Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bantaran Kali Sunyi

17 Juni 2022   12:30 Diperbarui: 17 Juni 2022   12:42 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kaliyah memilih duduk di barisan warung tenda dekat ruko kompleks rumahnya. Sekedar menikmati kupat tahu, dan rehat  sejenak agar  terbebas dari lengkingan 7 gurinda di belakang rumahnya. Rehat baginya,adalah meninggalkan rumah. Yang tak lagi damai dan tenang. Sebab suara gurinda dari bengkel las listrik  di belekang rumah.

 Menikmati sepiring kupat tahu, matanya sesekali menyapu pemandangan Kali unyi dan bunga-bunga Olender warnamerah muda di sepanjang sisinya. Saat menyeruput teh panas. Tiba-tiba ia melihat  Darta  sedang tertawa-tawa bersama tokoh asyarakat  terhormat ,   di depan bangunan  yang menghadap ke Kali Sunyi. Namun lokasinya di luar kompleks kediamannya, berjarak agak jauh, mungkin satu kilometer.  .

Bangunan tersebut  tengah dipasangi pagar baru. Dan pagar itulah yang Kaliyah lihat dari loteng  teras belakang rumahnya,   pernah digarap oleh pegawai bengkel milik Darta.  Entah mengapa Kaliyah merasa semakin hancur, Darta mendapat dukungan dari banyak  pihak. Dari tokoh masyarakat setempat. Bahkan  sering bersapa senyum dengan para pemuka setempat. 

Bukan Kaliyah tak pernah mengadukan ke kantor kelurahan soal rasa terganggunya oleh  desingan 7 gurinda  tadi. Itu hanya gurinda kecil yang dimiliki bengkel tersebut. Tapi lengkingannya luar biasa saat berbarengan berbunyi.

Kaliyah kesulitan untuk mendengar siaran televisi, tak bisa menikmati musik , dan harus berbicara sangat keras dengan anaknya supaya terdengar. .Kaliyah kesulitan untuk bertelepon ria dengan kakaknya di luar kota sana. Tambahan yang suaranya  lebih ngebas keras, ada  entah satu atau dua gurinda besar ,yang   turut meramaikan hiruk pikuk  suara bising bengkel tersebut.  

Sebenarnya bukan Kaliyah tidak pernah berkomunikasi dengan kelurahan. Saat bengkel tersebut sedang baru mulai dibangun, ia sudah menelepon Kantor Kelurahan, dan mendatangi kantor terebut. Ia sudah komplain tentang pembangunan bengkel tersebut. Bahkan kantor lurah mempertemukan ia dengan perwakilan bengkel tersebut. Bengkel tersebut diwakili oleh  seorang pegawai, dan seorang  tokoh masyarakat .

  "Bu, ini urusan  cari nafkah. Ketika ibu komplain dengan berdirinya bengkel di belakang rumah ibu, ibu sedang menghambat rejeki orang lain.... Pemilik bengkel itu oragkecil, rakyat kecil yang harus kita pedulikan. Mereka itu kan  cari makan bu...ini urusan nafkah....,"  lelaki yang mewakili pemilik bengkel  berkilah.

 Selanjutnya Kaliyah beranjak dan tak ingin kembali  ke tempat yang seharusnya ia bisa menemui keadailan.

Kaliyah gemetar oleh kesal dan amarah, tangisannya tak lagi terbendung. Ada permainan apa di bantaran sungai? Ia betul-betul tak pernah  tahu betapa rumitnya sandiwara dalam kehidupan. Ia hanya bisa menangis, karena begitu banyak pihak yang membela bengkel tersebut.  Dengan alasan, hak azasi manusia  untuk mencari nafkah, tak boleh dihalangi. Itu tidak punya kemanusiaan namanya.

Pemilik bengkelnya memang  tidak tinggal di  dekat bengkel.Ia tinggal nun di tempat yang nyaman. Tidak ada suara  berisik, kecuali gemericik air kolam dan kesejukan  taman. Namun ia mendirikan bengkel di balik tembok kompleks perumahan. Dan rumah Kaliyah berada di balik tembok itu.

Siang itu Kaliyah yang masih belum menyerah mencoba mendatangi lagi , siapa yang  ia pernah kenal. Setidaknya , dialah yang dulu pernah bertugas mengurus segala perijinan warga di kawasan kediamannya. Namun sekarang sudah promosi naik jabatan di tempat yang baru. Ya, dulu lelaki itu sering ingin mendapat dukungan dari warga  masyarakat,dukungan sebagai  prestasinya demi naik jabatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun