Mohon tunggu...
Riska Matasik
Riska Matasik Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Peran Farmasis dalam Menyongsong Indonesia Sehat 2025

18 Januari 2018   01:18 Diperbarui: 18 Januari 2018   01:21 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, peran dokter sebagai tenaga medis terbagi menjadi 5 bagian besar. Pertama, dokter bertugas untuk menganalisis pasien dari rekam medis dan pemeriksaan fisik. Selain itu, dokter juga memiliki tugas untuk menangani masalah pasien seperti pembedahan, penjahitan, dan sebagainya. Dokter juga dapat memberikan rujukan kepada dokter yang lebih ahli. Dan yang tak kalah penting, dokter berperan sebagai pengedukasi pasien dan keluarganya dalam perencanaan tatalaksana dan pelaksana pelayanan terpusat pada pasien.

Lalu, apakah peran farmasis dalam proses penyembuhan pasien? Sebagian dokter percaya bahwa seorang farmasis berperan besar dalam meningkatkan ketaatan pasien dan membantu penulisan resep. Memang benar, namun sebenarnya, farmasis juga berperan untuk memastikan apakah obat yang diresepkan sudah tepat atau belum, sesuai dengan profil pasien. Apoteker berhak untuk menelepon dokter untuk mengganti obat yang diresepkan dengan obat serupa yang lebih tepat guna.

Pada hakikatnya, tujuan mereka adalah satu dan sama: mengusahakan kesehatan pasien. Oleh karena itu, dalam pekerjaannya, dokter dan apoteker sangat penting untuk berkolaborasi. Dengan adanya kolaborasi, pemberian obat kepada pasien dapat menjadi lebih tepat dan efektif.

Memang profesi farmasis masih dipandang sebelah mata atau tidak populer ditelinga masyarakat. Tidak ada yang tau susahnya jadi farmasis. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat menyebabkan farmasis hanya bekerja dibelakang layar dan hanya bekerja dalam alur distrusi obat. Padahal secara jalur akademik seorang farmasis mengerti obat sampai hal yang mendetail, mulai dari sintesis, formulasi, pembuatan, sampai distribusi obat.

Umumnya masyarakat hanya mengetahui seorang farmasis adalah orang-orang yang menjaga di apotek yang namanya mejeng didepan pintu masuk. Padahal jika seseorang akan dikatakan sebagai seorang apoteker, dia haruslah lulus sarjana farmasi dan kemudian mengambil program profesi apoteker utuk melengakapi kompetensinya.

Di luar sana banyak informasi tentang kesehatan, dan banyak pula yang menyesatkan. Jangan tinggal diam. Sudah saatnya yang merasa sebagai anak farmasi angkat bicara. Jangan malu menunjukkan kemampuan diri dimana pharmaceutical care untuk masyarakat. Semua ingin farmasis punya peran dalam keluarga juga masyarakat. Jadikan kita sebgai farmsis atau apoteker sejajar dengan rekan sejawat tenaga kesehatan lain.

Apotek merupakan tempat pelayanan kefarmasian utama bagi apoteker (farmasis). Kebijakan tak ada layanan tanpa apoteker bagi apoteker merupakan kebijakan strategis yang harus didukung oleh semua anggota Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Kebijakan ini hanya dapat dipenuhi apabila apoteker-apoteker yang baru dihasilkan sudah kompeten dalam menjalankan tugas layanan profesional kefarmasian di apotek dan mempunyai motivasi yang memadai.

Transformasi apoteker yang sudah senior yang secara sosial sudah mapan tidak akan banyak dampaknya. Untuk menghasilkan apoteker baru kompeten, diperlukan transformasi sistem pendidikan profesi apoteker terutama untuk mendukung pelayanan profesi apoteker di apotek. Transformasi harus didasarkan pada tuntutan kompetensi dan sumber daya pendukung. Hanya dengan sumberdaya pendukung yang memadai proses pendidikan akan mampu menghasilkan luaran sesuai dengan tuntutan kompetensi yang dirumuskan.

Sebagai tenaga profesional, apoteker harus mampu mendemonstrasikan kompetensinya di apotek. Kompetensi ini hanya dapat diperoleh melalui pengalaman menangani pekerjaan di lapangan. Dalam skema ini lulusan sarjana farmasi harus bekerja dalam bidang yang relevan selama periode tertentu dan setelah itu diikuti dengan ujian sertifikasi yang dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan profesi yang telah disertifikasi. Hanya peserta yang lulus ujian sertifikasi ini yang berhak menyandang gelar apoteker dan dapat bekerja di apotek. Sebagai penyelenggara dapat berupa perguruan tinggi yang melibatkan penguji apoteker. Skema ini dikembangkan berdasarkan kajian pendidikan program profesi di berbagai negara.

Jadi, kita sebagai seorang apoteker atau farmasis dalam mewujudkan peran kita sebagai farmasis dalam menyongsong Indonesia sehat 2025 mulai dari sekarang harus mulai di latih untuk membentuk skill dan juga memiliki pemikiran kritis agar mampu bersaingan untuk membentuk Indonesia sehat dengan menciptakan upaya-upaya yang mampu membuat masyarakat nyaman dengan cara kerja kita sebagai seorang farmasis serta mengutamakan kepentingan bersama bukan hanya bersaingan yang akan menciptakan kontroversi akibat kurangnya skill yang dimiliki oleh seorang farmasis.

Sekian dan teimakasih.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun