Mohon tunggu...
MASRUR
MASRUR Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMPN 3 Jember

Membaca, Menuulis, Olahraga (bola), dan Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Meneropong Perempuan dengan Kaca Mata Feminisme dan Ketidakadilan Gender dalam Novel "Geni Jora"

26 Januari 2024   09:58 Diperbarui: 26 Januari 2024   10:07 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Feminisme berasal dari kata Femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hal ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah), Masculine dan Feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis dan kultural). Dengan kata lain male-female  mengacu pada seks, sedangkan masculin-Feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (Selden, dalam Ratna, 2004:184). Feminisme adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dengan kata lain Feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri (Ratna, 2004:184).

Tujuan Feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan dan derajat laki-laki (Djajanegara, 2003:4). Perjuangan dan usaha Feminisme untuk mencapai tujuan tersebut di antaranya, memperjuangkan dan memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki oleh laki-laki, maka munculah gerakan persamaan hak atau dengan istilah “equal right’s movement” yaitu, membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga. Cara ini sering dinamakan women liberation Movement, atau women’s emancipation movement yaitu gerakan pembebasan wanita. Gerakan emansipasi perempuan yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dan kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Kritik Sastra Feminis berawal dari hasrat para Feminis untuk mengkaji karya-karya penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria, yang menampilkan wanita sebagai mahkluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, dan disepelekan oleh tradisi patriarki yang dominan (Djajanegara, 2003:27).

Dalam novel Geni Jora, tokoh Jora memiliki ideologi atau prinsip dasar yang kuat, dalam memperjuangkan persamaan derajat dan kedudukan kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Ia tidak mau terbelenggu dan terpasung oleh adat yang dapat merugikan kaum perempuan. Jora berjuang untuk menghapuskan pelebelan negatif yang selalu distereotipkan kepada kaumnya. Karena hal tersebut dapat merugikan kaum perempuan dan menyebabkan perempuan termarginalisasi. Ia ingin merdeka dan bebas bergerak ke manapun ia suka. Jora tidak mau dikalahkan oleh laki-laki, karena ia menganggap antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan perlakuan sehingga tercipta keadilan dan persamaan derajat antara laki-laki dengan perempuan. Jora bukanlah wakil dari perempuan tradisional yakni perempuan harus bersifat pasif dan mudah menyerah serta bergantung pada laki-laki.

…Aku merasa, diriku mengalir sebagaimana takdir yang diperuntukkan bagiku. Sebagai perempuan, demikianlah kehadiranku. Merdeka. Mencoba beradaptasi dengan sopan santun dan bergerak sebagaimana makhluk-makhluk lain bergerak. Jika laki-laki pandai menipu, perempuan tak kalah lihainya dalam hal menipu. Jika laki-laki senang berburu, tak ada salahnya perempuan menyenangi hal yang sama.

“Apakah aku sedang mendengarkan terompet feminisme mendesing di antara debur ombak Agadir?”

          “Tidak. Tetapi Zakky sedang gelisah bilamana moncong senapan berbalik menghadap ke arahnya, ditodongkan oleh mangsa yang berabad-abad menjadi sasaran buruannya.”

          “Agaknya bagimu, tak boleh satu hari pun berlalu tanpa menyindirku,” Zakky kesal (GJ:9).

Jora merasa beruntung diciptakan oleh Tuhan sebagai perempuan. Ia tidak mau bergantung pada laki-laki, karena ia memiliki daya pikir yang kuat. Hal itu dibuktikan oleh Jora bahwa ia bukanlah wakil dari perempuan tradisional. Ia berjuang demi mewujudkan persamaan derajat maupun kedudukan antara laki-laki dengan perempuan. Hal tersebut dilakukan supaya derajat serta martabat perempuan tidak disepelekan. Prinsip dasar atau ideologi sebagai perempuan untuk mempertahankan harga diri masih tetap dipegang teguh oleh Jora. Seseorang yang mempunyai iman yang kuat tidak akan mudah terjerumus dalam lembah dosa. Laki-laki dan perempuan sama di mata Tuhan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Isra’ 17:70: “Sesungguhnya, benar-benar telah kami muliakan manusia”. Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa laki-laki tidak layak untuk menipu, menyakiti maupun menindas perempuan, karena kita semua diciptakan sama oleh Tuhan.

            Dalam kehidupan sehari-hari perempuan selalu dinomorduakan, tetapi dalam novel tersebut tokoh Jora tidak mau diperlakukan seperti itu. Ia ingin menjadi perempuan yang merdeka, mandiri, berpendidikan tinggi,dan menolak adanya poligami. Karena hal tersebut dianggap paling mengguntungkan kaum laki-laki dan merugikan kaum perempuan (dapat dilihat di GJ:10, 151,148).

Gerakan feminisme tampak ditunjukkan Jora. Jora memperjuangkan penyetaraan derajat dengan laki-laki. Hal ini dapat kita lihat pada perbedaan pendapat antara Jora dengan nenek. Nenek merupakan perempuan yang masih memegang teguh ciri wanita tradisional. Ia merupakan wanita yang memiliki daya pikir yang lemah dan selalu bergantung laki-laki. Menurut nenek dalam peranannya di masyarakat laki-laki adalah segala-galanya dibandingkan dengan perempuan. Dalam mewujudkan arah gerakan feminisme perempuan selalu terhalang oleh laki-laki. Laki-laki dianggap sebagai penghambat utama bagi kemajuan perempuan. Penghambat terwujudnya feminisme tidak hanya berasal dari kaum laki-laki, tetapi juga berasal dari kaum perempuan sendiri, seperti nenek yang melarang cucunya bergerak dan mengembangkan kemampuannya. Meskipun nenek menyadari dirinya juga perempuan, namun ia tetap menganggap perempuan rendah dan lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun