Kampanye pemilihan merupakan bagian dari pendekatan komunikasi politik yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan tahapan yang penting bagi Pasangan Calon (Paslon) dalam pemilihan sebagai upaya sistematis guna meningkatkan nilai elektabilitas dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih.
Setidaknya terdapat beberapa fungsi kampanye antara lain sebagai sarana sharing informasi, sebagai upaya penyadaran masyarakat terkait isu-isu tertentu, sebagai upaya pemasaran visi-misi (produk politik/branding) dan sebagai upaya membangun citra positif (image).
Jika dikaitkan dengan pendekatan komunikasi, fungsi kampanye di atas bermuara pada tiga efek yang ingin dicapai yakni kognitif, afektif dan konatif.Â
Secara kognitif, kampanye dijadikan sebagai sarana distribusi pengetahuan dan informasi akan profil Paslon dan isu-isu hangat seputaran pemilihan diantaranya seperti memperkenalkan visi-misi, alasan mengapa harus memilih dan pencapaian-pencapaian apa yang telah dilakukan dan akan dilakukan Paslon. Dengan kata lain efek kognitif lebih cendrung pada pembentukan opini pemilih dan branding individu.
Secara afektif, kampanye dijadikan sebagai upaya untuk mengarahkan pandangan pemilih pada sisi tertentu yang menjadi orientasi Paslon sehingga terbangun suatu kesadaran dan emosional yang mengikat antara Paslon dan para pemilih yang nantinya menjadi dasar dalam membentuk prilaku memilih pemilih.
Efek konatif adalah finalisasi dari dua efek sebelumnya yakni upaya eksekusi dari upaya pembentukan dan realisasi kesadaran pemilih atas upaya kampanye yang dilakukan Paslon yang diaplikasikan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan diselenggarakan tanggal 9 Desember mendatang dilaksanakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pelaksanaannya kali ini terbilang khusus karena terjadi di masa pendemi global yakni Corona Virus Disease atau Covid 19 yang wabahnya telah menyebar ke seantero dunia.
Seperti yang diketahui dan disadari bersama, Pendemi Covid 19 secara umum telah memberi dampak signifikan pada sektor ekonomi, kesehatan dan sosial.Â
Pada sektor ekonomi, pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada kegiatan bisnis yang berujung pada penurunan pertumbuhan ekonomi baik secara makro dan mikro.
Menurut laporan badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada kuartal II Tahun 2020 menembus angka minus 5,32 persen, ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan laporan kuartal I Tahun 2020 yang mengalami pertumbuhan 2,97 persen.
Angka pengangguran pun meningkat akibat dari gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut data Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada semester I tercatat sebanyak 39.977 perusahaan sektor formal merumahkan dan melakukan PHK terhadap pekerjanya sementara pada perusahaan sektor informal tercatat sebanyak 34.453 perusahaan.