kristen Indonesia untuk tidak melawan kaum Muslim Indonesia karena kaum Muslim sepakat mengakui Yesus Kristus sebagai Mesias. Nasihat itu dilandasi ayat Injil Matius 12: 30, Markus 9: 40, dan Lukas 9: 50.

Menjadi sebuah pengakuan bahwa sekarang adalah zaman ketika agama direduksi menjadi hanya sebatas identitas politik oleh sebagian orang, tetapi nilai-nilainya tidak terlalu dipraktekkan. Identitas politik yang menguat berdasarkan isu primordial, salah satunya agama. Maka sebagai kaum Muslim dan kaum Kristen tidak bisa tinggal diam. 

Lihat saja media sosial seperti di YouTube, Instagram, Twitter, dan Facebook. Mengatasnamakan demokrasi, semua pihak, khususnya umat Muslim dan umat Kristen saling mengonfrontasikan pernyataan yang dirasa menjatuhkan agama yang mereka peluk. Nah, untuk mengembalikan roh agama yang membawa manfaat bagi seluruh alam, seluruh umat manusia, diterbitkanlah buku ini.

Buku ini memuat berbagai pandangan para pemimpin, tokoh, serta intelektual Islam, Kristen, dan Katolik dari berbagai negara di Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Indonesia. Meskipun buku ini terkesan hanya ditujukan bagi kaum Muslim dan kaum Kristen di Indonesia, sebenarnya buku ini dapat menjadi referensi bagi semua entitas agama dan aliran kepercayaan. 

Hal itu dikarenakan para penulis mengaitkan A Common Word dengan berbagai aspek berbangsa dan bernegara, seperti teologi, spiritualitas, metafisika, lingkungan hidup dan perubahan iklim, HAM, serta pembangunan. 

Semua pembahasan dalam buku ini apabila benar-benar dicermati, memiliki nilai universal yang dapat diaplikasikan melalui sudut iman keagamaan di luar Islam dan Kristianitas, misalnya terkait perempuan dan transformasi dalam tradisi agama, kritik atas fenomena ISIS, perspektif Islam dalam pembangunan ekonomi, dan lain sebagainya.



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun