Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum

Yang kusadari selama ini, bahwa menjadi seorang ilmuan adalah manusia yang mau dan mampu menenggelamkan diri pada apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran. Dan, menjadi ilmuan harus siap hidup dalam kesunyian kepentingan, kesunyian dalam hasrat-hasrat politik dan ekonomi, maupun kesunyian dalam berbagai ambisi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Yang Bisa Kuberikan Hanya Kebohongan!?

14 Maret 2021   15:20 Diperbarui: 14 Maret 2021   16:05 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Saya belum pernah melihat seseorang yang tidak pernah tidak berbohong atau mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya?! Karena berbohong di era posmodern lebih bermakna pada strategi untuk menyampaikan sebuah gagasan. Dan mencari kata "bohong" di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun dapat dipahami sebagai sebuah sifat atau sikap yang tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya. Meski sepertinya semua orang sudah mengetahui pengertian kata bohong itu sendiri, namun ternyata masih ada persepsi yang berbeda akan perbuatan bohong ini.

Perlu juga kita sadari bahwa berbohong adalah bentuk pertahanan diri. Seseorang mempertahankan diri saat merasa terancam, di mana dalam konteks ini ego dalam diri sedang membaca situasi untuk kita dapat keluar dari suatu masalah. Ketika kita berpikir akan ada suatu konsekuensi yang merugikan diri kita dari suatu masalah yang sudah kita lakukan, maka kita akan menciptakan sebuah mekanisme pertahanan diri tersebut, antara lain : mengaburkan fakta, mengurangi atau melebihkan informasi atau memilih untuk bersikap sebaliknya dari yang seharusnya, untuk kita jadikan pertahanan diri yang kita kenal sebagai tindak berbohong.

Ketika seseorang melakukan tindakan berbohong, maka kebohongan tersebut akan menjadi bagian dari tahap perkembangan setiap individu. Tanpa kita sadari, dari saat ke saat, kita akan terus mempelajari teknik berbohong, dengan lebih lihai, dan pengalaman-pengalaman ini terjadi sepanjang hidup. Dari usia 3-4 tahun saja, sebenarnya kita sudah memiliki kemampuan berbohong, dengan kata lain memanipulasi suatu peristiwa. Sebagai contoh, apabila seorang anak berkata yang tidak sebenarnya ketika ditanya sudah makan atau belum, karena ia takut tidak boleh bermain. Inilah contoh bagaimana anak tersebut membuat kreasi pada sebuah situasi untuk memenuhi keinginannya. Bukan sengaja berbohong, namun hal ini untuk menciptakan kondisi agar si anak tersebut mendapatkan apa yang ia inginkan.

Kita akan terus mengembangkan bentuk manipulasi tersebut, karena banyaknya referensi lain yang bisa kita pelajari. Jika dikaji lebih dalam maka setiap kebohongan itu memiliki motif tertentu, salah satunya adalah motif untuk merasa aman dari berbagai ancaman. Kemudian, seiring dengan usia kita yang beranjak dewasa, kita akan punya lebih banyak motif seperti motif untuk mendapatkan apresiasi secara personal sebagai seorang individu. Di sinilah sifat manipulatif kita bermain untuk membuat sebuah kreativitas demi mendapatkan apresiasi. Misalnya, kita bisa saja melebih-lebihkan suatu produk yang kita jual untuk seseorang agar bisa tertarik membeli. Mungkin saja saja konsekuensi dari berbohong itu sendiri belum tentu berakibat negatif.

Selanjutnya, ada pula motif adaptif untuk menguatkan sosialisasi, di mana kita mengharuskan diri kita untuk beradaptasi dan menyesuaikan karakter dengan berbagai pribadi yang ada di suatu lingkungan tertentu. Ada kalanya kita tidak memiliki ciri yang ada di lingkaran itu, sehingga mengharuskan kita memanipulasi keadaan. Sebagai contoh, saat sedang berada di lingkungan sosialita dan ditanya apakah 'tas jinjing' yang kita beli asli atau tidak, kita menjawab asli padahal tidak. 

Oleh karena itu, demi mendapatkan pengakuan sosial atau menjalin afiliasi, maka kita bisa saja berbohong. Lain halnya dengan motif berkuasa, yaitu situasi di mana kita melakukan tindak manipulasi untuk dapat mengarahkan banyak pihak, mengambil alih kekuasaan atau situasi secara mandiri. Dalam hal ini, orang tersebut akan menciptakan situasi atau fenomena yang sebenarnya tidak pernah ada, dan membuat seseorang takut dan tunduk terhadapnya.

Dampak dari sebuah kebohongan bisa jadi negatif dan bisa jadi positif. Meskipun tindak berbohong dapat bertujuan positif, namun kita harus memahami bahwa kebohongan merupakan sebuah nilai yang berhubungan erat dengan integritas. Sehingga, jika kita hendak melakukan tindak kebohongan, maka kita harus mengembalikannya pada pertimbangan, apakah hal ini dapat merusak nilai integritas dalam diri saya sendiri, atau tidak ?!. Lebih jauh lagi, jika mekanisme memanipulasi keadaan ini sering kita lakukan, maka kita akan hidup dalam realitas yang tidak sesungguhnya atawa realitas semu.  

Dengan kata lain, bahwa kita akan menjauhkan diri dari kapasitas, kemampuan dan potensi yang sebenarnya sudah kita miliki. Apabila kebohongan demi kebohongan ini terus kita pelihara, maka kebiasaan ini akan membunuh diri kita secara perlahan dan pasti. Semakin sering kita memanipulasi diri, maka semakin sulit kita menerima diri kita sendiri apa adanya. Efek jangka panjangnya adalah halusinasi dan delusi, sehingga kita akan sulit memisahkan antara realita yang kita hadapi dengan cita-cita yang ingin kita capai.

Mendeteksi seseorang berkata bohong atau tidak, sebenarnya sangatlah sulit karena kejujuran itu adalah nilai. Tidak ada satupun alat ukur yang bisa memastikan untuk menentukan, apakah seseorang jujur atau tidak. Kalaupun ada biasanya hanya memberikan prediksi kecenderungan. Contohnya pada ilmu grafologi di mana dari tulisan seseorang dapat dianalisa kecenderungan apa yang dimiliki orang tersebut. 

Apakah seseorang melakukan tindakan manipulatif ?!. Hal ini tidaklah mudah ditemukan, bahkan melalui 'tes kepribadian' sekalipun. Kita akan dapat menemukan indikasi nilai kejujuran yang dimiliki seseorang, pada saat kita melihat bahasa tubuh seseorang, seperti dari ekspresi dan gestur tubuh. Saat seseorang berkeringat, pupil mata membesar, bola mata tidak konsisten dan mata mengerling, bisa jadi gejala tersebut adalah gejala kebohongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun