Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagaimana Mengenalkan Keuangan bagi Anak? Ini Tips yang Bisa Dilakukan

8 November 2021   17:55 Diperbarui: 9 November 2021   13:00 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak menabung.| Sumber: Shutterstock via Klasika Kompas.id

Berdasarkan data Worldbank, 20% populasi warga Indonesia masuk dalam katagori middle class family. Jika merujuk ke angka, ada sekitar 52 juta penduduk dari total 280 juta populasi penduduk Indonesia.

Dalam beberapa hari ini saya menghabiskan waktu membaca sebuah buku dengan judul rich dad poor dad, sebuah buku menarik ditulis oleh Robert Kiyosaki, pebisnis Amerika keturunan Jepang.

Ada hal unik yang saya dapat dalam buku ini. Tentang bagaimana nilai keuangan yang luput dari hampir mayoritas keluarga middle class, sehingga membuat anak-anak tumbuh dewasa tanpa memahami konsep yang baik tentang uang.

Saya akui ini adalah satu dari sekian banyak buku yang memberikan penjelasan rinci tentang keuangan dan cara kerja uang. Beberapa konsep yang dituliskan dalam buku ini bahkan amazing dan sangat mendidik.

don't work for money, but let money work for you

Konsep mendidik nilai keuangan kepada anak pada usia dini memiliki sisi manfaat besar. Dengan proporsi penduduk Indonesia terbesar meliputi lower class dan middle class, kemiskinan menjadi isu hangat yang selalu hadir dalam kultur sosial.

Kenapa mendidik nilai keuangan perlu dimulai dari kecil?

Mari kita perhatikan seberapa rentan keluarga di Indonesia bisa terguncang faktor ekonomi. Dari tiga sektor yang menambah pertumbuhan ekonomi dari sisi middle class, sektor makanan menduduki posisi kedua.

Ini memiliki implikasi bahwa kalangan middle class kebanyakan menghabiskan uang untuk makanan. Sedangkan tobako menduduki peringkat ketiga. Maknanya apa? konsumsi rokok di kalangan middle class juga berefek ke pertumbuhan ekonomi.

Lantas, apa makna don't work for money?

Sadar atau tidak hampir 90% kalangan middle class bekerja untuk uang. Artinya daya serap pekerja kategori buruh perusahaan, sektor pemerintahan yang diwakili oleh pegawai dan swasta mengarahkan pekerja untuk bekerja demi mendapatkan uang.

Sedangkan konsep money work for you masih berkisar di kalangan trader, pebisnis, dan investor. Tentunya jumlah mereka jauh lebih kecil, tapi perputaran uang jelas mengalir deras ke kantong mereka.

Apa yang salah dengan pelajaran keuangan dalam keluarga?

Dalam buku ini saya mendapati pelajaran berharga tentang konsep keuangan. Hampir mayoritas keluarga dalam katagori lower dan middle class family tidak memiliki fondasi keuangan yang kuat, bahkan sangat kurang.

Contohnya, dalam keluarga anak dibesarkan dengan konsep belajar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, pada saat anak sudah mendapat pekerjaan bagus, mereka malah terjebak dalam sistem kartu kredit yang mengharuskan banyak keluarga buka lubang tutup lubang.

Gaya hidup yang tidak selaras dengan pemasukan menjadi jebakan yang sulit dihindari. Akhirnya, walau mendapat pekerjaan yang bagus, banyak keluarga yang bekerja namun masih mengalami kesulitan ekonomi karena lemahnya ilmu keuangan.

Apa yang dijabarkan oleh Robert Kiyosaki memang benar dan real. Anak-anak dalam keluarga lower dan middle class condong aktif mencari uang tapi kurang memahami cara uang bekerja.

Ilmu dasar seperti pemasukan (income) dan pengeluaran (expense) saja tidak banyak yang paham. Lumrah saja ini membuat kantong banyak keluarga dalam dua katagori ini bolong lebih cepat. Belum lagi berbicara tentang balance sheet.

Coba sesekali lihatlah pola belanja dalam keluarga, seberapa persen keluarga membuat rincian pengeluaran dari uang belanja untuk makan, uang jajan, perbaikan kendaraan, belanja elektronik, dll.

Lalu, jika dikurangi antara income dan expense, manakah yang akan mengalami minus. Ini hal paling dasar yang menyebabkan goyangnya ekonomi keluarga karena uang dijadikan objek, bukan sebagai subjek.

Di masa pandemi selama dua tahun ini, kalangan lower dan middle class menjerit karena kehilangan pekerjaan. Saat uang menjadi objek maka manusia bekerja untuk mendapatkannya.

Berbeda saat dijadikan subjek, uang bisa dialihkan menjadi pasive income berbentuk investasi melalui aset atau jenis lainnya yang membuat uang bekerja sendiri. Konsep inilah yang dikupas terperinci di buku rich dad poor dad.

sumber gambar: www.dreamstime.com
sumber gambar: www.dreamstime.com

Apa yang bisa dilakukan orangtua untuk mengenalkan ilmu keuangan kepada anak dari kecil

1. Libatkan anak saat berbelanja

Saat anak berumur 3 tahun, mereka sudah bisa dikenalkan dengan angka. Tentu cara mengajarinya dengan cara yang menarik. Misalnya melalui mainan yang mereka sukai.

Seiring waktu, ajak mereka berbelanja dan kenalkan label harga pada setiap barang yang dibeli. Beri pemahaman tentang perbedaan jenis makanan yang murah dan mahal serta alasan mengapa memilih yang lebih murah.

Pastinya tetap merujuk pada kualitas barang dengan asumsi kesehatan terbaik. Disini anak perlu diajari memilih barang bukan dari tampilan semata namun juga harga.

Anak perlu diberi pemahaman bagaimana memakai uang dengan bijak agar tidak boros dan bisa mengelola uang dengan baik nantinya saat dewasa.

Saat tiba dirumah ajak anak diskusi, perlihatkan struk belanja pada anak. Beri pencerahan total belanjaan yang dibeli dan jumlah uang yang dihabiskan. Selain itu, ajarkan anak konsep membeli barang yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.

Ada perbedaan besar antara kebutuhan dan keinginan, seringnya membeli barang karena keinginan dilandasi nafsu, sementara membeli karena butuh tidak didorong oleh nafsu.

Jika anak dari kecil sudah ditanamkan nilai membeli karena butuh dan memahami nilai barang dan uang, mereka bisa cermat menggunakan uang. 

2. Berikan uang jajan yang tetap jumlahnya setiap bulan

Melatih kemandirian dalam mengatur uang sangatlah perlu. Ada seorang teman saya asal Amerika yang kebetulan memberi pelatihan keuangan pada keluarga lower class. Disana ia menemukan fakta bahwa pola pemberian jajan pada anak menyebabkan bablasnya keuangan keluarga.

Bayangkan saja jika setiap hari anak diberi jajan sekolah, lalu pulang sekolah juga minta jajan, kemudian pergi les diimingi jajan. Mereka tidak pernah belajar nilai uang dan cara memakainya dengan bijak.

Alangkah baiknya jika orangtua memberi uang jajan berbentuk bulanan. Apa pentingnya? Saat uang diberikan secara berkala (per bulan) anak akan belajar tanggung jawab menjaga dan menggunakan uang dengan benar.

Jangan lupa sisipkan jumlah uang yang boleh dihabiskan per hari dan apa konsekuensinya jika uang habis sebelum waktunya. Tentunya ini harus dilatih perlahan, per minggu dulu baru kemudian jika sudah teratur dimulai per bulan.

3. Bangun konsep menabung sejak dini

Selagi anak kecil latihlah mereka untuk pandai berhemat. Dari sejumlah uang jajan yang diberikan, ajarkan anak untuk menyisihkan ke celengan. Ya jumlahnya tidak perlu banyak, yang penting pelajaran menabungnya. 

Beri penghargaan berupa uang tambahan saat mereka mampu menabung dengan jumlah tertentu sesuai perjanjian. Saya teringat dulu saat sekolah dasar orangtua memberi jatah uang per bulan namun saya menghabiskan dalam seminggu. Akhirnya saya harus rela kelaparan di minggu berikutnya.

Tapi ada pelajaran berharga yang saya dapat, saya lebih hati-hati dalam mempergunakan uang dan condong mengedepankan kebutuhan dari keperluan. 

Dengan melatih anak menabung uang, mereka akan belajar membeli barang yang diinginkan dari hasil tabungan sendiri. Ini akan memberikan pelajaran berharga tentang nilai tanggung jawab dan kemandirian.

Manfaat lainnya, anak juga akan terlatih untuk mengontrol pengeluaran sesuai pemasukan saat mereka nantinya sudah bekerja. 

4. Ajak anak berinvestasi kecil-kecilan

Salah satu cara menarik mengajari anak konsep investasi yaitu dengan cara menyisakan tabungan mereka untuk dipakai ke hal positif yang menghasilkan. Misalnya, ambil tabungan anak dan ajari mereka untuk membuat kue sederhana sesuai budget lalu titipkan ke warung atau kedai-kedai kecil.

Hasil penjualan berikan kepada mereka. Dari sini mereka akan belajar konsep let money work for you. Ini juga akan melatih anak menjadi pengusaha yang bisa membuka lowongan kerja bagi orang lain.

Ada dua hal yang membuat perbedaan besar antara do the work dan create the job. Anak yang dibiasakan menghabiskan uang akan membentuk mindset bekerja untuk mendapatkan uang, sementara mereka yang diajak menggunakan uang dijalan positif akan membangun mindset membiarkan uang bekerja untuk mereka.

5. Jadwalkan kunjungan keluarga ke tempat usaha berbasis produk lokal

Untuk mengenalkan konsep perputaran uang, anak bisa diajak berkunjung ke sentral produksi produk-produk lokal di berbagai tempat. Berikan pemahaman tentang produk lokal, harga, dan keuntungan.

Dari sini anak akan mengenal wirausaha kecil dan menambah wawasan tentang produk lokal. Anggap saja ini seperti wisata keluarga untuk mengenalkan konsep keuangan sejak dini.

Materi yang dikenalkan tidak perlu yang berat-berat, cukup berikan penjelasan harga barang yang dibuat dan keuntungan yang didapat setelah dijual. Jadi, anak akan belajar nilai keuntungan dan kerugian (laba-rugi).

Perlahan tapi pasti, anak akan secara tidak sadar menyimpan pelajaran berharga dari wisata keluarga seperti ini. Daripada hanya berwisata ke pantai dan menghabiskan uang tanpa pelajaran, lebih baik arahkan anak untuk berwisata sambil belajar. Lebih asyik dan menyenangkan.

6. Tanamkan konsep sekolah bukan untuk mendapat kerja

Percaya atau tidak, hampir setiap kita diarahkan untuk bekerja setelah selesai sekolah atau kuliah. Ini membuat banyak generasi yang lebih condong work for money ketimbang let money work for you.

Nilai sebuah ijazah berakhir pada nilai tukar dalam seleksi kerja. Sedangkan konsep menciptakan lapangan kerja terdengar terlalu sulit dan risky.

Wajar jika banyak generasi pada kalangan lower dan middle class mencari aman dengan mencari kerja daripada membuka pekerjaan. Selain tidak berani mengambil risiko, mindset bekerja untuk mendapat penghasilan lebih duluan tertanam sejak bangku sekolah. 

Maka dari itu, orangtua perlu mengubah mindset anak untuk fokus sekolah agar memiliki ilmu dan keahlian dan bukan untuk mendapat kerja. Arahkan mereka untuk termotivasi membuka lapangan kerja, baik berwirausaha, membuka perusahaan kecil, institusi belajar, atau apapun sesuai bakat dan minat mereka.

Jangan condong menghargai anak karena nilai yang mereka peroleh di sekolah, tapi ajak mereka untuk berdiskusi tentang jenis pelajaran yang mereka sukai dan jenis pekerjaan yang kemungkinan mereka minati.

Dukung mereka dengan memberi fasilitas berupa buku atau apapun yang bisa membuat mereka mendalami ilmu tertentu yang ingin mereka dalami.

Yang terakhir, ajari anak untuk berani menjadi risk taker, biarkan mereka mencoba tanpa takut dengan risiko. Berikan modal jika perlu untuk melatih jiwa kepemimpinan mereka, beri mereka kepercayaan dan dukungan moril secara terus menerus sampai mereka mampu mengaplikasikan ilmu dalam bidang pekerjaan yang mereka cintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun