Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pergolakan Norma Hukum RUU Cipta Kerja, Pekerja Menderita atau Investor Bahagia?

29 Agustus 2020   00:57 Diperbarui: 29 Agustus 2020   00:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : www.kompas.com

Secara umum ada 11 point atau klaster atau pengelompokan dari bidang tertentu. Hal tersebut yaitu Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan UMK-M, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Investasi, Administrasi Pemerintah, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.

Pasal-Pasal Kontra Produktif

Dalam pandangan saya, ada 6 hal yang perlu mendapat pengawalan bersama. Bukan berarti menafikan klaster yang lain. Dalam 6 hal tersebut adalah Penyederhanaan Perizinan (783 Pasal),  \Persyaratan Investasi (20), Ketenagakerjaan (51), Pengadaan Lahan (17 Pasal), Investasi dan Proyek Pemerintah (norma hukum baru. Belum ada dalam UU sebelumnya).

Lalu jika berbicara logika hukum, maka klaster Administrasi Pemerintah (13) Pasal merupakan pembungkus dan ornamen keindahan dari semua klaster. Bersifat diskresi. Lalu konsekuensi logisnya seperti apa?

Dapat berpotensi kebijakan sentralistik dan otoriter, aturan dibuat suka-sukanya dan hukum dianggap tidak ada. Sebut saja adanya PP yang dapat menarik pemberlakuan UU (Pasal 170) dan Perpres dapat membatalkan Perda (Pasal 251). Hal tersebut adalah contoh kecil terjadinya conflict of norm sangat nyata dan jelas.

Jika kita mengkaji dan menganalisis dari semua isi dari RUU Cipta Kerja tentunya banyak dan multi perspektif. Dalam hal ini, Penulis ingin fokus ke dalam 3 UU saja sebagai contoh dan induk dari RUU Cipta Kerja.

Adapun 3 hal tersebut adalah UU Pemerintahan Daerah (No. 23 Tahun 2014), UU Ketenagakerjaan (No.13 Tahun 2003) dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (No. 32 Tahun 2009).

Ketiga aturan tersebut seolah-olah nanti dalam praktek akan bersinggungan dan memberikan dampak terhadap multi kehidupan. Khususnya bagi pekerja. Ketiganya merupakan representatif dari substansi hukum lainnya.

Guna memperdalam UU tersebut, Penulis coba untuk menganalisis pasal-pasal krusial. Dari UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 42 (3) adanya kemudahan dari Tenaga Kerja Asing. Bukan berati kita tidak membutuhkan tenaga dari luar negeri. Dalam hubungan diplomatik dan hubungan antar negara bukan berarti tidak perlu.

Akan tetapi, jika berlebihan justru dapat menggusur tenaga dalam negeri. Kualitas tenaga dalam negeri juga banyak yang masih berkualitas. Adanya penghapusan Pasal 59 dan 66. Sepintas jika dicermati seolah-olah menuruti putusan MK.

Perlu dicermati bisa saja putusan MK sejak tahun 2004 (Oktober) dan 2012 (Januari) bersifat open legal policy. Norma hukumnya tidak sepenuhnya dihilangkan. Justru jika dihapus dengan tidak memberikan alternatif norma hukumnya akan memberikan sifat kepastian dan cantolan hukumnya tidak jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun