Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Indonesia Bebas Sampah 2025, Terwujud atau Mundur

15 Maret 2024   14:59 Diperbarui: 16 Maret 2024   16:37 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua remaja berjalan di samping tumpukan sampah di Jalan Naming D Bothin, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (28/7/2023). (KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN)

Ribut-ribut sampah gara-gara publikasi penelitian Dr. Jenna Jambeck dari Universitas Georgia pada tahun 2015 segera mendapat respon pemerintah. Seolah tidak terima disebut sebagai negara penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia setelah Cina, Indonesia bergerak. 

Tahun 2016 kemudian menjadi tonggak bersejarah bagi Indonesia serius menghadapi sampah.

Keseriusan itu diwujudkan dengan ramai-ramai mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP). Bukan hanya pengurangan tapi juga sampai ke pembatasan dan pelarangan plastik sekali pakai. Tapi, hanya sebatas pada kantong plastik saja. Untuk PSP lainnya tidak ada tindakan.

Kondisi TPA salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang overload dekat dengan sungai dan laut. (Dokumentasi Pribadi)
Kondisi TPA salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang overload dekat dengan sungai dan laut. (Dokumentasi Pribadi)

Maka sejak itu juga munculah gerakan diet kantong plastik, anti sedotan plastik, minum pakai tumbler, dan sebagainya. Maka sejak itu pula muncul program kantong plastik tidak gratis (KPTG), penjualan tas belanja sponbound dan tas belanja kertas di retail-retail, marak penjualan sedotan dari bahan stainless atau bambu atau kertas, marak juga penjualan tumbler. Pasar baru terbuka atas nama ramah lingkungan.

Bukan hanya itu. Berbagai produk kemasan seperti kantong plastik, sedotan, gelas minum, botol minum, tempat makan, dan lain-lain mengklaim dirinya sebagai ramah lingkungan. 

Ditambah lagi produsen-produsen produk kemasan atau produk lain yang sisa kemasannya (sampah) tercecer di lingkungan mengklaim sudah berusaha peduli lingkungan. Dengan cara menyumbang gerakan-gerakan yang berhubungan dengan lingkungan.

Sejak itu juga, gerakan-gerakan dan lembaga-lembaga terkait lingkungan dan sampah banyak berdiri. Selain karena memang punya kepedulian pada lingkungan, ada yang punya target cuan dari corporate social reponsibility (CSR) perusahaan-perusahaan polutan. Semakin hari kian banyak tapi program dan kegiatannya tak berujung pada keberlanjutan.

Hasil penelitian Dr. Jenna Jambeck. (Sumber grafik: plasticdiet.id)
Hasil penelitian Dr. Jenna Jambeck. (Sumber grafik: plasticdiet.id)

Selain itu, aplikasi-aplikasi daur ulang sampah juga bermunculan. Bahkan raksasa aplikasi ojek online (ojol) pun ikut masuk ke ceruk persampahan. Gojek dan Grab mencoba peruntungan di bisnis persampahan. Tapi akhirnya rontok. Setelah itu muncul aplikasi daur ulang sampah lain. Sampai sekarang ada yang masih bertahan dan ada juga yang sudah tak ada jejaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun