DUNIA PENDIDIKAN kita sedang tidak baik-baik saja. Terlalu banyak kisah guru yang harus menanggung beban mental karena sebuah tindakan 'mendidik' dan mendisiplinkan siswa sekolah.Â
Lucunya lagi, orang tua malah mengambil peran membenarkan tindakan buruk yang dilakukan anaknya di sekolah. Alangkah mengherankan bagaimana pola pikir orang tua ketika harus mengambil sebuah keputusan.Â
Saya masih teringat betapa dunia pendidikan dahulu kala sangat menitikberatkan fungsi sekolah sebagai wadah pembenahan akhlak. Alih-alih membenarkan kesalahan siswa di depan publik. Namun, wajah pendidikan hari ini jauh berubah.Â
Kita melihat bangunan sekolah semakin meninggi ke atas. Sebaliknya, adab dan kesopanan siswa sekolah merosot tajam.
Fokus pendidikan hari ini hanya menekankan proses transfer ilmu dan kualitas pengajaran. Semua ini bermuara pada guru sebagai pendidik dan peran mereka dalam dunia pendidikan.Â
Tidak mengherankan kasus demi kasus dalam dunia pendidikan terus berulang dengan pola yang sama. Guru disalahkan karena mengambil tindakan yang menyudutkan siswa, sementara siswa selalu digambarkan sebagai korban yang patut dibela dan dikasihani.
Baru-baru ini kasus penamparan siswa oleh seorang guru mencuat ke publik. 630 siswa berinisiatif untuk mengambil cuti sekolah sebagai bentuk protes. Apakah sikap siswa seperti ini dianggap pantas dalam dunia pendidikan?
Sungguh sebuah tamparan bagi dunia pendidikan! Seorang pendidik menegur tindakan buruk siswa merokok di lingkungan sekolah. Lalu, protes keras dilakukan para siswa karena tidak menerima perlakuan sang kepala sekolah pada temannya.
Apakah siswa-siswa ini tergerak melakukan cuti sekolah karena hati nurani mereka atau digerakkan oleh oknum tertentu yang mungkin ingin menjatuhkan martabat pendidik?
Adab dan Ilmu
Kultur budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi adab dalam menuntut ilmu. Aneh rasanya jika hari ini kita melihat pola pendidikan malah mendisreditkan para pendidik.Â
Apakah ada yang salah dengan pendidikan hari ini?
Para guru disibukkan oleh hal-hal yang bersifat administratif. Mulai dari menyusun perencanaan pembelajaran, rapat guru, pelaporan, Â sampai pelatihan yang tak kunjung berakhir.Â
Dalam kondisi kelelahan, guru masih 'dituntut' untuk membetulkan perilaku siswa. Sebagian guru bahkan kehilangan waktu mendidik anak mereka sendiri di rumah.Â
Adab menuntut ilmu penting untuk diajarkan pada murid. Dalam hal ini, peran orang tua lebih mendominasi. Anak besar dalam pelukan orang tua dan seharusnya mendapat contoh berperilaku yang benar dari dalam rumah.Â
Sangat lucu jadinya saat orang tua membenarkan tindakan atau perilaku buruk anak yang dilakukan di institusi pendidikan. Lebih lucunya lagi, guru dilaporkan ke pihak berwajib untuk diproses lebih lanjut.Â
Jika demikian, kenapa tidak orang tua saja yang mendidik anaknya di rumah kalau tidak mau diatur guru?
Saya beberapa kali menemukan siswa sekolah yang nongkrong di warung kelontong sambil merokok. Tepat di sebelahnya berdiri sebuah pustaka mini tempat anak-anak berkunjung.
Beberapa siswa sekolah malah duduk di teras pustaka untuk merokok tanpa rasa berdosa. Padahal, asap yang mereka keluarkan berbahaya untuk anak-anak. Tak terhitung teguran melayang ke wajah mereka, tapi seakan tidak dihiraukan.Â
Guru-guru di sekolah berulang kali mengingatkan agar tidak merokok. Hasilnya, mereka tetap mempertahankan bakat minat sebagai perokok sejati. Bagamana dengan orang tua mereka di rumah? boleh jadi hanya menjadi penonton atau mungkin perokok aktif.Â
Ya, buah tidak jatuh jauh dari pohon! Setidaknya, itulah peribahasa yang layak disandingkan untuk menggambarkan perilaku buruk siswa di sekolah. Guru kerapkali menjadi korban pendisiplinan perilaku buruk siswa.Â
Aturan Jelas dan Bijak dalam Bersikap
Dari beberapa kasus yang silih berganti, para pendidik perlu mengambil sikap perihal perilaku siswa di sekolah. Antara sekolah dan wali murid mesti berpijak pada aturan jelas yang disepakati bersama.Â
Misalnya, guru dan komite sekolah merumuskan aturan bersama dengan melibatkan perwakilan orang tua secara langsung. Aturan yang sudah dirumuskan dalam musyawarah bersama kemudian disosialisasikan menjadi pijakan resmi sekolah.
Segala perilaku buruk dirumuskan dalam bentuk poin-poin yang mudah dipahami. Orang tua calon murid mesti memahami dan menandatangani kesepakatan untuk tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan sekolah.
Pun demikian, guru-guru diarahkan untuk mengambil sikap tegas dalam bentuk teguran atau 'pukulan' jika dianggap perlu. Dunia pendidikan membutuhkan ketegasan di jalur yang benar, bukan malah menempatkan guru sebagai 'tersangka' dan menganakemaskan siswa berkelakuan buruk.
Virus dan bakteri selayaknya dibuang, bukan disimpan atau malah diperlihara. Manakala aturan tidak jelas dan tegas, siswa mudah saja berperilaku buruk karena menganggap sekolah sebagai ladang eksperimen.Â
Guru juga perlu bersikap bijak dalam menangani perilaku buruk siswa. Kadangkala, siswa berperilaku buruk dipicu oleh teman atau lingkungan tempat mereka dibesarkan.Â
Tentu saja menampar atau memukul siswa secara langsung tanpa mencari tahu akar masalah sebenarnya dapat memperkeruh suasana.Â
Terlebih pengaruh teknologi dan media sosial memungkinkan masalah kecil menjadi besar dengan framing berbeda. Jika guru gagal bersikap bijak, siswa mudah saja memutarbalikkan fakta demi kepentingan mereka.Â
Sekali video viral, selamanya stempel buruk melekat erat pada seorang guru. Bukankah guru selayaknya dihormati dan dihargai?
Betapa miris nasib guru Indonesia. Dengan gaji kecil, mereka harus menjalankan tugas sempurna. Ketika murid terlihat salah, guru harus berhati-hati dalam bersikap.Â
Seakan-akan mereka sedang membetulkan lilitan kabel pada sebuah bom yang akan meledak. Saat kabel berhasil dilepas, hanya segelintir orang yang menghargai usaha mereka. Dikala bom meledak, nyawa dipertaruhkan.
Begitulah faktanya, begitulah adanya.Â
By,
Masykur Mahmud
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI