Mohon tunggu...
Mas Leman
Mas Leman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lari Cepat Bersama Jokowi

20 Januari 2016   15:15 Diperbarui: 26 Januari 2016   10:05 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: abc.net.au

Percepatan infrastruktur akan menjadi andalan bagi Presiden Joko Widodo untuk menggerakkan perekonomian nasional, ketika harga komoditas, khususnya Migas juga terjerembab. Tak heran bila di awal tahun 2016, tepatnya bulan Januari, tiada hari bagi Presiden untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur agar bisa menstimulasi pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan.

Setelah menghadiri penandatanganan kontrak pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) awal bulan ini. Senin (19/1) Presiden Joko Widodo menyaksikan langsung penandatanganan kontrak kegiatan strategis Kementerian Perhubungan. Terdapat 12 paket kegiatan strategis senilai Rp 2,07 triliun dari total 273 paket kegiatan senilai Rp 14,24 triliun. Dari 12 kegiatan yang ditandatangani, sebanyak 8 paket berupa pembangunan infrastruktur pembuatan jalan, kereta api, bandara dan infrastruktur lainnya.

Dalam percepatan infrastruktur ini, ibarat olahraga, Presiden Joko Widodo seperti lari cepat agar bisa segera sampai ke finish. Tak hanya di Kementerian Perhubungan, di Kementerian PUPR ada 5.344 proyek sebesar Rp 42,74 triliun yang ditandatangani kontraknya dengan para kontraktor di seluruh Indonesia. Pembangunan infrastruktur pada tahun ini akan booming.

Presiden juga tak hanya menggeber pembangunan infrastruktur yang didanai APBN. Infrastruktur yang dikerjakan oleh swasta dan BUMN juga terus digenjot. Salah satu infrastruktur BUMN yang akan di-groundbreaking oleh Presiden pada minggu ini adalah Proyek Kereta Cepat Bandung-Jakarta. Proyek yang tak didanai oleh APBN dan tak mendapat jaminan dari pemerintah ini menelan investasi US$ 5,5 miliar (sekitar Rp 76 triliun)

Proyek Kereta Cepat Bandung-Jakarta dibiayai dengan skema business to business (B to B) antara konsorsium BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang memegang kepemilikan saham 60% dengan konsorsium China Railways dengan saham 40%. BUMN Indonesia itu terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Skema pembiayaan proyek tersebut 25% ekuitas (modal) konsorsium Indonesia dan China dan 75% dari Bank Pembangunan China (CDB).

Kereta cepat Bandung-Jakarta dirancang tak hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga diintegrasikan dengan pengembangan kawasan. Dengan pembangunan kereta cepat ini akan mendorong tumbuhnya koridor ekonomi baru, bahkan kota baru. Bila proyek kereta ini sudah operasional, bisa juga kelak dilanjutkan pembangunan kereta cepat Bandung-Surabaya. Masalahnya sampai kini konsorsium BUMN dan China baru bisa mendanai kereta cepat Bandung-Jakarta. Bila kelak ada investor yang mau mendanai kereta cepat dari Bandung-Surabaya, tentu peluangnya sangat terbuka.

Kereta cepat ini memang megaproyek. Infrastruktur yang didanai oleh APBN pun tak ada yang investasinya seperti kereta cepat. Namun bila melihat aset BUMN dan ekuitasnya, kiranya investasi kereta cepat ini masih sangat proporsional. Apalagi untuk mendanai proyek ini juga dari pinjaman dari CBD dengan tenggat waktu hingga 40 tahun. Kemampuan proyek ini, untuk mengembalikan pinjaman juga tak perlu diragukan.

Pada tahun 2015 aset dari 118 BUMN tercatat Rp 4.500 triliun. Setelah aksi korporasi secara dinamis pada 2016 aset BUMN melonjak 17,9% menjadi Rp 5.395 triliun. Bahkan aset tersebut juga akan membengkak lagi 15,7% pada akhir 2016 sebesar Rp 6.240 triliun. Tak berlebihan bila banyak kalangan menyebut, dengan makin gencarnya aksi korporasi yang dilakukan oleh BUMN, asetnya akan membengkak menjadi Rp 11.000 triliun pada 2019

Tak heran bila Presiden Joko Widodo sejak dari awal memimpin negeri ini ingin mengoptimalkan BUMN untuk ikut menggerakkan pembangunan infrastruktur. Dengan aset 2015 yang besarnya dua kali lipat dari APBN, tentunya BUMN akan bisa mengiringi larinya Presiden Joko Widodo. Selain memiliki aset yang berjibun, BUMN juga memiliki ekuitas tiap tahunnya yang terus mananjak. Tahun 2015 ekuitas BUMN mencapai Rp 1,761 triliun, membangkak bila dibanding 2014 sebesar Rp 1.090 triliun. Ekuitas itu akan menyaingi APBN pada 2016 sebesar Rp 1.966 triliun.

Dari konfigurasi kinerja semacam itu, dalam mengimbangi lari cepatnya Presiden Joko Widodo dalam membangun infrastruktur, tentunya tak hanya membangun kereta cepat Bandung-Jakarta. Pada 2016 BUMN mengenjot belanja modal (Capex) 51% menjadi Rp 404,8 triliun dari tahun 2015 sebesar Rp 268,3 triliun. Sebuah angka yang tentu tidak kecil. Bila belanja modal ini berkolaborasi dengan Capex-nya pemerintah tentu akan bisa menjadi daya ungkit perekonomian nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun